Harga Minyak Naik: Optimisme Permintaan Meningkat

Jakarta, Inakoran
Harga minyak terus menunjukkan tren penguatan selama lima hari berturut-turut. Optimisme investor terhadap pemulihan ekonomi China dan meningkatnya permintaan bahan bakar menjadi pendorong utama di balik lonjakan ini. Pernyataan Presiden Xi Jinping yang berkomitmen untuk mendorong pertumbuhan pada tahun 2025 memberikan suntikan semangat bagi pasar energi global.
Pada Jumat, 3 Januari 2025, pukul 7.43 WIB, harga minyak West Texas Intermediate (WTI) untuk kontrak Februari 2025 di New York Mercantile Exchange tercatat menguat tipis 0,09% menjadi US$ 73,20 per barel, setelah sebelumnya melonjak 1,97%. Selama lima hari perdagangan berturut-turut sejak setelah Natal, harga minyak WTI telah mengakumulasi kenaikan sebesar 5,14%.
Sementara itu, harga minyak Brent untuk kontrak Maret 2025 di ICE Futures juga menunjukkan performa yang positif, menguat 1,73% menjadi US$ 75,93 per barel. Kenaikan harga Brent ini menandai penguatan dalam empat hari perdagangan berturut-turut, mencerminkan optimisme yang meluas di kalangan pelaku pasar.
BACA JUGA:
Harga Emas Naik: Permintaan Aset Safe Haven Meningkat
Rekomendasi Saham Pilihan: Jumat, 3 Januari 2025
Harga Minyak Dunia Naik di Hari Pertama 2025
Bank Sentral Tekan Harga Minyak: Perketat Kebijakan Moneter
Dalam pidato Tahun Barunya pada 31 Desember 2024, Presiden Xi menyatakan bahwa China akan menerapkan kebijakan yang lebih proaktif untuk mendorong pertumbuhan pada tahun 2025. Pernyataan ini memberikan harapan baru bagi investor yang menantikan peningkatan permintaan energi di negara dengan ekonomi terbesar kedua di dunia tersebut.
Namun, meskipun ada sentimen positif, aktivitas pabrik di China tumbuh lebih lambat dari yang diharapkan pada bulan Desember, menurut survei Caixin/S&P Global yang dirilis pada hari Kamis, 2 Januari. Kekhawatiran mengenai tarif yang diusulkan oleh presiden terpilih AS, Donald Trump, turut menghantui pasar. Beberapa analis memandang data yang lebih lemah ini sebagai sinyal positif untuk harga minyak, karena hal tersebut dapat mendorong Beijing untuk mempercepat stimulus ekonomi.
Stok Minyak AS
Data terbaru dari Badan Informasi Energi AS menunjukkan bahwa persediaan bensin dan sulingan mengalami lonjakan minggu lalu. Stok bensin naik sebesar 7,7 juta barel menjadi 231,4 juta barel, sementara stok sulingan, termasuk solar dan minyak pemanas, meningkat sebesar 6,4 juta barel menjadi 122,9 juta barel. Jim Ritterbusch dari Ritterbusch and Associates mengungkapkan bahwa penumpukan stok produk yang besar ini menjadi bagian negatif dalam rilis data tersebut, yang disebabkan oleh penurunan permintaan yang tidak terduga.
Meskipun stok minyak mentah turun, penurunannya hanya sebesar 1,2 juta barel menjadi 415,6 juta barel, jauh dari ekspektasi analis yang memperkirakan penurunan mencapai 2,8 juta barel. Situasi ini menciptakan ketidakpastian di pasar, di mana harga minyak diperkirakan akan dibatasi mendekati US$ 70 per barel sepanjang tahun 2025, menurut jajak pendapat Reuters.
Meskipun ada optimisme yang meningkat, tantangan tetap mengintai. Permintaan China yang lemah dan peningkatan pasokan global menjadi faktor penekan harga, yang dapat menyulitkan upaya OPEC+ untuk menopang pasar.
Di Eropa, penghentian ekspor pipa gas Rusia melalui Ukraina pada Hari Tahun Baru, setelah perjanjian transit berakhir, juga menambah ketidakpastian. Meskipun Uni Eropa telah menyiapkan pasokan alternatif, ketegangan geopolitik di kawasan ini tetap menjadi perhatian.
KOMENTAR