Seren Taun Sunda Wiwitan 2023: Merawat Pusaka Budaya Nusantara

Binsar

Wednesday, 12-07-2023 | 11:58 am

MDN
Ira Indrawardana, Dosen FISIP UNPAD [Inakoran]

 

Dosen Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Universitas Padjajaran Bandung, Ira Indrawardana menjelaskan, upacara Seren Taun merupakan syukuran agung masyarakat agraris Sunda, khususnya masyarakat adat Sunda Wiwitan yang tinggal di Kecamatan Cigugur, Kabupaten Kuningan, Jawa Barat.

 

Para petani memikul hasil panen di acara Seren Taun, Selasa (11/7)

 

Menurut dia, upacara ini dilaksanakan oleh seluruh elemen masyarakat Sunda di Jawa Barat dari berbagai latar belakang sosial, budaya, suku dan agama, sebagai ritual dan ekspresi dari nilai luhur bangsa akan kebersamaan merawat alam, melestarikan alam dan menyukuri kelimpahan berkat berupa hasil bumi yang melimpah yang diterima oleh masyarakat agraris Sunda selama setahun.

“Upara ini dilaksanakan sejak 6 Juli lalu dan puncaknya hari ini 11 Juli 2023, atau sejak tanggal 18-22 Juli menurut kalender Saka”, kata Indra saat berbincang dengan Inakoran, di Gedung Paseban, Cigugur, Selasa (11/7).

 

 

Ia melanjutkan, upacara adat Seren Taun 22 Rayagung 1956 Saka tahun ini mengangkat tema: Merawat Pusaka Budaya Nusantara.

Indra menambahkan, Perayaan tahun ini, dimeriahkan oleh sejumlah pameran dan juga pembacaan naskah atau manuskrip warisan para leluhur, salah satunya manuskrip dari Rama Pangeran yang ditulis sejak abad ke-18. Naskah-naskah dimaksud berisi ajaran dan nilai-nilai luhur kebangsaan di Nusantara ini.

Menurut dosen FIFIP UNPAD ini, Seren Taun dilaksanakan oleh berbagai kalangan mulai dari anak-anak, remaja hingga orang dewasa. Dalam acara Seren Taun kali ini, ditampilkan juga tarian dan seni musik dari seluruh Nusantara seperti Bali, Sulawesi, Sumatera dan sebagainya. Makna Filosofis Seren Taun, kata Indra, adalah Sunda yang bersih, Sunda yang indah, Sunda yang baik.

 

 

Melalui upacara ini, katanya, kita semua diajak untuk merawat dan melestarikan lingkungan alam kita, yang menumbuhkan segala hal yang kita tanam. Kita juga diajak agar selalu bersyukur atas semua hasil bumi yang kita peroleh sepanjang tahun.

Dia mengaku, di Cigugur, Pancasila terus dijaga dan dirawat dari generasi ke generasi, dari generasi masa lalu, masa sekarang dan yang akan datang. Sebab, sambung dia, tidak ada hari ini, kalau tidak ada hari kemarin, dan keberadaan hari ini untuk hari esok.

 

 

Kedaulatan budaya dan bangsa tidak akan bertumbuh bila rakyat anak Nusantara tidak merawat akar budayanya sendiri demi kemajuan bangsa di tengah globalisasi saat ini.

Sains dan budaya

Sebagai akademisi, ia berharap para akademisi di Nusantara ini mempunyai kesadaran bahwa ilmu, sains dan teknologi yang dipelajari tidak membuat kita lupa akan akar budaya, karena di mana bumi dipijak, di situ langit dijunjung. Jadi, apapun yang kita pelajari harus diadaptasikan dengan akar budaya bangsa kita.

Menurut dia, bangsa yang besar adalah bangsa yang mampu mengembangkan teknologi dan ilmu pengetahuan, tanpa melupakan akar budayanya.

Ia mengaku, perayaan Seren Taun kali ini diliput puluhan media lokal, nasional dan mancanegara.

“Ada dari Kantor Berita Prancis, CNN dan media besar nasional lainnya”, tuturnya.

Indra mengaku, selama bertahun-tahun, Seren Taun tidak saja menjadi agenda lokal, tetapi telah menjadi agenda nasional dan mendapat perhatian banyak kalangan dari mancanegara. Menurut dia, secara saintis, Nusantara telah menjadi akar dan awal lahirnya budaya dunia.

 

Enam warga asal Desa Cipari ini, juga menghadiri upacara Seren Taun, di Gedung Paseban, Cigugur, Selasa (11/7) 

 

Budaya dan agama

Menurut Indra, budaya dan agama tidak bertentangan. Karena itu, seorang pemeluk agama tertentu, bisa hidup berdampingan dengan penganut kepercayaan tertentu. Ia mengambil contoh kehidupan masyarakat di Cigugur.

Ia menjelaskan, ada sejumlah keluarga di Cugugur yang dalam satu rumah, anggotanya bisa memeluk beberapa agama. Jadi dalam sebuah keluarga, anggota-anggotanya bisa berbeda agama, dan mereka bisa hidup rukun.

 

Biarawati, Suster Adriana, juga mengambil bagian dalam upacara Seren Taun, di Cigugur, Selasa (11/7)

 

“Misalnya, orangtuanya penganut Sunda Wiwitan, tetapi anak-anaknya ada yang Katolik, Protestan dan Muslim, namun mereka bisa hidup rukun. Hal itu terjadi karena nilai yang diusung adalah emosional kekerabatan, persaudaraan”, tuturnya.

Kebudayaan, menurut dia, seharusnya dipandang sebagai roh kehidupan kita. Agama adalah bagian dari kehidupan kita yang bisa beradaptasi dengan budaya.

“Dalam setiap budaya di Nusantara terkandung nilai universal yang bisa beradaptasi dan berakulturasi dengan nilai keagamaan apapun”, tutupnya.

KOMENTAR