Pembebasan Bersyarat Pinangki dan Ratu Atut Dinilai sebagai Episode Buruk Penanganan Korupsi
JAKARTA, INAKORAN.COM
Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham) memberikan pembebasan bersyarat kepada dua narapidana kasus korupsi, yaitu bekas jaksa Pinangki Sirna Malasari dan bekas Gubernur Banten Ratu Atut Chosiyah pada Selasa (6/9/2022).
Pinangki terseret kasus korupsi, pencucian uang, dan pemufakatan jahat terkait pengurusan fatwa bebas bagi Joko S. Tjandra. Pinangki divonis 4 tahun penjara dan akan bebas murni pada 18 Desember 2023.
Akan tetapi pada 6 September 2022, Pinangki mendapat pembebasan bersyarat dari Kemenkumham dan hanya dikenakan wajib lapor ke Balai Pemasyarakatan Kelas I Jakarta Selatan.
Ratu Atut diseret ke penjara setelah terbukti melakukan suap pada bekas Ketua Mahkamah Konstitusi Akil Mochtar terkait penanganan masalah Pilkada di Kabupaten Lebak, Banten.
Baca juga
Terjerat Kasus Penganiayaan, Ibu Muda Ini Terpaksa Bawa Bayinya Masuk Penjara
Setelah dikeluarkan dari Lapas Kelas IIA Tangerang karena mendapat pembebasan bersyarat dari Kemenkumham, Ratu Atut diwajibkan mengikuti bimbingan dari Bapas Serang sampai dengan 8 Juli 2026.
Koordinator Humas dan Protokol Direktorat Jenderal Pemasyarakatan Kemenkumham Rika Aprianti mengatakan, Pinangki dan Ratu Atut memenuhi syarat pembebasan bersyarat sesuai dengan yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2022 tentang Pemasyarakatan.
Pembebasan bersyarat yang diberikan kepada Pinangki dan Ratu Atut dinilai sebagai episode buruk dalam pemberantasan korupsi terhadap aparat penegakan hukum. Hal ini juga menunjukkan kelemahan negara dalam memerangi kejahatan korupsi.
“Lengkap sudah sebenarnya, proses penegakan hukumnya yang bermasalah, proses persidangan yang meringankan hukuman, dan ketika masuk ke lembaga pemasyarakatan justru dikurangi sehingga mendapatkan pembebasan bersyarat seperti yang mereka (Pinangki dan Ratu Atut) dapatkan,” ujra Peneliti Indonesia Corruption Watch, Kurnia Ramadhana.
KOMENTAR