Prof. Anhar Gonggong: Bung Karno Tidak Pernah Pertentangkan Nasionalis dan Islam

Inakoran

Friday, 16-03-2018 | 08:06 am

MDN
Sejarawan Universitas Indonesia Prof. Anhar Gonggo

Jakarta, Inako

Bung Karno tidak  penah mempertentangkan Islam dan nasional, karena merupakan dua kekuatan yang saling melengkapi dalam memperjuangkan kemerdekaan Indonesia.

Hal ini diungkapkan oleh  Prof. Anhar Gonggong, sejarawan Universitas Indonesia dalam Diskusi Kamisan dengan tema: “Soekarno dan Islam” di Menteng, Jakarta Pusat, Kamis (15/3/2018). Diskusi yang diselenggarakan oleh DPP Taruna Merah Putih (TMP) ini juga menghadirkan dua pembicara lainnya, yakni H. Idham Samawi, Ketua Bidang Ideologi & Kaderisasi DPP PDI Perjuangan, dan Asep Irfan Mujahid, Ketua Umum Ikatan Pelajar Nahdlatul Ulama.

 

Anhar menambahkan bahwa keislaman Bung Karno tidak perlu diragukan. Sejarah membuktikan bahwa Bung Karno merupakan orang yang pertama menolak usulan pencoretan tujuh kata dalam Piagam Jakarta. Pasalnya Bung Karno melihat bahwa tokoh-tokoh Islam memiliki kontribusi yang sangat besar dalam memperjuangkan kemerdekaan Indonesia.

“Saya kira kita tidak perlu meragukan keislaman Bung Karno. Sebab sejarah menunjukkan bahwa Bung Karno adalah orang yang pertama menolak usulan penghapusan tujuh kata dalam Piagam Jakarta. Tapi banyak orang tidak tahu hal ini. Setelah mendengar masukan dari Indonesia Timur melalui Bung Hatta, karena keberatan dengan tujuh kata itu   dalam Piagam Jakarta, maka Bung Karno sebagai Ketua Panitia 9 yang merumuskan Piagam Jakarta, tidak mengambil keputusan sendiri. Ia langsung mendiskusikan masalah itu dengan perwakilan Islam yang diwakili oleh Muhammadyah dan Nahdlatul Ulama. Dengan mempertimbangkan situasi pada waktu, tokoh Islam pun tidak keberatan mencoret tujuh kata itu. Itulah kehebatan para founding father saat itu,” tegas Guru Besar Sejarah UI ini.

Anhar menambahkan kerelaan terjadi kerena mereka terus melakukan dialog. Walaupun mereka berbeda pendapat, tetapi tidak untuk dipertentangkan.

“Dialog itu sangat penting. Indonesia bisa jadi melalui proses dialog diantara semua pihak. Pemikiran boleh kontroversial, tetapi jangan dipertentangkan. Bangsa ini tidak akan pernah maju-maju kalau tidak ada dialog dan hanya berisi pertengkaran saja,”  tambah sejarawan ini.

 

KOMENTAR