Menakar Wujud Demokrasi, Pembangunan Ekonomi, dan Kesejahteraan Rakyat di Era “Normal Baru”

Sifi Masdi

Wednesday, 01-07-2020 | 11:10 am

MDN

Oleh:Tjoki Aprianda Siregar

Profesional dan Pengamat Masalah Sosial

Jakarta, Inako

Masyarakat Indonesia saat ini tengah memasuki kehidupan “Normal Baru” (New Normal) sebagai dampak masih merebaknya virus Corona atau Covid-19 di berbagai belahan dunia.

Kehidupan “Normal Baru” sesungguhnya bukan kehidupan normal seperti sebelum pandemi. Sebagian masyarakat seolah menganggap kehidupan “Normal Baru” seperti kehidupan lama mereka ketika belum ada pandemi Covid-19. Berkerumunnya orang di Pasar Tanah Abang menjelang Hari Raya Idul Fitri yang lalu, bergerombolnya pengunjung beberapa pasar tradisional begitu berdekatan, antrian pengguna jasa kereta di Stasiun KA Bekasi pagi hari untuk berangkat bekerja di Jakarta, mengindikasikan mereka menganggap kehidupan sehari-hari telah kembali normal seperti dulu.

 

BACA JUGA:  Dolar menahan kenaikan versus yen sebelum data ekonomi utama

Kehidupan “Normal Baru” tetap disertai pemberlakuan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) dengan Protokol Kesehatan yang sama, yang tampak belum disadari sepenuhnya oleh warga, yang seakan eforia dapat kembali keluar rumah dan beraktivitas seperti dulu. Kehidupan “Normal Baru” juga berlaku dalam kehidupan berbangsa, terkait dengan demokrasi, aktivitas pembangunan, dan upaya setiap warganegara menyejahterakan dirinya.

Progaram padat karya tunai [inakoran.com]

 

Kehidupan berdemokrasi kita semasa PSBB dan beraktivitas di rumah adalah kementerian/lembaga pemerintah, BUMN, perusahaan-perusahaan swasta, organisasi masyarakat, dan partai-partai politik melaksanakan rapat-rapat atau pertemuan secara daring. Dalam skala lebih besar, fenomena demokrasi terlihat ketika Rancangan Undang-Undang (RUU) Haluan Ideologi Pancasila (HIP) inisiatif PDI-P di DPR RI juga mendapat banyak keberatan organisasi massa dan kelompok-kelompok politik, termasuk dengan unjuk rasa tiga kelompok yang haluan politiknya “satu nafas”, yakni FPI, GNPF dan PA 212 di depan DPR RI dalam situasi pandemi Covid-19.

 

BACA JUGA:  Mendahulukan Usia Daripada Zonasi dan Prestasi: Wujud Keadilan Pemberian Kesempatan Belajar di Sekolah Negeri di Jakarta?

Pertanyaan selanjutnya, bagaimana apabila tiba waktunya kita melaksanakan praktik demokrasi dalam wujud mobilisasi orang banyak seperti pemilihan kepala daerah (pilkada) serentak di masa “Normal Baru”?  Sebagaimana diketahui, pilkada serentak di 9 provinsi, 224 kabupaten, dan 37 kota yang semula dijadwalkan berlangsung pada 23 September 2020 terpaksa diundur pelaksanaannya hingga 9 Desember 2020 karena merebaknya pandemi Covid-19.

Program padat karya tunai [inakoran.com]

 

Hal yang lebih mengkhawatirkan adalah dampak atau imbas penyebaran virus Covid-19 terhadap perekonomian Indonesia. Dampak wabah itu terhadap perekonomian sejumlah negara dunia dahsyat. Pada triwulan pertama 2020, pertumbuhan ekonomi di sejumlah negara mitra dagang Indonesia tumbuh negatif: Singapura -2.2, Hongkong -8,9, Uni Eropa -2,7 dan Tiongkok mengalami penurunan sampai minus 6,8. Pertumbuhan ekonomi Indonesia mengalami kontraksi yang cukup dalam dari 4,97 di kuartal 4 tahun 2019 menjadi tumbuh hanya 2,97 pada kuartal pertama tahun 2020.

Aktivitas usaha, termasuk industri manufaktur, menurun drastis atau bahkan hampir tidak ada. Kegiatan produksi sebagian besar industri terhenti. Industri padat karya terpaksa harus merumahkan karyawannya dan bahkan ada yang melakukan PHK. Pembangunan infrastruktur di berbagai daerah di Indonesia terpaksa ditunda. Publik dibatasi mobilitasnya, diminta tidak menggunakan infrastruktur publik. Menurut Sekjen Asosiasi Tol Indonesia (ATI), Krist Ade Sudiyono, hal tersebut berdampak menurunnya penggunaan infrastruktur jalan tol. Arus lalu lintas tol anjlok di kisaran 40%-60%, sehingga menggerus pendapatan dan kemampuan arus kas operator infrastruktur untuk memenuhi kewajibannya.

