PKB dan Humor Politik Yang Merendahkan

Oleh. : H. Adlan Daie
Pemerhati politik dan sosial keagamaan
JAKARTA, INAKORAN
Humor dan plesetan politik bahwa PKB adalah "Partai Kandang beringin" atau "Partai Kebun Beringin" atau "Partai Kandang Banteng" dalam sebuah talkshow politik di panggung harlah GP Ansor Indramayu yang viral di media sosial bukanlah humor politik yang mencerahkan tapi "mengejek".
Pelakunya dalam derajat keadaban politik modern bisa dikategorikan tidak berprilaku "kemanusiaan yang adil dan beradab", - atau dalam diksi keras George Orwil disebut prilaku "binatangisme politik", bersifat merendahkan "entitas", harga diri, muru'ah dan martabat partai tertentu.
Dalam perspektif Gusdur dalam kata pengantarnya atas buku "Mati ketawa ala Rusia" (terbit 1992) Humor dan plesetan politik bukan tidak boleh tap justru perlu untuk mentertawakan tirani kekuasaan yang menyiksa batin batin publik.
Humor politik haruslah bersifat "surprise" dan "enlighten", yakni mengandung efect kejut, mencerahkan dan jauh dari niat merendahkan, sebuah jalan "eskapis" atas ketidak berdayaan publik terhadap kebijakan penguasa "fir"unisitik" dan dlolim "unlimited".
Dalam konteks ini humor dan plesetan politik akan "meaning full" dan bermakna jika diarahkan misalnya mentertawakan kebijakan "dlolim" atas disandranya dana tabungan nasabah BPR KR bukan mentertawakan "entitas" partai politik lain dan "menyesatkan".
PKB dalam khazanah politik di Indonesia tidak lain adalah "Partai Kebangkitan Bangsa", tidak dapat diplesetkan "seenak udel dewek" apalagi dengan kesan "arogan", angkuh dan jumawa". PKB dengan kepanjangan "Partai Kebangkitan Bangsa" dipilih dengan bersanad pada kata "nahdloh" dalam "Nahdlatul Ulama", artinya "kebangkitan"
Kata "nahdloh" dalam analisis sintaksis Gusdur diambil dari kata "yunhidu" dalam bait kitab "alfiyah", kitab "babon" dalam tradisi pesantren NU. Karena itu ketika dulu Gusdur tahun1998 mendirikan partai dengan inisiasi resmi ormas "Nahdlatul Ulama", Gusdur menolak usulan sejumlah kiai untuk menamakan partai dengan "Partai Kemajuan Umat" dan "Partai Kebangkitan Umat".
Pilihan nama "Partai Kebangkitan Bangsa" bukan sekedar apa yanv disebut williem Shakesfeare "what's a name", apa arti sebuah nama - melainkan nama "keramat" berdimensi tradisi ke NU an dalam satu tarikan nafas dalam konstruksi "kebangsaan" kita. Dengan kata lain PKB didirikan sebagai "jangkar politik kebangsaan" dalam tarikan nilai nilai keagamaan Nahdlatul Ulama.
Maka memplesetkan PKB dengan kepanjangan "Partai Kandang beringin" atau "Partai Kebun Beringin" atau "Partai Kandang Banteng" adalah out put cara berfikir dan cara bertindak diluar "fatsun" ke NU an meskipun mungkin yang bersangkutan pengurus NU.
NU bukan sekedar organisasi berstempel melainkan cara berfikir dan cara bertindak "tawassut, tasamuh, tawazun, i'tidal (moderat, toleran, balance dan berkeadilan).
Tapi di atas segalanya ketika kader kader muda PKB mendatangi penulis dan hendak melaporkan pihak pihak yang memplesetkan PKB di di atas penulis "tidak setuju" dan tidak perlu meskipun penulis memahami "darah muda politik" mereka.
Dalam hemat penulis penyelesaian silaturahim ala NU lebh mencerminkan kedewasaan berpolitik dan tidak perlu merespon dengan cara tidak ala NU atas prilaku politik tidak "nu banget".
KOMENTAR