Harga Minyak Mentah Naik Tipis di Tengah Ancaman Sanksi Baru AS terhadap Rusia

Sifi Masdi

Monday, 14-07-2025 | 13:09 pm

MDN
Ilustrasi kilang minyak [ist]

 

 

Jakarta, Inakoran

Harga minyak mentah dunia kembali menguat tipis pada awal pekan ini, Senin (14/7/2025), di tengah meningkatnya ketegangan geopolitik antara Amerika Serikat dan Rusia. Ancaman sanksi tambahan dari Washington berpotensi mengganggu pasokan global, meski penguatan harga masih dibatasi oleh lonjakan produksi minyak Arab Saudi dan ketidakpastian arah kebijakan tarif perdagangan AS.

 

Mengutip Reuters, harga minyak Brent naik 8 sen menjadi US$70,44 per barel, setelah menguat 2,51% pada perdagangan akhir pekan lalu. Sementara itu, minyak West Texas Intermediate (WTI) mencatat kenaikan 5 sen menjadi US$68,50 per barel, usai mencatat lonjakan 2,82% di sesi sebelumnya.

 

Kenaikan harga minyak sebagian besar didorong oleh kekhawatiran pasar atas potensi gangguan pasokan akibat konflik antara Rusia dan Ukraina yang kembali memanas. Presiden AS Donald Trump mengumumkan rencana pengiriman sistem pertahanan udara Patriot ke Ukraina, dan dijadwalkan akan memberikan pernyataan besar mengenai kebijakan terhadap Rusia pada Senin malam waktu setempat.

 


BACA JUGA:

Harga Emas Antam Naik Rp5.000 Per Gram: Senin (14/7/2025)

IHSG Menguat 0,56%: Saham BRPT hingga MAPI Jadi Pendorong Utama

Harga Minyak Global Menguat Tipis: Dampak Kebijakan Kebijakan Tarif Trump


 

Di sisi legislatif, Kongres AS tengah memproses rancangan undang-undang bipartisan untuk mengenakan sanksi tambahan kepada Rusia. Tujuannya, menekan Presiden Vladimir Putin agar menghentikan agresinya dan kembali ke meja perundingan. Namun, rancangan tersebut masih menunggu persetujuan penuh dari Presiden Trump.

 

Tak hanya AS, Uni Eropa pun sedang dalam proses menyepakati paket sanksi ke-18 terhadap Rusia, termasuk penurunan batas harga minyak Rusia. Diskusi intensif antar duta besar Eropa berlangsung hingga Minggu malam untuk membahas sanksi lanjutan tersebut.

 

Meski ketegangan geopolitik mendukung sentimen penguatan harga, sejumlah faktor teknikal membatasi laju tersebut. Laporan dari Badan Energi Internasional (IEA) menyebut bahwa pasar minyak global sebenarnya lebih ketat dari yang tampak. Permintaan dunia tetap tinggi, didorong oleh lonjakan konsumsi musim panas untuk keperluan perjalanan dan pembangkit listrik.

 

Namun, analis dari ANZ mencatat adanya tekanan dari sisi suplai, setelah Arab Saudi diketahui memproduksi minyak 9,8 juta barel per hari (bph) pada Juni—melebihi kuota yang ditetapkan OPEC+ sebesar 9,37 juta bph. Ini menjadi perhatian pasar karena Arab Saudi selama ini menjadi penyeimbang utama dalam kebijakan pasokan global.

 

Meski demikian, Kementerian Energi Arab Saudi menegaskan bahwa volume minyak yang dipasarkan ke pasar tetap berada dalam kuota OPEC+, yakni 9,352 juta bph, dengan kelebihan produksi ditujukan untuk pemakaian domestik.

 

Pasar energi global juga mencermati data perdagangan komoditas dari China yang dijadwalkan rilis hari ini. Sebagai konsumen energi terbesar kedua di dunia, angka impor minyak mentah China akan menjadi indikator penting bagi prospek permintaan global, yang hingga kini dinilai masih lesu.

 

Di sisi lain, ketidakpastian kebijakan tarif AS terhadap negara mitra dagangnya juga menambah keraguan pasar. Investor saat ini mencermati pembicaraan dagang antara AS dan beberapa negara, yang dapat memengaruhi pertumbuhan ekonomi global dan berdampak langsung pada permintaan energi dunia.

 

 

KOMENTAR