G20 Sepakat Selesaikan Aturan Pajak Google dan Facebook di 2020

Sifi Masdi

Monday, 10-06-2019 | 20:10 pm

MDN
Google dan Facebook [ist]

Tokyo, Inako

Para menteri keuangan negara-negara kelompok 20 atau G20 pada Minggu (9/6/2019) secara resmi menyepakati aturan umum yang akan menutup celah hukum bagi raksasa teknologi, seperti Google dan Facebook, untuk menurunkan tagihan pajak perusahaan.

Hal itu terungkap dalam komunike final yang dirilis Minggu. Facebook, Google, Amazon, dan berbagai perusahaan teknologi besar lainnya menghadapi kritik pedas atas tindakan mereka menurunkan tagihan pajaknya dengan cara mencatatkan laba di negara-negara berpajak rendah meskipun konsumen-konsumen mereka berada di negara lain.

Jika telah rampung, aturan itu akan menjadikan beban pajak perusahaan multinasional besar menjadi lebih tinggi sekaligus membuat negara-negara surga pajak, seperti Irlandia, semakin sulit untuk menarik investasi dengan iming-iming pajak super-rendah.

"Kami menyambut baik perkembangan terbaru untuk menyelesaikan tantangan-tantangan perpajakan yang muncul dari digitalisasi dan mendukung program ambisius yang terdiri dari pendekatan dua pilar," menurut komunike G20 tersebut, dilansir dari Reuters.

"Kami akan melipatgandakan upaya untuk mencapai solusi berdasarkan konsensus dalam laporan akhir pada 2020," lanjutnya.

Pembicaraan para pembuat kebijakan dari negara-negara G20 terkait perubahan aturan pajak itu berpusat pada dua pilar. Kedua pilar itu disebut dapat menjadi pukulan double strike terhadap beberapa perusahaan.

Pilar pertama adalah membagi hak-hak pengenaan pajak terhadap satu perusahaan di mana barang atau jasanya dijual bahkan jika perusahaan tidak memiliki kantor fisik di negara yang bersangkutan, tulis Reuters.

Bila mereka masih dapat menemukan cara untuk mencatatkan laba di negara-negara berpajak rendah, negara yang bersangkutan dapat mengenakan tarif pajak minimum global yang akan disepakati di bawah pilar kedua.

Langkah menuju disepakatinya perjanjian akhir masih dihalangi beberapa kesulitan akibat belum adanya kesepakatan umum mengenai definisi bisnis digital dan bagaimana menyalurkan kewenangan perpajakan di antara negara-negara yang berbeda.

"Saat ini, kami memiliki dua pilar dan saya merasa kami membutuhkan kedua pilar ini bersama-sama agar upaya ini berhasil," kata Menteri Keuangan Jepang Taro Aso yang memimpin pertemuan G20, dilansir dari Reuters.

"Usulan ini masih sedikit kabur namun mulai menemukan bentuknya," lanjutnya.

Inggris dan Prancis termasuk beberapa negara yang sangat vokal mendukung pemajakan bagi Google cs. Kebijakan mereka berpusat pada upaya agar raksasa teknologi kesulitan mengalihkan keuntungannya ke negara berpajak rendah sekaligus memperkenalkan pajak perusahaan yang rendah.

Langkah tersebut menempatkan keduanya berhadapan langsung dengan Amerika Serikat (AS). AS telah menyampaikan kekhawatirannya bahwa perusahaan internet negaranya akan secara tidak adil menjadi sasaran pemajakan negara-negara di dunia.

Berbagai perusahaan internet besar mengaku telah mematuhi aturan pajak yang berlaku namun nyatanya mereka hanya membayar sejumlah kecil pajak di Eropa. Ini karena mereka biasanya mengalihkan penjualannya melalui negara-negara yang menerapkan tarif pajak rendah, seperti Irlandia dan Luksemburg.

KOMENTAR