Mengapa Izin Properti Jadi Ladang Subur Korupsi ?
"Suap-menyuap terjadi karena belum semua daerah disosialisasikan terkait izin dalam jaringan terintegrasi (OSS) sedangkan pihak swasta ingin mempercepat pembangunan. Setidaknya ada 41 izin yang harus diajukan untuk akhirnya pengembang diperbolehkan mendirikan bangunan"
Jakarta, Inako
Operasi Tangkap Tangan (OTT) bukanlah satu-satunya jalan mencungkil perilaku korup dari para pamong negeri ini. Pembenahan aturan atau perda-perda perizinan yang dikeluarkan pemerintah daerah menjadi hulu perbuatan mencuri, perlu di telaah kembali.
Banyak pihak mengakui perda yang dibuat oleh pemerintah daerah sengaja didesain sedemikian rumitnya untuk menjaring fulus masuk kantong pejabat pejabat pemegang otoritas.
Cukup keterangan ketua RT/RW sebuah kartu tanda penduduk sudah bisa diurus di sebuah kelurahan, betapa mudahnya semudah senyum terlempar dari wajah pejabat kelurahan.
Sementara untuk mendirikan bangunan para pemohon harus menyiapkan sedikitnya 41 perizinan untuk mendapatkan izin mendirikan bangunan. Begitu rumit didesain, begitu banyak lubang jebakan dipersiapkan sejak awal untuk menjerat para pemohon izin.
Memang pada akhirnya seperti mendapat keseimbangan hukum alam, siapa suka menjerat, cepat atau lambat akan dijerat juga meskipun bukan oleh fulus tetapi oleh operasi tangkap tangan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Kasus OTT KPK terbaru yang dialami Bupati Bekasi dan jajaran pemegang otoritas lainnya, mereka terciduk OTT KPK dari perizinan yang mereka cetak dalam lembaran peraturan daerah dalam konteks izin projek Meikarta.
Ketua Umum DPP REI Soelaeman Soemawinata mengatakan proses pengajuan perizinan untuk mendirikan bangunan seringkali terhambat di pemerintah daerah.
"Sikap REI sangat mendukung adanya online submission system (OSS) dari pemerintah pusat tapi, seharusnya banyak diberlakukan di daerah, kususnya urus perizinan di pemerintah daerah," kata Soelaeman.
Soelaeman menilai suap-menyuap terjadi karena belum semua daerah disosialisakan terkait OSS sedangkan pihak swasta ingin mempercepat pembangunan.
Dia mengatakan setidaknya ada 41 izin yang harus diajukan untuk akhirnya pengembang diperbolehkan mendirikan bangunan.
Sementara itu Direktur Jenderal Pengendalian Pemanfaatan Ruang dan Penguasaan Tanah Budi Situmorang menjelaskan sistem OSS sudah menjadi fokus pemerintah pusat agar pelayanan perizinan dijadikan satu pintu.
"Kenapa membuat pelayanan satu pintu, supaya izin itu mudah. Jika izin susah, orang akan mencari jalan peluang korupsi," kata Budi, belum lama ini.
Dia menjelaskan karena itu, penting bagaimana pemerintah membuat sistem perizinan yang transparan dan mudah, jika perlu prose perizinan tidak perlu lagi tatap muka, mengajukan izin secara online.
"Beberapa kantor sudah begitu, saya pikir di Bekasi ini belum bisa OSS, maka mereka mengurus izin lama, nyatanya begitu, kalau tidak kan tidak OTT," jelas Budi.
Senada dengan hal itu, Dewan Pembina Asosiasi Pengembang Perumahan dan Permukiman Seluruh Indonesia (APERSI) Eddy Ganefo menilai dalam pengurusan perizinan sering menjadi celah bagi pengembang dan pemerintah melakukan kasus suap.
“Baik dari pemerintah dan pengembang sama-sama saling memanfaatkan, pemberi izin kerap memanfaatkan posisi dengan mempersulit pembuatan perizinan, sementara pihak pengembang ingin masalah perizinan cepat selesai,” kata Eddy.
Eddy mengatakan sebenarnya dalam aturan, waktu untuk membuat perizinan tidak lama. Ia mengambil contoh untuk pembuat perizinan IMB, waktu yang dibutuhkan hanya satu bulan, namun jika tidak ada uang tambahan, bisa-bisa proses pembuatannya bisa sampai satu tahun.
“Kondisi inilah yang terkadang akhirnya membuat pengembang harus mengeluarkan biaya khusus untuk menyuap pihak-pihak tertentu agar proyek mereka bisa tetap berjalan," kata Eddy.
Dia menilai seharusnya pengembang menahan diri menggunakan jalur khusus membuat perizinan, tidak mengapa waktunya lama jika prosesnya lebih aman dan tidak melanggar hukum.
KOMENTAR