Irak Marah Saat Donald Trump Bilang Keberadan Pasukan AS di Irak untuk Awai Iran

Sifi Masdi

Tuesday, 05-02-2019 | 14:42 pm

MDN
Presiden AS Donald Trump mengunjungi pasukan AS di Irak [ist]

Baghdad, Inako

Pernyataan Presiden Amerika Serikat Donald Trump yang mempertahankan pasukannya di Irak untuk mengawasi Iran, telah memicu gelombang protes dari Baghdad. Tidak hanya Presiden Irak Barham Saleh, sejumlah politisi turut menyuarakan kecaman terhadap Trump dan mendesak segera penarikan pasukan AS dari Irak.

Sebelumnya, dalam program acara yang disiarkan CBS News, Minggu (3/2/3019), Trump memaparkan alasan mengapa pasukan AS masih dipertahankan di Irak.

Trump awalnya menyebut pemerintah AS telah membangun pangkalan militer yang mahal di Irak, tepatnya di Al Asad, sehingga tidak bisa begitu saja meninggalkannya. Namun kemudian Trump menyebut pasukannya berada di Irak untuk memantau kawasan Timur Tengah yang bermasalah. \Salah satunya, yakni mengawasi kegiatan Iran, yang dianggap Washington sebagai negara teroris nomor satu di dunia.

"Kita akan terus memantau dan jika ada masalah, jika seseorang berupaya melancarkan senjata nuklir atau lainnya, kami akan tahu bahkan sebelum mereka melakukannya," ucap Trump.

Komentar Trump tersebut memicu babak baru dari desakan oleh Baghdad agar pasukan AS segera angkat kaki dari negara itu. Presiden Irak Barham Saleh, mengatakan bahwa pernyataan Trump telah mengisyaratkan bahwa Washington memanfaatkan Irak untuk menyerang negara tetangga.

"Konstitusi Irak menolak penggunaan negara kami sebagai pangkalan untuk memukul atau menyerang negara tetangga," kata Presiden Saleh, dilansir AFP.

Saleh mengatakan, pasukan AS berada di negaranya secara legal berada di bawah kesepakatan antara kedua negara dan setiap tindakan yang diambil di luar kesepakatan tidak dapat diterima.

Pemerintah Irak selama ini telah memainkan peranan sebagai penyeimbang di antara dua sekutu utamanya, Washington dan Teheran, yang saling bermusuhan.

AS telah berperan di Irak dalam memimpin koalisi untuk menghancurkan dan mengusir kelompok ISIS yang merebut serta menguasai sebagian wilayah Irak dan Suriah pada 2014.

Namun setelah Trump pada Desember lalu mengumumkan bakal menarik pasukannya dari Suriah karena menyatakan kemenangan atas ISIS, desakan agar Washington juga menarik pasukannya di Irak semakin kuat, terlebih datang dari faksi pro-Iran di Baghdad.

Sabah al-Saadi, anggota parlemen dari blok yang dipimpin ulama anti-Amerika, Moqtada Sadr, telah mengusulkan rancangan undang-undang yang menuntut keluarnya AS dari Irak. Dan pernyataan terakhir Trump soal "mengawasi" Iran telah membuat pengesahan undang-undang tersebut sebagai sebuah keharusan.

Wakil ketua parlemen Irak, Hassan Karim al-Kaabi, yang juga dekat dengan Sadr, menyebut pernyataan Trump sebagai sebuah provokasi baru. Beberapa pekan sebelumnya, presiden AS juga telah memicu kemarahan pemerintah Irak karena mengunjungi pasukannya di Pangkalan Udara Al Asad tanpa bertemu seorang pun pejabat Irak, selaku tuan rumah.

Anggota parlemen Kurdi, Sarkawt Shams turut mengecam pernyataan Trump dan menegaskan bahwa misi pasukan AS di Irak bukan untuk "mengawasi".

"Misi pasukan AS di Irak adalah untuk membantu pasukan keamanan Irak melawan terorisme, bukan mengawasi pihak lain."

"Kami mengharapkan, AS dapat menghormati kepentingan bersama kami dan menghindari mendorong Irak ke dalam konflik regional," ujarnya.


 

KOMENTAR