Skenario Tuhan dan Efect Politis Mundurnya Pilkada

Oleh. : Adlan Daie
Wakil Sekretaris PWNU Jawa Barat
Jakarta, Inako
Piilkada serentak tahun 2020 dipastikan ditunda secepat cepatnya hari pencoblosan tanggal 17 maret 2021 (Opsi B) atau selambat lambatnya tanggal 29 September 2021 (Opsi C) berdasarkan hasil kesimpulan rapat hari senen 30 maret 2020 yang di tanda tangani Dr. Ahmad Doli kurnia, ketua komisi II DPR RI, Prof. Tito Karnavian, mendagri, Arif Budiman, ketua KPU RI,Abhan, SH. M.H, ketua Bawaslu RI dan Prof. Muhamad, M.Si, ketua DKPP.
Kepastikan penundaan pilkada serentak 2020 di atas dapat di baca secara ekspisit dari point ketiga hasil kesimpulanraoat tersebut sepakat meminta pemerintah segera menerbitkan peraturan pemerintah pengganti undang undang (Perppu) pilkada dan point keempat meminta kepada Pemda untuk merealokasi dana pilkada yang belum terpakai, atau anggaran untuk tahapan selanjutnya dalam proses pilkada serentak tahun 2020 ditiadakan,, digeser peruntukannya ke penanganan pencegahan virus covid 19.
BACA JUGA:Wabah Corona Dan Muslihat Birokarasi
Tekait penundaan pilkada di atas penulis tiba tiba teringat pesan Al qur an surat Al Imron, ayat 54, "wa makaru wa makarallah, wallahu khairul makirin" , sebuah skenario Tuhan hadir untuk mengingatkan kita bahwa Tuhan lah sebaik baiknya pemberi balasan atas tipu daya, sekurang kurangnya mencegah muslihat birokrasi yang selama ini selalu dimainkan oleh petahana untuk kepentingan elektoral politiknya dalam setiap kontestasi pilkada.
Pengunduran pilkada serentak tahun 2020 hingga Maret atau September tahun 2021 sebagai bagian dari pencegahan wabah pandemik virus corona, jelas, kuasa skenario Tuhan. Untuk daerah daerah tertentu effect politisnya adalah kehilangan insentif politik bagi petahana yang mengakhiri jabatannya hingga akhir Desember tahun 2020. Ia akan berhenti dari jabatannya digantikan pelaksana tugas dari unsur pejabat pemerintah satu tingkat di atasnya sehingga habis kendalinya untuk mendesain muslihat birokrasi untuk .kepentingan elektoral politiknya.
BACA JUGA:Upadate Virus Corona Per 30 Maret: Positif 1.414 Kasus dan Hari Ini Bertambah 129 Orang
Pilkada memang sarat muslihat dan penuh tipu daya politik. Cara kerja muslihat birokrasi mentransformasikan dana publik bersumber dari APBD untuk sisipan kepentingan elektoral pejabat politik atasannya melalui desain program programnya memang tak terhindarkan secara struktural birokratis, meskipun culas secara politik, karena nasib birokrat baik ruang promosi maupun mutasi jabatannya nyaris sepenuhnya di tangan kepala.daerah rezim penguasa politik.
Itulah sebabnya birokrasi selalu rentan ditarik untuk kepentingan politik rezim penguasa dan berperan diluar tupoksinya sebagai pelayan publik , lebih berfungsi sebagai pengepul pundi pundi politik untuk pembuktian loyalitas dan memelihara jabatan yang didudukinya dan tentu saja menjadi tim sukses dalam pemenangan elektoral petahana dengan perencanaan matang dan kemampuan menghindar dari delik aturan yang mengikatnya.
BACA JUGA:Australia Luncurkan Paket Stimulus Ekonomi US$ 83 Miliar di Tengah Pandemi Covid-10
Mereka dengan SDM terdidik dalam public servis direduksi peran dan tupoksinya untuk melayani dan mengamankan posisi elektoral kepemimpinan politik dan partai yang diasuhnya. Dari sinilah deviasi dan penyimpangan peran berproses bukan saja dalam hal utak atik proyek untuk menghimpun pundi.pundi politik melainkan berdampak langsung pada performa pelayanan publik yang rendah.
Penundaan pilkada serentak tahun 2020 di atas, sekali lagi, hingga Maret atau September tahun 2021 adalah pelajaran sangat berharga sekurang kurangnya :
Pertama, bahwa skenario Tuhan jauh lebih dahsyat dari skenario muslihat birokrasi yang dirancang secara terstruktur dan sistemik, menyimpang secara etik dari khittah dan tupoksinya sebagai pelayan publik, bergeser jauh menjadi pelayan politik untuk kepentingan elektoral politik para tuan pejabat politik di atasnya.
Penundaan pilkada untuk daerah daerah tertentu yang mengakhiri masa jabatan politiknya dan dengan sendirinya habis kendali orkestrasinya terhadap birokrasi seharusnya menjadi berkah bagi birokrasi untuk kembali ke jalan yang benar sebagai pelayan publik, belajar kembali Dasa Darma Pramuka agar suci dalam pikiran, perkataan dan perbuatan dalam kerja kerja birokrasinya.
Kedua, pilkada adalah proses politik dan politik dalam makna original akar katanya adalah jalan etik dalam sopan santun partisipasi sosial politik. Karena itu, pilkada bukan saja jalan konstitusional melainkan jalan paling berabad dalam proses suksesi kepemimpinan politik.
Implikasinya,, tempuhlah cara berkompetisi dalam kontestasi politik pilkada tidak sekedar bersandar pada aturan hukum formal secara minimalis melainkan letakkanlah seluruh proses politik pilkada pada ukuran ukuran kepantasan akal sehat publik. Politik penuh muslihat meskipun mampu menghindar dari delik hukum formal hanya Ibarat air keruh di hulu mengalirkan air keruh pula di ruang publik yang menyesakkan dan menjijikkan.
BACA JUGA:Tunda Pilkada Serentak 2020 (Surat Terbuka Untuk Mendagri dan DPR RI)
Itulah skenario Tuhan yang dapat kita maknai dalam konteks penundaan pilkada di atas akibat turunan dari wabah pandemik virus corona yang menindih bangsa kita. Jika kita tidak arif mengambil.hikmah dan pelajaran dari penundaan pilkada di luar kuasa rancang bangun manusia di atas, lalu dengan cara apalagi Tuhan mengingatkan kita semua untuk berhenti menipu diri penuh happy rancang bangun muslihat birokrasi untuk kepentingan aktor aktor politik manipulatif ?
Semoga penundaan pilkada di atas menjadi jalan bersama untuk selalu membangun akhlak dan keadaban dalam proses proses politik.
TAG#adlan daie, #PILKADA 20220, #VIRUS CORONA, #KORONA VIRUS
190215019

KOMENTAR