Tia Rahmania : Parlemen Harusnya Punya Kuota Khusus untuk Perempuan

Saverianus S. Suhardi

Friday, 14-07-2023 | 15:20 pm

MDN
Tia Rahmania saat menjadi narasumber dalam kegiatan Sekolah Pimpinan Perempuan, Pedoman Dasar KMPI, Menyongsong Indonesia Emas 2045.

 

 

Jakarta, Inakoran.com

Partisipasi perempuan Indonesia diparlemen masih kurang. Menurut data dari World Bank (2019), Indonesia menduduki peringkat ke-7 se-Asia Tenggara untuk keterwakilan perempuan di parlemen.

Rendahnya keterwakilan perempuan di parlemenakan berpengaruh terhadap isu kebijakan, terutama terkait kesetaraan.


BACA JUGA: Ancam Keterwakilan Perempuan, KPU Didesak Revisi PKPU


Ketua DPD Banteng Muda Indonesia, Tia Rahmania menegaskan pentingnya keterwakilan perempuan di parlemen. Keterwakilan perempuan di parlemen sangat mendukung kesetaraan.

Hal itu ia sampaikan dalam kegiatan Sekolah Pimpinan Perempuan, Pedoman Dasar KMPI, Menyongsong Indonesia Emas 2045 yang diselenggarakan oleh Komite Muda Perempuan Indonesia pada Kamis (13/7),

“Kenapa pentingnya partisipasi perempuan untuk dipilih dan memilih dalam politik? karena secara psikologis perempuan punya kecenderungan untuk mendorong equal rights,” jelas Tia. 

Menurut perempuan yang kerap di sapa Teh Tia ini, ada banyak sisi positif dari keterwakilan perempuan di DPR. 

Perempuan yang menjadi wakil rakyat cenderung lebih memikirkan kepentingan masyarakat luas dibanding kepentingan golongan

Selain itu, perempuan dinilai lebih luwes dalam bekerja dan melaksanakan tugas. 

“Ini yang khas dari perempuan, mereka cenderung menggunakan hati dan punya sensitivitas dalam menjalankan dan melaksanakan tugasnya,” tambah Tia. 

Meskipun keterwakilan perempuan selalu meningkat setiap ajang pemilu, angka itu tergolong masih sedikit.

Tia menilai, masih ada harapan bagi perempuan untuk terjun ke ranah politik.

“Keterwakilan perempuan di DPR masih belum memenuhi harapan, walaupun dari 2004-2019 ada peningkatan,” kata Tia.

“Masih banyaknya peluang di berbagai parpol di mana kita (perempuan) bisa masuk dan memberi warna sebagai caleg, legislator ataupun bacaleg,” tambahnya.

Lebih lanjut, ia menggarisbawahi tindakan afirmatif pemerintah dengan memberikan kuota 30% bagi kaum perempuan.

"Ini masih  menjadi tantangan bagi perempuan untuk memastikan jatah parlemen terisi", imbuhnya.

“Parlemen itu kan affirmative action-nya baru pada pencalegan, tapi kedepannya harusnya parlemen punya kuota perempuan secara khusus,” Tegas Tia. 

Tia berharap dengan banyaknya penduduk Indonesia, keterwakilan perempuan di parlemen lebih proporsional. (Bum)

 

KOMENTAR