PKB Kejarlah Partai NU 1955

Oleh : Adlan Daie
Wakil Sekretaris PWNU Jawa Barat
JAKARTA, INAKORAN
PKB jelas "anak kandung" ideologis dan kultural Partai NU peserta pemilu demokratis pertama tahun1955 di diikuti 28 partai politik dan sejumlah peserta perorangan.
Hasilnya Partai NU di peringkat tiga secara nasional dengan urutan empat besar, yaitu PNI pemenang pemilu dengan raihan 22, 36%, menang di dapil Bali dan Maluku Utara.
Peringkat kedua partai Masyumi dengan raihan 20, 91 %, menang di 10 dapil dari 15 dapil se Indonesia dalam pemilu 1955. Peringkat ketiga partai NU dengan raihan 18, 41%, menang di dapil Jawa Timur dan Kalimantan Selatan. PKI di peringkat keempat dengan raihan 16, 36 %, menang di dapil Jawa Tengah.
BACA:
Gus Ami Dan Moderasi Pilpres 2024
PKB dan partai NU tahun1955 bukan saja memiliki kesamaan di level basis sosial dan ideologisnya, lebih dari itu, tumbuh di era demokrasi multi partai yang relatif sama dan sistem pemilu yang diikutinya sama sama proporsional (bukan sistem distrik).
Karena itu, mengejar raihan partai NU tahun 1955 sebesar 18% tidak mustahil bagi PKB di pileg 2024 atau setidaknya 15% meskipun di lima kali pemilu di era reformasi raihan PKB masih di bawah 15% tapi sebaran basis elektoralnya di era kepemimpinan H. Muhaimin Iskandar (baca: Gus Ami) sedikit lebih meluas di banding partai NU tahun 1955 terutama di luar pulau Jawa.
Konstruksi perbandingan di atas untuk sedikit menjelaskan bahwa PKB sebagai "anak ideologis" partai NU tahun 1955 meskipun dengan rentang jaman yang jauh, berbeda dan berubah tetaplah titik tumpu kekuatannya pada "Party Identification" atau di singkat "Party Id" sebagaimana partai NU di pemilu tahun 1955.
Bahkan sebagaimana temuan riset Saeful Mujani, seorang pakar dan peneliti politik, PKB adalah satu dari sedikit partai di era reformasi yang paling kuat "Party Id" nya. Yakni derajat komponen psykhologis di mana PKB adalah identitas politik relatif tunggal di basis pemilih tradisional lingkungan sosial santri.
Dalam konteks kekuatan "Party Id" itulah (meskipun sedikit mulai menurun derajatnya) PKB relatif tidak tergantung pada popularitas figur tertentu, tokoh NU tertentu atau kehebatan caleg tertentu meskioun sistem pemilu berubah ke sistem proporsional terbuka. Seorang tokoh PKB misalnya pindah mengikuti kontestasi caleg di partai lain tidak serta merta pemilih setia nya saat di PKB dulu ikut bermigrasi pilihannya.
Sebaliknya tokoh kuat PKB dan populer di ruang publik tidak serta merta mudah pula menaklukkan basis pemilih di luar basis kekuatan "Party Id" PKB kecuali dengan model penetrasi lain seperti program pemberdayaan dan lain lain mampu sedikit memberi insentif elektoral bagi PKB di sejumlah daerah tertentu tapi tidak signifikan dengan ongkos politik yang sangat mahal.
Kepemimpinan Gus Ami di PKB sebagai partai yang kuat di level "Party Id" sudah tepat dibangun tidak dengan kekuatan kharisma personal figur melainkan pada kemampuan kepemimpinan manajerial dan soliditas kerja kerja kolektif dengan mengedepankan partai sebagai komponen terpenting, sekali lagi, bukan pada pesohor figur figur partai baik selebritis maupun kader partai yang sedang menduduki jabatan jabatan politik.
Cara kerja poltik seperti ini pas bagi PKB sebagai partai yang sangat kuat "Party Id" nya untuk menarik pulang warga NU ke rumah politik aslinya, PKB, yang menurut data survey LSI tahun 2017 sangat besar populasinya untuk "digarap" dengan penetrasi berimbang antara model model ke NU an yang "guyup" dan penetrasi politik yang adaptif dengan pergeseran persepsi politik mereka.
Dalam perspektif inilah penulis meyakini PKB mamou mengejar prestasi partai NU tahun 1955 dengan cara yang relatif "murah" di tengah pragmatisme politik yang dahsyat menindih ruang publik.
Semoga. !
TAG#PKB, #NU, #ADLAN DAIE, #MUHAIMINISKANDAR, #PBNU, #GANJARPRANOWO, #PDIP, #PUAN, #KEMENKU, #GOLKAR, #DEMOKRAT, #PKS, #NASDEM
204619766
KOMENTAR