BPN Mabar Diduga Korupsi, 138 Warga Lapor ke Kapolres dan Kejaksaan Mabar

Labuan Bajo, Inakoran
Sebanyak empat orang yaitu Alfon Dambut, Mikhael Antung, Yosef Yakop dan Berto mengajukan aduan kepada Kapolres Manggarai Barat dan Kejaksaan Negeri Manggarai Barat terkait dugaan korupsi Badan Pertanahan Nasional (BPN) Manggarai Barat (Mabar). Keempat orang ini bertindak mewakili 138 warga Manggarai Barat.
Aduan yang mereka sampaikan kepada Kapolres Manggarai Barat adalah terkait kinerja BPN Mabar yang berpotensi memicu konflik antara BPN dengan 138 warga yang sudah menyetor uang kepada ke BPN. Sementara aduan yang ditujukan kepada Kejaksaan adalah terkait soal penggunaan uang yang tidak jelas atau dugaan manipulasi uang pendaftaran proses sertifikat 134 warga di BPN Mabar.
Dalam aduan tersebut, mereka membeberkan bahwa pada tahun 2019, sebanyak 143 warga mengajukan penerbitan sertifikat ke BPN. Setelah semua dokumen lengkap, kemudian pendaftaran dilakukan dan masyarakat menyetor uang pendaftaran sekitar Rp 100 juta lebih.
Namun sejumlah masyarakat yang sudah menyerahkan dokumen lengkap dan uang merasa kecewa, karena hanya lima (5) sertifikat saja yang berhasil diterbitkan oleh BPN, sementara yang lain tidak terbit.
Mereka mengatakan bahwa alasan BPN hanya menerbitkan lima sertifikat itu karena pada saat proses pembuatan sertifikat itu berlangsung ada sanggahan dari Edu Gunung sekeluarga dan Saudara Bonafantura Abunawan.
BACA JUGA:
Apa Motif Eks Kapolres Ngada Cabuli Anak di Bawah Umur dan Jual Videonya ke Situs Porno Australia?
Sindikat Mafia Tanah di Labuan Bajo Kian Ganas, Dokumen yang Diduga Palsu Buat Dokumen Palsu Lagi
Pembuktian Sidik Jari Diduga akan Menjerat HA dan BT Terkena Laporan Palsu
“Kami merasa bahwa itu alasan yang mengada-ada saja. Karena tidak jelas hasilnya, kami pun mengirim surat kepada BPN dan bahkan sudah berkali-kali, dengan harapan agar BPN melakukan mediasi. Namun sampai saat ini tidak respon dari BPN,” ungkap perwakilan kelompok masyarakat itu.
Menurut mereka, berdasarkan desakan warga, BPN kemudian meminta warga untuk mengambil langkah hukum kepada pihak yang menyanggah.
“Atas arahan BPN, kami sudah tempuh jalur hukum dan sudah ada keputusan Mahkamah Agung, hingga saudara Bona Abunawan dipenjara,” ujar salah seorang pelapor kelompok itu.
Dalam kesempatan yang sama mereka juga menyinggung soal jejak rekam Edu Gunung terkait dengan masalah tanah di Mabar. Mereka mengatakan bahwa Edu Gunung sekeluarga terlibat dalam sejarah hitam karena mereka mengklaim puluhan hektar tanah warga Lancang dan Terlaing sebagai milik mereka.
“Namun Edu Gunung dan keluarganya justru secara sembunyi-sembunyi menyerahkan sekitar 20 hektar tanah warga ke TNI. Tetapi ketika kasus ini terbuka, akhirnya pihak Pangdam Udayana mengembalikan ke masyarakat,” tegas salah seorang perwakilan kelompok masyarakat itu.
Surat ke BPN
Kemudian terkait dengan proses sertifikat tanah yang belum diterbitkan oleh BPN, mereka mengatakan sudah ada keputusan dari Mahkamah Agung (MA). Setelah ada Putusan MA, mereka kembali menyurati BPN untuk melanjutkan proses penerbitan sertifikat, tetapi lagi-lagi hingga saat ini belum ada respon dari BPN.
“Kami sudah putus asa, kami menahan diri tidak mau konflik fisik dengan BPN. Karena itu kami mengajukan aduan ini ke Bapak Kapolres,” ujar salah seorang warga.
Dalam surat yang ditujukan kepada Kapolres Mabar, mereka mempertanyakan kinerja BPN Manggarai sebagai berikut:
Pertama, kami mempertanyakan penggunaan uang kami yang sudah disetorkan 5 tahun lalu. Kami menduga uang itu sudah dimanipulasi atau dikorupsi.
Kedua, di lokasi yang kami ajukan sudah banyak terbit sertifikat dan kebanyakan orang luar
Ketiga, tanah yang kami ajukan sudah milik pribadi. Untuk alas hak dibuat berdasarkan dokumen di wilayah itu.
Keempat, sudah lima tahun proses ini terlunta-lunta dan pihak BPN tidak pernah melakukan mediasi.
Kelima, Bupati Manggarai Barat sudah menyampaikan surat resmi ke BPN bahwa tanah yang kami ajukan, asal muasal dari wilayah adat Terlaing. Ketika ada sanggahan maka proses pengadilan dilakukan hingga MA.
Tuntutan Perda BPN Tidak Masuk Akal
Tidak hanya itu warga masyarakat juga bingung dan tidak mengerti dengan alasan yang disampaikan oleh Kepala BPN Mabar Gatot Suyanto terkait dengan sejumlah syarat yang diperlukan agar penerbitan sertifikat tanah bisa dilakukan. Menurut Gatot, kalau semua jalur ditempuh dan dokumen sudah lengkap, maka proses penerbitan sertifikat tanah baru dilanjutkan kalau sudah terbit Perda.
Warga masyarat tersebut langsung memberikan respon dengan mengatakan bahwa alasan yang disampaikan oleh Ketua BPN itu tidak masuk akal. Pasalnya, karena sudah ada ribuan sertikat tanah yang diterbitkan selama ini tanpa menunggu Perda.
“Jika langkah Pak Gatot ini diterapkan maka seluruh proses sertifikat dibekukan tunggu Perda. Karena sebagian besar tanah yang dimiliki perorangan berasal dari tanah Ulayat,” demikian protes warga.
Menurut mereka, penerbitan Perda lebih ke arah upaya melestarikan serta merawat budaya seperti rumah adat, ritual dan alam lingkungan. Sedangkan batas wilayah adalah urusan antar-masyarakat adat. “Memang Pak Gatot ini bukan orang Manggarai sehingga tafsir Perda ini gamang,” ujar salah seorang warga.
“Moga-moga BPN Mabar tidak termasuk dalam pernyataan Menteri ATR/BPN bahwa 60 persen mafia tanah ada di tubuh BPN,” keluh seorang warga lagi.
Mengingat proses sertifikat tanah ini berlarut-larut dan tanpa solusi yang jelas dan transparan, empat orang yang mewakili suara 138 orang masyarakat Mabar, berharap agar BPN di Pusat dan di Kupang, termasuk KPK dan Mabes Polri bisa membaca berita terkait persoalan sertifikat tanah yang terkatung-katung selama ini.

KOMENTAR