Taufik dan Solusi Moderat Partai Golkar

Hila Bame

Thursday, 02-07-2020 | 11:59 am

MDN

Oleh.  : Adlan Daie

Pengamat politik elektoral Indramayu

Indramayu, Inako

Di tengah konflik tajam dan membatin di internal partai Golkar Indramayu saat ini, mengutip diktum politik Otto Van Bismoch, politisi Jerman abad 19,  bahwa "Politics is the act off the possible,  the next best", yakni politik adalah seni mengelola kemungkinan untuk mencapai yang terbaik berikutnya dalam konteks ini setidaknya dalam perspektif penulis Taufiq Hidayat, politisi senior partai Golkar sekaligus Plt bupati Indramayu dapat ditimbang  satu dari sekian kemungkinan politik untuk diletakkan sebagai solusi moderat dalam konstruksi pencalonan bupati dari partai Golkar dalam kontestasi pilkada 2020

 

BACA JUGA:  Menimbang Pertemuan DEWA dan DMS

Bukanlah sebuah rahasia bahwa partai Golkar Indramayu tengah didera konflik  "political interplay", politik tarik tambang adu kuat antara faksi H. Yance, politisi berpengaruh di partai Golkar dengan faksi Syaefudiin, sekretaris partai Golkar sekaligus ketua DPRD Indramayu pasca H. Supendi, pucuk pimpinan tertinggi partai Golkar dan mantan bupati Indramayu terjerat OTT KPK. Konflk yang tak terbayangkan akan mengeras tajam dan mungkin bersifat fisik jelang fase akhir rekruitmen pencalonan bupati dan suksesi kepemimoinan DPD partai Golkar Indramayu


Karena itu, sebagai pemerhati politik.dan bagian dari publik Indramayu tanpa berpretensi masuk ke area konflik internalnya penulis memandang penting untuk menyampaikan proposal.solusi moderat agar partai Golkar sebagai "the rulling party", partai pengemban amanah kuasa agar  tetap tegak lurus dalam pelayanan publik, tidak tersandra konflik politik primitif ala Tunggul Ametung versus Ken Arok atau versi  Menak Jinggo versus Damarwulan dalam tradisi.suksesi kerajaan jawa kuno. Sebuah solusi moderat di mana partai Golkar sesungguhnya memikili basis tradisi moderasi politik sangat kokoh dan  panjang dalam  dinamika sejarahnya.


Dari sudut pandang penulis konflik diatas dapat diorkestrasi oleh H. Yance sebagai "Godfather" partai Golkar dengan pendekatan "Pancasilais", yakni hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan.  Dalam konteks ini baik Daniel Muttaqin Syafiudin (DMS), Taufik Hidayat dan Syaefudin, tiga kader penting partai Golkar hari ini  dalam relasi politik H yance dapat diletakkan secara moderat dan proporsional dalam jabatan politik dengan mempertimbangkan suasana kebatinan publik dan perkiraan minimalis mudlorot politiknya. Pendekatan kuasa "the winning take all", bahwa pemenang mengambil semua, siapa pun pemenangnya kelak hanya menyisakan luka tak terperikan.


Di sinilah pentingnya dalam konstruksi moderat penulis meletakkan Taufik Hidayat dalam prioritas sebagai calon bupati dari partai Golkar sebagai titik kesinambungan jabatannya hari ini menjadi Plt buoati Indramayu dan Syaefudin sebagai ketua DPD partai Golkar untuk menjamin para loyalisnya di DPRD tidak tersandra ancaman"nafas politiknya" dari pemecatan (PAW). Sementara DMS, putra H. Yance sendiri, di usianya yang masih sangat muda dan berkarier kinclong terpilih dua kali sebagai anggita DPR RI tetap berkiprah di level politik nasional untuk proses pematangan diri setidaknya hingga lima tahun sebelum berkiprah langsung di kepemimpinan Indramayu.


Secara elaboratif meletakkan kemungkinan ketiga opsi moderat selain dijelaskan di atas juga dalam kerangka mempertimbangkan suasana kebatinan publik mayoritas diam atas desas desus framing isu dinasti politik dan OTT KPK dalam dinamika politik akar rumput. Perspektif jalan moderat ini akan kembali menguatkan  mesin politik partai untuk memenangkan Taufik Hidayat,  calon bupati yang diusungnya tentu dengan menjaga keadilan proporsi wilayah barat dari sisi figur wakilnya di saat poros politik perubahan selalu gagal mencapai titik pematangan kondisi terkait koalisi partai dan paket figur pasangannya.


Penulis sungguh menyadari sepenuhnya bahwa proposal jalan moderat di atas  hanyalah bagian dari.sharing gagasan yang tidak mudah prosesnya untuk mencapai titik temu karena dinamika konfliknya nyaris membatin. Penulis pun tidak punya hak apapun untuk terlibat dalam dinamika konflik internalnya termasuk jika misalnya DMS tetap berebut kursi ketua DPD partai Golkar sekaligus calon bupati berpasangan denganTaufik Hidayat meskipun dalam perspektif penulis abai pada keadilan proporsi wilayah barat dan meningkatknya tensi framing stigmatik di platform media sosial.

Pesan yang hendak penulis sampaikan dalam tulisan singkat ini hanyalah bahwa sebagai "the rulling party" dan pemenang pileg 2019, konflik di atas tidak saja merugikan partai Golkar secara internal, lebih dari itu, dampaknya berkait dengan kepentingan publik Indramayu.  Karena itu, partai.Golkar harus ditarik ke khittah politiknya, yakni politik karya dan kekaryaan dengan membuka tiga  kemungkinan moderat  di atas agar makna kehadiran politiknya menjadi jalan peradaban bukan alat berebut kuasa dengan jalan adu kuat penaklukan cara sipil.

Semoga bermanfaat

TAG#ADLAN DAIE

163529166

KOMENTAR