Rencana Donald Trump Naikkan Tarif Impor  Rugikan Ekspor Indonesia

Sifi Masdi

Tuesday, 21-01-2025 | 11:36 am

MDN
Presiden AS Donald Trump [ist]

 

 

 

Jakarta, Inakoran

Rencana Presiden Amerika Serikat, Donald Trump, untuk menaikkan tarif impor pasca pelantikannya pada 20 Januari 2025, telah memicu kekhawatiran di kalangan pelaku industri dan ekonom di Indonesia. Dengan kebijakan proteksionis yang semakin ketat, dampak terhadap ekspor Indonesia, terutama untuk produk-produk strategis seperti tekstil, alas kaki, dan produk pertanian, diperkirakan akan cukup signifikan.

 

Ekonom Core Indonesia, Yusuf Rendy Manilet, menyoroti bahwa kebijakan tarif tinggi yang diusulkan oleh Trump dapat merugikan ekspor Indonesia ke AS. "Pengenaan tarif tinggi dan hambatan perdagangan lainnya akan berdampak langsung pada produk-produk unggulan kita," ujarnya.

 

Dengan kondisi ini, pemerintah dan pelaku usaha harus segera mengambil langkah-langkah strategis untuk mengatasi ancaman yang muncul. Yusuf pun  menyebutkan tiga strategi yang dapat diambil oleh Indonesia untuk menghadapi kebijakan proteksionis AS.

 

 

Pertama adalah memperkuat daya saing industri dalam negeri. Upaya ini dapat dilakukan dengan meningkatkan efisiensi produksi dan menambah nilai tambah pada produk. Penguatan daya saing ini penting agar produk Indonesia tetap menarik di pasar internasional meskipun ada peningkatan tarif.

 

 


BACA JUGA:

IHSG Melaju di Jalur Hijau Usai Pelantikan Donald Trump

Pemerintah Benarkan Adanya SHGB dan SHM di Kawasan Pagar Laut Tangerang

Peluncuran Koin $Trump Jelang Pelantikan Donald Trump Guncangkan Industri Kripto


 

Kedua, Indonesia harus memperluas pasar ekspor. Dengan mengurangi ketergantungan pada pasar AS, Indonesia bisa menjajaki kerja sama ekonomi regional, seperti Regional Comprehensive Economic Partnership (RCEP), serta memperkuat hubungan bilateral dengan negara-negara non-tradisional. Langkah ini dianggap vital untuk menjaga keberlangsungan ekspor Indonesia saat pasar utama terancam.

 

Ketiga, Yusuf menekankan pentingnya memanfaatkan momentum relokasi industri. Di tengah potensi ketegangan perang dagang antara AS dan China, Indonesia dapat menjadi alternatif basis produksi yang menarik. Dengan memperbaiki iklim investasi, infrastruktur, dan kemudahan berbisnis, Indonesia bisa menarik lebih banyak investasi asing dan menciptakan lapangan kerja baru.

 

Tanggapan Pemerintah

Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto, menyatakan bahwa pemerintah akan terus memantau kebijakan Trump. Ia menekankan pentingnya observasi terhadap langkah-langkah yang akan diambil oleh AS sebelum mengambil keputusan.

 

"Kita harus bersikap hati-hati dan tidak terburu-buru dalam merespons," ujarnya. Meskipun demikian, Airlangga menegaskan bahwa pemerintah tetap berkomitmen untuk menjaga fundamental penguatan rupiah.

 

Yusuf Rendy Manilet juga menekankan perlunya pendekatan multi-dimensi untuk meredam dampak negatif dari kebijakan proteksionis AS. Pemerintah harus aktif dalam diplomasi ekonomi dan melakukan negosiasi bilateral dengan AS untuk mempertahankan akses pasar dan preferensi perdagangan yang ada. Selain itu, penguatan industri substitusi impor di dalam negeri juga perlu dilakukan untuk mengurangi ketergantungan pada produk AS, terutama di sektor-sektor strategis.

 

UMKM juga harus diberdayakan agar ketahanan ekonomi nasional meningkat. Dengan meningkatkan dukungan untuk sektor ini, Indonesia diharapkan dapat menciptakan lapangan kerja dan mengurangi dampak negatif dari kebijakan luar negeri yang tidak menguntungkan.

 

Yusuf Wibisono, Direktur Next Policy, menjelaskan bahwa kebijakan Trump cenderung berorientasi pada kepentingan domestik AS. Ia mencatat bagaimana kebijakan fiskal yang ekspansif, termasuk pemotongan pajak dan belanja infrastruktur, dapat memicu inflasi yang lebih tinggi.

 

"Kombinasi dari kebijakan proteksionisme dan kebijakan fiskal yang ekspansif dapat menghasilkan inflasi yang lebih tinggi, mendorong The Fed untuk mempertahankan suku bunga di tingkat tinggi," ujarnya.

 

Imbasnya, arus modal dari negara-negara berkembang, termasuk Indonesia, diperkirakan akan berkurang. Dolar akan menguat, menekan mata uang negara lain dan memperketat likuiditas di pasar modal global.

 

Yusuf Wibisono merekomendasikan beberapa langkah mitigasi yang bisa diambil oleh pemerintah. Pertama, memitigasi pelemahan rupiah dan potensi tekanan pada suku bunga acuan Bank Indonesia. Dalam konteks ini, menjaga stabilitas nilai tukar rupiah menjadi sangat penting agar tidak memperburuk defisit anggaran.

 

Kedua, pemerintah harus bersiap untuk mengatasi defisit dan utang yang mungkin meningkat akibat pelemahan rupiah. Arus keluar modal yang disebabkan oleh suku bunga tinggi di AS dapat menekan pasar, sehingga diperlukan strategi untuk menjaga imbal hasil surat utang pemerintah.

 

Ketiga, mitigasi dampak dari perang dagang antara AS dan China yang diprediksi akan kembali meningkat. Perang dagang ini dapat mengubah dinamika rantai pasok global, dan Indonesia harus bersiap untuk menanggapi perubahan tersebut dengan strategi yang adaptif.


 

 

KOMENTAR