Gus Ami Dan Moderasi Pilpres 2024.

Oleh : Adlan Daie
Wakil Sekretaris PWNU Jawa Barat.
JAKARTA, INAKORAN
Dr. Tamrin Amal Togola, guru besar sosiologi UI, menyimpulkan bahwa kontestasi Pilpres 2024 adalah pertarungan ideologis kelompok "Nasionalis Sekuler" dan "Nasionalis Religius" pasca Hasto Kristyanto, Sekjend PDIP, menyampaikan sikap politik partai nya di ruang publik menutup peluang berkoalisi bersama partai Demokrat dan PKS dengan skenario Pilpres 2024 hanya dua pasangan calon.
Jika benar, maka inilah pertarungan ideologis paling ekstrim dari residu polarisasi politik yang membelah tajam secara sosial sejak Pilpres 2014 dan 2019. Berpotensi merusak sendi.sendi kehidupan berbangsa dan ber negara.
Itulah mengapa H. Abdul Muhaimin Iskandar (baca : Gus Ami) harus hadir dalam kontestasi Pilpres 2024 untuk moderasi dua kutub ekstrim ideologis di atas. Posisi nya sebagai ketua umum partai mewakili basis sosial "santri" dalam pengertian kultural Dr. Zamakhsyari Dhofir dalam bukunya "Tradisi Pesantren" maupun dalam pengertian politik Prof. Abdul Munir Mulkhan dalam bukunya "Runtuhnya Politik Santri" adalah titik simpul tengah dari pertarungan paling ekstrim dari dua kelompok ideologis di atas.
Secara elektoral pernyataan Hasto di atas memang dapat dibaca bagian dari strategi politik partainya. Makin tegas identitas ideologis branding partainya "Nasionalis Sekuler" makin mudah menghimpun suara partai dari basis sosial "abangan", market share elektoral terbesar di Indonesia dan basis sosial tradisional PDIP.
Di kutub spektrum ideologis sebaliknya dalam pengertian "Nasionalis Religius" agak ke "kanan" misalnya PKS akan mendapatkan "berkah" elektoral dari basis "islam kota" meskipun dengan basis sosial relatif kecil tapi kokoh, solid dan kuat. Resikonya pertarungan dua kutub ideologis di atas akan mengeras dan membuncah hingga ke akar rumput.
Dalam kerangka itu, penulis membaca banyaknya arus dukungan dari para ulama, perhimpunan masyarakat pesantren, LSM penggiat demokrasi, kelompok petani dan nelayan di pedesaan dengan tradisi keagamaan yang "guyup" dan varian sosial islam moderat di perkotaan dan perguruan tinggi kepada Gus Ami untuk maju dalam kontestasi Pilpres 2024.
Artinya, arus dukungan di atas harus dibaca jangan sekedar dalam konteks kontestasi elektoral perebutan kekuasaan pragmatis, lebih dari itu, Gus Ami harus hadir.dan dihadirkan karena posisi politiknya adalah simpul.tengah dari tarik tambang dua kutub ideologis di.atas yang makin mengeras tensi politiknya demi kepentingan masa depan Indonesia Raya yang kokoh, integratif dan bersatu lahir batin. Demi "amal jariyah" politik kebangsaan NU dan PKB bagi masa depan Indonesia.
Dari sisi lain majunya Gus Ami dalam Pilpres 2024 juga membuka jalan lapang bagi PKB memenuhi target politik nya 15% di pileg 2024 yang dilaksanakan serentak bersama Pilpres. Teori "coat tail efect" atau effect ekor jas di mana seorang capres yang memiliki asosiasi kuat terhadap partainya dalam temuan riset dan survey pplitik selalu memberi "berkah" elektoral terhadap partai yang di pimpinnya.
Sebaliknya jika Gus Ami tidak maju pertama akan kehilangan peran moderasi nya dalam kontestasi Pilpres yang akan mengeras tajam secara ideologis hingga ke basis akar rumput dan kedua PKB bisa "ambyar" memenuhi targetnya 15%. Bahkan bisa jadi lebih berperan mensubsidi elektoral partai lain yang menjadi "formatur" koalisinya.
Di sinilah Gus Ami ditunggu "berkah" elektoralnya bagi PKB, partai yang di pimpin nya sekaligus peran peran moderasi nya dalam Pilpres 2024 untuk merawat nilai nilai kemuliaan politik.. Setidaknya potensi konfrontasi ideologis ekstrim antara ayunan "politik radikalisme agama" dan "Sekularisasi Pancasila" di geser menjadi kontestasi gagasan dan ide yang mencerahkan ruang publik untuk jalan bersama menuju "Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia".
Wassalam !
TAG#ADLAN DAIE, #NU, #muhaimin iskandar, #PKB
198869744
KOMENTAR