Masyarakat Bisa Menghukum Capres/cawapres Nepotis dengan Tidak Memilih Mereka di Bilik Suara
JAKARTA, INAKORAN.COM
Isu nepotisme di Pilpres 2024 mencuat pasca pencalonan putra sulung Presiden Jokowi, Gibran Rakabuming Raka sebagai cawapres mendampingi Prabowo Subianto.
Direktur The Indonesian Agora Research Center (IARC) Ferdinandus Jehalut menilai, pencalonan Gibran yang sarat nepotisme merupakan bentuk pengkhianatan terhadap prinsip kesetaraan dan kebebasan dalam demokrasi.
“Jika ada pasangan calon yang masuk melalui jalur nepotisme seperti itu, saya kira, hukuman terakhir yang dilakukan warga ialah jangan memilih mereka di balik bilik suara,” ungkap Ferdinandus dalam keterangan tertulis yang diterima Jumat (7/12/2023).
Lebih lanjut, alumnus pascasarjana Ilmu Komunikasi Universitas Gadjah Mada itu menyebut, demokrasi tidak boleh di-downgrade menjadi proses lima menit di bilik suara.
“Demokrasi itu mencakup proses sejak kaderisasi, kandidasi, pencoblosan, dan proses pasca-pencoblosan (checks and balances).”
Paslon yang diuntungkan oleh proses yang sarat nepotisme seperti Gibran Rakabuming tidak bisa seenaknya mengatakan, “biarkan rakyat yang menilai.”
Kritik untuk Gibran tidak terletak pada layak atau tidaknya dia dipilih, tapi pada penciptaan kesempatan atau peluang sehingga dia berada di posisi yang bisa dipilih. Posisi ayahnya sebagai presiden ditengarai sangat berpengaruh pada proses itu.
“Kita tidak bisa membangun demokrasi di atas fondasi yang rapuh, yang sarat nepotisme seperti itu. Itu berbahaya bagi perjuangan demokratisasi,” tutup Ferdinandus.
KOMENTAR