Harga Minyak Terkoreksi Tipis: Pasar Cermati Sanksi AS Terhadap Rusia

Jakarta, Inakoran
Harga minyak dunia melemah tipis pada awal perdagangan Selasa pagi (15/7/2025) seiring meningkatnya ketidakpastian geopolitik dan perdagangan global. Pasar mencermati tenggat waktu yang ditetapkan Presiden Amerika Serikat, Donald Trump, kepada Rusia untuk mengakhiri konflik di Ukraina, serta ancaman sanksi terhadap negara-negara yang masih membeli minyak dari Moskow.
Mengutip laporan Reuters, harga minyak mentah Brent terkoreksi 5 sen menjadi US$69,16 per barel, sementara minyak mentah West Texas Intermediate (WTI) AS turun 9 sen menjadi US$66,89 per barel pada pukul 00.00 GMT. Kedua kontrak sebelumnya ditutup lebih rendah sekitar US$1 pada sesi perdagangan Senin.
Awal pekan ini, Presiden Trump mengumumkan bahwa AS akan memberi waktu 50 hari bagi Rusia untuk menyetujui kesepakatan damai terkait perang di Ukraina. Jika tidak, AS akan menjatuhkan sanksi terhadap negara-negara yang tetap membeli minyak dari Rusia.
Pernyataan ini awalnya mendorong harga minyak naik karena potensi terganggunya pasokan global. Namun, antusiasme itu segera mereda. Tenggat waktu yang cukup panjang membuat pelaku pasar berharap sanksi bisa dihindari, dan menilai masih ada ruang diplomasi dalam konflik tersebut.
BACA JUGA:
Harga Emas Antam Anjlok Rp10.000 Per Gram: Selasa (15/7/2025)
Relaksasi Aturan MSCI Buka Jalan Saham BREN, PTRO, dan CUAN Masuk Indeks Global
Harga Minyak Mentah Naik Tipis di Tengah Ancaman Sanksi Baru AS terhadap Rusia
“Jeda ini meredakan kekhawatiran bahwa sanksi langsung terhadap Rusia dapat mengganggu aliran minyak mentah,” ungkap Daniel Hynes, Senior Commodity Strategist di ANZ, dalam catatannya kepada klien.
Selain sanksi, pasar juga dibayangi oleh ancaman perang dagang baru. Trump mengumumkan rencana mengenakan tarif 30% terhadap sebagian besar impor dari Uni Eropa dan Meksiko mulai 1 Agustus 2025. Ia juga mengancam tindakan serupa terhadap negara lain yang belum menyepakati kerangka kerja perdagangan baru dalam waktu kurang dari tiga minggu.
Kebijakan tarif semacam ini berisiko memperlambat pertumbuhan ekonomi global, yang pada akhirnya akan menurunkan permintaan bahan bakar dan memberi tekanan tambahan terhadap harga minyak.
Di tengah tekanan tersebut, prospek jangka pendek untuk permintaan minyak masih cukup optimistis. Sekretaris Jenderal OPEC, menurut laporan media Rusia, memperkirakan bahwa permintaan minyak akan tetap sangat kuat hingga akhir kuartal ketiga 2025, menjaga pasar tetap seimbang dalam waktu dekat.
Sementara itu, Goldman Sachs menaikkan proyeksi harga minyak untuk paruh kedua tahun ini. Bank investasi tersebut mempertimbangkan sejumlah faktor, termasuk potensi gangguan pasokan, penurunan stok minyak di negara-negara anggota OECD, dan kendala produksi yang sedang dihadapi Rusia.
KOMENTAR