Darmin Sebut Pelemahan Rupiah Dampak Perang Dagang AS-China yang Makin Memanas

Sifi Masdi

Tuesday, 14-05-2019 | 21:54 pm

MDN
Menko Perekonomian Darmin Nasution [ist]

Jakarta, Inako

Menteri Koordinator bidang Perekonomian Darmin Nasution menilai pelemahan nilai tukar rupiah saat ini wajar terjadi. Pelemahan nilai tukar dipicu oleh sentimen global yang negatif, terutama di tengah kembali memanasnya perang dagang antara Amerika Serikat (AS) dan China.

"Situasi internasional sedang tidak kondusif dan kalau sudah tidak kondusif itu selalu yang terjadi adalah negara-negara emerging market dirugikan. Ya, itu seperti tahun lalu, tergantung Trump dan Xi Jinping," ujar Darmin, Selasa (14/5)

Secara domestik, Darmin mengatakan, tingkat kebutuhan dollar AS di dalam negeri juga cenderung meningkat di periode April dan Mei lantaran ada siklus pembagian dividen.

Mengutip Bloomberg, nilai tukar rupiah di pasar spot hari ini ditutup Rp 14.434 per dollar AS atau melemah 0,08% dibandingkan hari sebelumnya. Dalam sepekan terakhir, nilai tukar terus mengalami depresiasi sebesar 1,08%.

Ekonom Senior Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Enny Sri Hartati sebelumnya berpendapat, pelemahan rupiah juga dipicu oleh sejumlah data domestik yang tidak begitu positif.

Bahkan, ia menduga pelemahan nilai tukar terjadi lantaran pasar telah mengantisipasi potensi defisit neraca dagang yang diperkirakan cukup dalam pada April.

"April kemungkinan besar defisit neraca dagang kita cukup besar karena ekspor masih akan turun, sementara impor lebih kencang untuk memenuhi permintaan jelang Lebaran," kata Enny beberapa waktu lalu.

Potensi defisit dagang pun, lanjutnya, terlihat dari laporan cadangan devisa April yang mengalami penurunan menjadi US$ 124,3 miliar pada April lalu.

Terkait neraca dagang, Darmin mengaku ia pun meproyeksi akan terjadi defisit pada bulan April. Namun, kondisi defisit tersebut tak akan berlanjut hingga Mei.

"Kelihatannya neraca dagang kita mungkin akan defisit bulan ini. Tapi bulan depan, impor migas kita akan sedikit berubah karena Pertamina akan memenuhi kebutuhan solar maupun avtur di dalam negeri sehingga neraca migas membaik," ujar Darmin.

Sebelumnya, Darmin memang menyatakan Indonesia akan mengurangi impor bahan bakar minyak (BBM) mulai Mei 2019 untuk memperbaiki defisit neraca migas yang berdampak pada defisit transaksi berjalan (CAD). Caranya, badan usaha selain Pertamina tidak boleh mengimpor solar atau avtur dan wajib membeli ke Pertamina.

 

 

KOMENTAR