Muktamar NU Dipercepat Solusi Terhormat dan Bermartabat

Hila Bame

Wednesday, 26-11-2025 | 16:07 pm

MDN

 

 


Oleh : H. Adlan Daie
Analis politik dan sosial keagamaan 

 

JAKARTA, INAKORAN

Eskalasi konflik internal PBNU sudah mencapai "titik didihnya", sulit diselesaikan secara parsial kecuali dengan opsi "Muktamar NU dipercepat", sebuah solusi konstitusional forum tertinggi permusyawaratan NU tiga bulan ke depan atau dilaksanakan beberapa hari pasca Hari Raya Idul Fitri 1447 H, sekitar Maret 2026.  

Mendesak mundur atau diksi vulgarnya "menyingkirkan" salah satu faksi di tubuh PBNU "di tengah jalan" selain cara "tidak NU banget", juga prosesnya panjang, akan terjadi adu kuat molibisasi opini di ruang publik dan konsolidasi "kiai kiai" struktural maupun kultural untuk menguatkan "legal standing" posisi masing masing secara faksional. 

Sebaliknya, membiarkan konflik ini terlalu lama saling mengunci satu sama lain, akan menyulitkan bagi PBNU dalam konsolidasi adminstrasi organisasi maupun dalam menjalankan "Khidmah" dan layanan NU kepada umat, melemahkan posisi kulturalnya sebagai "subkultur" penyangga elemen kebangsaan.

Tradisi "pecat memecat" atau didesak "mundur" memang sering dilakukan rejim PBNU hari ini kepada sejumlah pengurus PWNU (Provinsi) dan PCNU (Kab/Kota) yang justru mereka saat ini sedang berkonflik parah, harus diakhiri kecuali pelanggaran fatal menyangkut "Qanun" asasi", prinsip prinsip dasar ideologis dan organisatoris. 

Inilah konsekuensi di mana para elite PBNU saat ini nyaris sepenuhnya "politisi", sekurang kurangnya kuat secara mindset politik. Mereka tak terhindarkan cenderung menggunakan relasi kuasa politik ke atas. Ke bawah pun akhirnya selalu tergoda menggunakan pendekatan "kuasa" untuk menundukkan jajaran pengurus di bawahnya (PWNU dan PCNU) yang berbeda.

Pendekatan politik "menang menangan" antar pihak yang berkonflik dengan mindset kuasa politik masing masing dan dengan argument pasal pasal AD/ART dalam tafsir masing masing, hanya potensial melahirkan "dualisme kepengurusan" di PBNU.

Sedihnya, jika kemudian memindahkan eskalasi konflik ke meja pengadilan. Drama panjang melelahkan tapi tidak elok dipandang umat. Sakitnya tuh di sini, ormas Islam terbesar tempat jutaan umat berteduh menjadi kurang nyaman.

Dalam perspektif itu, maka pilihan Muktamar NU yang dipercepat adalah jalan solusi "terhormat" bagi semua yang terlibat konflik internal PBNU  sekaligus  "bermartabat" bagi NU sebagai jam'iyah dengan jumlah pengikut ratusan juta umat -  jumlah yang tidak main main harus ditimbang suasana kebatinan mereka.

Muktamar NU yang "dipercepat" hanya sebuah istilah yang  lebih "lunak" dibanding menggunakan istilah "Muktamar Luar Biasa" (MLB). MLB terlalu aksentuasi politis, seolah olah NU tak ada bedanya dengan entitas partai politik yang berorientasi pada kekuasaan politik, bukan khidmah kepada umat.

Artinya, "Muktamar NU ke 35" dimajukan karena "kekhususan" situasional", satu tahun dari periode normal kepengurusan PBNU saat ini masih dalam ambang batas toleransi wajar sebagai jalan keluar dari eskalasi puncak konflik internal elite PBNU saat ini.

Para elite PBNU sudah sangat teruji dan terampil mengorkestrasi hal hal seperti ini, terbiasa dalam skema berfikir ala kaidah fiqih pesantren "Ma la yudrok kulluh, la yudrok kulluh", sesuatu yang tidak dapat dicapai seluruhnya, maka jangan tinggalkan seluruhnya.

Dengan kata lain, Muktamar NU yang dipercepat" tentu tidak seluruhnya menyenangkan kedua belah pihak dalam klaim posisi kebenaran dan "legal standing" masing masing tapi itulah jalan maslahat paling maksimal bisa ditempuh dalam kompromi kedua belah pihak.

Muktamar NU yang dipercepat setidaknya selain mengakhiri eskalasi konflik elite PBNU saat ini secara konstitusional organisatoris, juga diharapkan menghasilkan kepengurusan PBNU baru yang lebih "fresh" untuk menata NU ke depan dalam optimalisasi khidmahnya kepada umat, bangsa dan negara.

NU masa depan dengan segala variabel tantangannya tidak memadai lagi hanya semata mata dipahami para level atribut atribut  lahiriyahnya, tidak memadai hanya dihayati sebagai kerja kerja politik pragmatis, segmentatif dan eksklusif secara sosial. 

Dengan SDM berlimpah saat ini di level masyarakat maupun di perguruan tinggi, NU harus memproyeksikan diri menjadi elemen pendorong bagi ikhtiar mengatasi kesenjangan sosial di mana mayoritas warga NU di level akar rumput sering tak tersentuh kebijakan affirmatif negara.

Pertanyaan endingnya, apakah  "Muktamar NU yang dipercepat" menjadi pilihan para elite PBNU yang tengah berkonflik saat ini sebagai entry point, titik masuk, untuk rancang bangun proyeksi kerja NU di masa depan? Jawabannya "Wallahu a'lam bil showab. 

 

 

TAG#NU, #ADLAN, #ISLAM, #ORMAS

214293495

KOMENTAR