Kesanggupan pengusaha untuk membiayai perusahaan semakin terkikis karena kemerosotan penghasilan usaha mereka secara drastis. Mengutip Wakil Ketua Umum KADIN Indonesia, Shina Widjaja Kamdani, yang diwawancara media pada April 2020, terungkap kesulitan pengusaha menggaji karyawannya hingga 1-2 bulan ke depan, dan bila wabah berlanjut, perusahaan-perusahaan dikhawatirkan tidak akan punya cukup kemampuan finansial menggaji karyawan mereka, sehingga PHK lebih besar tidak akan terhindarkan.

Dirumahkannya sebagian besar karyawan, ada yang gajinya dipotong, dan ada juga yang di-PHK berdampak pada masalah bagi kesejahteraan keluarga mereka. Pemerintah berupaya mengatasi masalah sosial dengan memberikan bantuan langsung tunai (BLT) kepada warga yang terdampak. Hal yang menarik adalah kepeduian berbagai organisasi dan kelompok masyarakat dengan menggalang dana atau bantuan kepada anggota masyarakat terdampak.

Uraian di atas menunjukkan “wajah-wajah” demokrasi, pembangunan ekonomi, dan kondisi kesejahteraan di masyarakat kita sebelum masa “Normal Baru” diberlakukan. Saat ini masyarakat Indonesia memasuki masa “Normal Baru”, suatu masa yang tampaknya belum dipahami benar oleh sebagian masyarakat. Dalam situasi dimana jumlah anggota masyarakat yang terdeteksi terjangkit Covid-19 meningkat dan mereka tidak mengerti bahwa SPBB masih berlaku, munculnya gelombang berikutnya (Second Wave) mereka yang terdeteksi terjangkit bukan hal mustahil.

Tanpa perubahan perilaku dan cara pandang (mindset), penerapan kehidupan “Normal Baru” oleh masyarakat Indonesia akan menjadi retorika belaka dan utopis. Gelombang kedua akan terjadi apabila masyarakat kita tidak hirau terhadap Protokol Kesehatan. Menurut Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati, biaya yang sangat besar yang telah dikeluarkan Pemerintah semasa PSBB lalu sekitar Rp. 677 trilyun, termasuk untuk stimulus ekonomi untuk menggairahkan aktivitas perekonomian Indonesia.  

Ke depan, pilkada serentak di 270 daerah provinsi, kabupaten, dan kota pada 9 Desember 2020 diperkirakan akan tetap dilaksanakan dengan menerapkan Protokol Kesehatan. Pilkada masih akan berlangsung dengan lembar-lembar surat suara dimana pemilih memberikan suara dengan mencoblos. Di masa depan, pemungutan suara dilakukan dari jarak jauh untuk menghindarkan kerumunan pemilih berkumpul. Kehidupan “Normal Baru” diperkirakan akan memunculkan paradigma baru orang melakukan pemilihan pengurus organisasi atau direksi/manajemen perusahaan menggunakan pemberian suara dari jarak jauh via gawai masing-masing secara elektronik (e-voting).

Sementara itu, di masa “Normal Baru”, segala aktivitas ekonomi diantisipasi akan semakin didominasi dengan transaksi nirkertas (paperless) dan pembayaran nirtunai (cashless). Pada 1 Juli 2020, sesuai peraturan Otoritas Jasa Keuangan (OJK), transaksi belanja menggunakan kartu kredit tidak lagi dilakukan dengan tandatangan di atas slip yang keluar dari mesin EDC (Electronic Data Capture). Pemegang kartu kredit tinggal menekan nomor identifikasi pribadi (PIN) agar mendapatkan persetujuan atas transaksi pembeliannya. Aktivitas industri dan usaha dengan para pekerjanya menggunakan masker dan bekerja berjarak akan menjadi pemandangan biasa dalam kehidupan “Normal Baru”. Protokol Kesehatan akan melebur menjadi rujukan pekerja konstruksi dalam pembangunan infrastruktur dan 8 sektor perekonomian lain yang akan dibuka pemerintah.  

Pembangunan ekonomi berkorelasi atau berdampak langsung pada kesejahteraan masyarakat. Di kehidupan “Normal Baru”, seperti saat ini dan sebelum pandemi Covid-19, penghasilan diterima pekerja melalui transfer ke rekeningnya, dan bagi mereka yang termasuk warga pra-sejahtera, bantuan tunai disampaikan melalui transfer. Pemulihan ekonomi yang terdampak akibat pandemi Covid-19 diperkirakan tidak dapat segera, karena tergantung pada seberapa disiplin masyarakat kita mentaati PSBB dan menerapkan Protokol Kesehatan. Karenanya pemberian bantuan tunai secara reguler dan relaksasi pajak bagi warga dengan kemampuan ekonomi terbatas akan menjadi alternatif kebijakan yang kemungkinan besar akan diambil Pemerintah.

 

 

 

 

 

 

 

 

KOMENTAR