Politik Identitas Jadi Tantangan Serius Pemilu 2024

Binsar

Monday, 21-11-2022 | 10:14 am

MDN
Para peserta yang hadir dalam acara Sosialisasi Pemilu 2024 di Paroki Maria Bunda Segala Bangsa, Kota Wisata, Keuskupan Bogor, Sabtu (19/11) [Inakoran]

 

 

 

Bogor, Inakoran

Yohanes Ari Nurcahyo, Direktur Eksekutif PARA Syndicate mengatakan, politik identitas menjadi salah satu tantangan serius dalam pemilihan umum serentak tahun 2024. Politik identitas, menurutnya, sangat berbahaya, karena berpotensi menciptakan polarisasi atau keterbelahan dalam masyarakat atas dasar suku, agama, ras, dan antargolongan.

Hal tersebut disampaikan Ari, saat tampil sebagai narasumber, dalam acara Sosialisasi Pemilu 2024, kepada para Pengurus Kerasulan Awam (Kerawam) dari lima Paroki di Dekanat Timur, Keuskupan Bogor, di Gereja Maria Bunda Segala Bangsa (MBSB), Kota Wisata, Sabtu (19/11).

“Pembelahan dan polarisasi yang sangat kuat di kelompok masyarakat menjelang Pemilu 2024 semakin nyata. Karena itu, baik masyarakat, penegak hukum, maupun institusi pemerintah perlu bekerja sama menciptakan kontestasi politik yang sehat untuk mencegah politik identitas muncul dan menguat kembali,” tandas Ari.

Ari menambahkan, luka akibat politik identitas yang terjadi dalam pemilihan kepala daerah di DKI Jakarta pada 2017 hingga kini masih terbayang. Untuk itu, pembelahan di antara kelompok masyarakat harus segera diredam agar tidak kembali muncul dan terulang di Pemilu 2024.

(ki-ka: Yohanes Ari Nurcahyo, RD. Dionysius Adi Tejo Saputro dan Marcellianus Djadijono [Inakoran] 

 

Per definisi, politik identitas adalah upaya suatu kelompok tertentu untuk mempolitisasi identitas dengan tujuan untuk mendapat dukungan dari orang-orang yang merasa 'sama', secara ras, etnisitas maupun agama.

Secara sosiologis, manusia lahir dan bertumbuh dalam sebuah identitas tertentu, entah itu kultur, etnis atau ras. Dalam konteks itu, identitas merupakan unsur yang secara natural melekat dalam diri setiap orang.

Akan tetapi, masalah muncul ketika identitas (baca: agama) dipolitisasi untuk mencapai tujuan politik kelompok tertentu. Dalam konteks itulah politik identitas dinilai berbahaya, karena melahirkan keterbelahan dalam masyarakat.

Selain Ari Nurcahyo, acara sosialisasi itu juga dihadiri oleh dua narasumber lain yakni RD. Dionysius Adi Tejo Saputro, Ketua Komisi Kerawan Keuskupan Bogor dan Marcellianus Djadijono, Peneliti Senior Fungsi Pengawasan DPR FORMAPPI.

Dalam paparannya, Marcellino memaparkan beberapa tips cerdas bagi para pemilih dalam Pemilu 2024. Menurutnya, tips cerdas itu penting, agar para pemilih (khususnya umat Katolik) dapat menggunakan hak pilihnya secara benar dalam memilih calon Presiden dan Wakil Presiden serta para wakil yang akan duduk di Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), dan Dewan Perwakilan Daerah (DPD) pada Pemilu 2024.

Ibu Sondang, pembawa acara [Inakoran}

 

Sementara itu, RD Dionysius, dalam kapasitasnya sebagai Ketua Komisi Kerasulan Awan (Kerawam) Keuskupan Bogor, secara khusus memberi penekanan pada pentingnya keterlibatan umat Katolik (awam Katolik) secara nyata dalam berbagai jabatan politik di tengah masyarkat.

Gereja, katanya, sangat mendorong awam Katolik untuk terlibat aktif dalam organ pemerintahan pada tingkat bawah seperti RT dan RW.

“Gereja mendorong kaum awam untuk mengambil bagian dalam jabatan pemerintah tingkat bawah seperti RT dan RW,” katanya.

Dasar partisipasi kaum awam dalam politik, lanjutnya, adalah amanat Konsili Vatikan II, sebagaimana digariskan dalam dokumen Apostolicam Actuositatem (AA), yang dia sebut sebagai Kitab Suci-nya kaum awam.

Dalam dokumen AA disebutkan “Dalam melaksanakan perutusan Gereja itu, kaum awam menunaikan kerasulan mereka baik dalam gereja maupun di tengah masyarakat, baik di bidang rohani maupun di bidang duniawai” (AA 5).

Sebagian peserta acara Sosialisasi [Inakoran]

 

Keterlibatn awam dalam politik, lanjutnya, bisa dilakukan secara kelompok, dengan masuk dalam sebuah organisasi tertentu, atau juga individu, yakni menjadi pengurus RT atau RW.

Senada dengan Romo Dion, Cornelius Gandung, Koordinator Kerawam Dekanat Timur, di awal acara mengatakan, tugas Kerawam adalah menghadirkan Gereja dalam bidang sosial politik umat. Itu artinya, awam harus bergerak, mengisnpirasi dan terlibat langsung dalam kehidupan umat.  

Acara itu dihadiri ratusan orang yang terdiri dari utusan pengurus Kerasulan Awam paroki-paroki yang ada di Dekanat Timur, juga utusan tiap lingkungan yang ada di Paroki Maria Bunda Segala Bangsa Kota Wisata.

Acara itu dibuka dengan menyanyikan lagu kebangsaan Indonesia Raya dan ditutup dengan lagu Padamu Negeri, yang secara implisit mau menunjukkan bahwa peserta yang hadir adalah individu yang seratus persen Katolik dan seratus persen Indonesia.

 

KOMENTAR