Harga Minyak Dunia Kembali Menguat: Ekspor Kurdistan Irak Masih Tertunda

Sifi Masdi

Wednesday, 24-09-2025 | 09:57 am

MDN
Ilustrasi kilang minyak [ist]

 

 

Jakarta, Inkoran

Harga minyak mentah dunia kembali menguat pada perdagangan Rabu (24/9/2025), ditopang tertundanya kesepakatan ekspor minyak dari wilayah Kurdistan Irak yang semula dikhawatirkan menambah pasokan global.

 

Mengutip Reuters, harga minyak berjangka Brent naik US$1,06 atau 1,6% ke level US$67,63 per barel, sementara minyak West Texas Intermediate (WTI) Amerika Serikat menguat US$1,13 atau 1,8% menjadi US$63,41 per barel. Kenaikan tersebut sekaligus memutus tren koreksi empat hari beruntun yang sebelumnya menyeret harga turun sekitar 3%.

 

Ekspor minyak melalui pipa dari Kurdistan Irak ke Turki belum kunjung dimulai kembali meski ada harapan tercapainya kesepakatan. Dua produsen besar dilaporkan masih menuntut jaminan pembayaran utang sebelum ekspor sekitar 230.000 barel per hari dilanjutkan. Aliran ekspor ini telah terhenti sejak Maret 2023.

 

“Ini contoh sempurna bahwa Anda tidak bisa menghitung barel sebelum benar-benar dipompa. Pasar sempat jatuh setelah kabar kesepakatan Kurdistan, tetapi batalnya kesepakatan justru mengurangi pasokan,” kata Phil Flynn, analis senior Price Futures Group.

 


BACA JUGA:

Harga Emas Cetak Rekor Baru:  The Fed Masih Hati-Hati Soal Pangkas Suku Bunga

Rekomendasi Saham Pilihan: Rabu (24/9/2025)

Stok Solar AS Melimpah, Harga Minyak Global Melemah


 

Secara lebih luas, pasar minyak masih dibayangi risiko kelebihan pasokan dan permintaan yang melemah. Faktor utamanya antara lain meningkatnya adopsi kendaraan listrik, perlambatan ekonomi akibat tarif dagang AS, serta kenaikan produksi dari negara anggota OPEC+ maupun produsen di luar kartel.

 

Badan Energi Internasional (IEA) dalam laporan terbarunya memproyeksikan pasokan minyak dunia akan naik lebih cepat tahun ini, dengan potensi surplus semakin lebar pada 2026.

 

Meski demikian, faktor geopolitik tetap menjadi penopang harga. Pasar mencermati rencana Uni Eropa memperketat sanksi terhadap ekspor minyak Rusia, serta potensi eskalasi konflik di Timur Tengah.

 

“Pendukung harga saat ini masih rendahnya stok minyak di negara-negara OECD,” ujar Giovanni Staunovo, analis UBS. Namun ia menambahkan, kenaikan ekspor dari OPEC+ dan absennya sanksi baru untuk Rusia masih menekan potensi kenaikan harga lebih lanjut.

 

Dari Amerika Serikat, survei awal Reuters memperkirakan persediaan minyak mentah meningkat pekan lalu, meskipun stok bensin dan distilat kemungkinan menurun. Pasar kini menunggu laporan resmi stok mingguan dari American Petroleum Institute (API).

 

“Pasar akan sangat memperhatikan stok distilat, yang menjadi titik lemah saat ini,” tambah Flynn. Menurutnya, kenaikan stok distilat bisa meredakan kekhawatiran pasokan Rusia, terutama setelah infrastruktur energi Rusia kembali mendapat serangan dari Ukraina.

 

Militer Ukraina dilaporkan menyerang dua fasilitas distribusi minyak di wilayah Bryansk dan Samara pada Selasa dini hari. Situasi geopolitik semakin panas menjelang pertemuan Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky dengan Presiden AS Donald Trump di markas PBB, di mana Kyiv akan kembali mendorong sanksi baru terhadap Rusia.

 

 

KOMENTAR