PPP Usung Ganjar, Tapi Hampir Separuh Pemilihnya Dukung Anies Baswedan

Timoteus Duang

Saturday, 26-08-2023 | 11:04 am

MDN
Ganjar Pranowo dan para politisi Partai Persatuan Pembangunan (PPP)

 

JAKARTA, INAKORAN.COM

Ada temuan mengejutkan dalam survei terbaru Litbang Kompas (Agustus 2023) mengenai distribusi pemilih partai politik terhadap bakal calon presiden 2024.

Ada dua partai yang mayoritas pemilihnya jatuhkan pilihan pada capres yang diusung partai atau koalisi lain.

Dua partai itu adalah Partai Persatuan Pembangunan (PPP) dan Partai Amanat Nasional (PAN).

PPP mengusung Ganjar Pranowo dan PAN mengusung Prabowo Subianto. Namun, mayoritas pemilih kedua partai ini tidak tegak lurus pada pilihan politik partai.

Hampir separuh (42,9 persen) pemilih PPP justeru memilih Anies Baswedan ketimbang Ganjar Pranowo. Gubernur Jawa Tengah itu hanya kebagian 19 persen suara.

Sementara itu, pemilih PAN lebih banyak yang mendukung Ganjar Pranowo (21,3 persen) daripada Prabowo Subianto (19,1 persen). Padahal partai pimpinan Zulkifly Hasan itu sudah mendeklarasikan dukungan pada Prabowo.

Peneliti Litbang Kompas Yohan Wahyu menyebut ada dua gejala yang sering muncul saat pemilih mencoblos di bilik suara dalam pemilihan presiden (Kompas, 25/8/2023).

Pertama, gejala ketika pemilih jatuhkan pilihan pada tokoh politik yang sama dengan tokoh politik yang diusung partai. Gejala ini disebut straight-ticket voting.

Kedua, gejala ketika para pemilih punya pilihan berbeda dari pilihan politik partai. gejala ini disebut split-ticket voting.

Kedua gejala ini merupakan hal yang umum terjadi dalam perpolitikan. Pada gejala split-ticket voting misalnya, pemilih tidak serta merta mengikuti pilihan politik yang disepakati oleh partai pilihan mereka.

Pasalnya, para pemilih punya pertimbangan tersendiri mengenai capres yang akan dicoblos.

Biasanya pilihan-pilihan seperti ini terjadi atas pertimbangan pribadi di mana pemilih lebih mempercayakan pilihan pada pertimbangan-pertimbangan rasionalnya sendiri ketimbang mempercayakan suara pada keputusan elite-elite partai.

Memilih calon presiden berdasarkan pertimbangan pribadi mungkin saja lebih baik daripada hanya sekadar ikut-ikutan “perintah” atau arahan politik partai.

Namun di sisi lain, mengikuti pilihan partai politik juga tidak bisa serta merta disebut sebagai keputusan yang lebih buruk.

 

KOMENTAR