Webinar LPPM UKI: Ungkap Fakta Perceraian bullis, Hukum dan Seks datar lalu alih ke Pangan Lokal pada Masa Pandemi Covid19

Hila Bame

Tuesday, 30-06-2020 | 15:10 pm

MDN

Makan siang bersama hingga minum kopi bersama gebetan,  bak tetesan air yang menyiram mawar setiap hari, tampaknya, meski tak berbuah, bahkan jarang  tetapi,  cukup rimbun, indah dipandang mata karena kehijuan yang tampak memiliki keunggulan dari yang dipunya. 

Jakarta, Inako

 

Pertama kali dalam sejarah umat manusia, seluruh dunia berfokus pada satu masalah. 

 

BACA JUGA:  Ulasan Hukum Dr Aartje, Mengapa Wanita sebagai pemicu Kekerasan Tidak pernah diulas? kata para suami

Semua ini dimulai tepat pada 1 Desember 2019, di Kota Wuhan, Provinsi Hubei. Sebuah kasus pneumonia mulai merebak tanpa diketahui asal usulnya. Li Wenliang, seorang dokter spesialis mata asal Wuhan yang saat itu khawatir akan dampaknya, mulai mengingatkan rekan sejawatnya tentang kemunculan wabah penyakit yang memiliki simtom mirip severe acute respiratory syndrome atau dikenal sebagai SARS. 

BACA JUGA:  

Transformasi Digital UMKM Jadi Solusi di Tengah Pandemi Covid-19

 

Bencana ini merebak dengan sangat cepat ke seluruh dunia. Bahkan sampai bulan Juni, korban kematian akibat Covid-19 sudah melebihi pandemik SARS global di tahun 2002-2004.

Menjadi manusia yang adaptif dengan covid19 ternyata tidak gampang seperti  terucap dengan begitu banyak protokol rumah tangga, berjibun cara laku, yang wajib dipenuhi, tidak sedikit upaya serupa menyeruak dibalik browsing internet, masalah muncul layaknya toll internet jua.

BACA JUGA:  

India melarang 59 aplikasi seluler China karena masalah 'keamanan'

Masyarakat di planet bumi dipaksa jumpa dengan ekosistem baru yang awalnya hanya ada di berbagai entitas songsong era IoT, Covid19 memaksa masyatakat rumah tangga patuh menjalankan untuk sebuah eksistensi dan bertahan dalam tsunami covid19.

BACA JUGA:  

DPD JAMAN Kalbar Desak Presiden Jokowi Reshuflle Kabinet

Peserta Webinar yang diselenggarakan oleh LPPM  Universitas Kristen  Indonesia (UKI) menyampaikan beberapa kesimpulan sekitar pendidikan, psikologi, gizi, hukum dan seks pada masa pandemi.

Habitus rumah tangga berubah mulai acara makan siang tidak lagi di dekat kantor bersama rekan. Sejak Maret 2020, aktivitas kantor bertransformasi dengan Work From Home (WFH).

Hampir 4 bulan lamanya makan siang dilakukan bersama anak dan istri di rumah memicu daya tarik yang ambrol (kebosanan) bagi sebagian pihak, akibat PSBB.

Seorang Psikolog pada webinar UKI,  mengungkapkan banyak pasangan melakukan gugat cerai di masa pandemi di China akibat kelamaan terkunci corona, Ungkap Dr Silverius Yoseph Soeharo, Dekan Fakultas Psikologi Univ Pancasila. 

Soeharo juga mengakui bahwa ada juga perceraian karena masalah "kelangkaan" dari sektor ekonomi. Karena itu webinar UKI menganjurkan agar rumah tangga memikirkan dan mulai bisnis rumahan, menjulangkan pendapatan, sekaligus menggeser kebosanan akut yang mencekam saat pandemi. 

Kekerasan verbal menurut Webinar UKI adalah simptom dari longsornya daya tarik suami dan istri dalam rumah tangga akibat variabel masalah saat corona mengepung manusia.

Selanjutnya webinar UKI  berupaya membuka layanan konsultasi  bagi keluarga yang positif terpapar kekerasan dalam rumah tangga (KDRT)  anjur Soeharso.

Pendidikan E-Learnig era Pandemi

Webinar UKI merekomendasikan pola pendidikan era pandemi wajib merubah cara pikir (mindset) baik pendidik maupun peserta didik perihal cara ajar (pendidik) dan cara tangkap ilmu (siswa). 

Pendidikan berbasis internet mengharusakan pendidik dan peserta familiar dengan Internet of Things (IoT). Keuntungan besar dari kemajuan teknologi membawa perubahan dalam berbagai bidang kehidupan manusia, meski pun dampak terjajah dari teknologi mengantar sebagian individu yang tergelincir dipukul hingga babak belur  oleh UU IT.

Inovasi oleh Pendidik perlu dan, merupakan langkah strategis pada masa mendatang katakanlah dengan metode blended learning yang dituangkan dalam RPS,  ujar Dr,dr Bernadeta Nadeak, Dosen Pascasarjana UKI. 

Metode Blended learnig menurut catatan Inakoran.com telah banyak dilakukan oleh berbagai Universitas di Jakarta, sejak setahun yang lalu termasuk Universitas Al Azhar Indonesia (UAI). Metode itu dilakukan untuk mengakomodasi para pekerja di Jabodetabek yang minim kehadiran di kelas tetapi derajat ilmu tidak kurang karatnya.

 

BACA JUGA:  Jepang dan Taiwan Kecewa Undang-undang Keamanan Baru Cina Untuk Hong Kong

Tema malnutrisi  dan Obesitas pada webinar UKI

Malnutrisi dimaknai  manusia  kurang nutrisi atau bahkan kelebihan. Keduanya sama-sama menimbulkan masalah kesehatan dan mengganggu perkembangan ketahanan fisik individu terutama musim corona mengcengkram manusia di bumi.

Gizi kurang di sini mencakup beberapa hal, seperti:

Stunting: tinggi badan sangat rendah pada anak. Wasting: berat badan sangat kurang pada anak, ujar  Dr.dr.  Carmen Siagian. 

Kekurangan vitamin serta mineral.

Solusi: Kebijakan pangan perlu diperkuat, terang dr. Carmen.

Sedangkan gizi lebih meliputi overweight (berat badan lebih) dan obesitas. Tidak seperti anak-anak normal pada umumnya, anak-anak yang mengalami malnutrisi serius umumnya mengalami perkembangan kepribadian yang lambat, ujar dr. Carmen. 

" Masalah kami bukan memakai nutrisi yang kurang apa lagi  kelebihan nutrisi bang, kami tidak bisa membeli nutrisi ketika PSBB diterapkan di Indonesia" ujar Aldi (40) seorang tukang ojek yang tergabung dalam wartawan respons cepat (WRC).

Aldi ungkapkan isi hatinya ketika ia dan beberapa temannya nonton webinar UKI via saluran youtobe di kantor Redaksi Inakoran.com  beberapa waktu lalu.

"Diet sempurna terjadi pada anak saya bang, karena tadinya ia kelebihan berat badan, sekarang kurang uang, kuranglah jajan nya" lanjut Aldi. 

Tema Makanan Lokal pada webinar UKI

Makanan lokal menjadi perhatian banyak pihak akibat penyakit yang timbul dari makanan cepat saji belakangan ini terutama diabetes, struk, serangan jantung dan efek lain selain makanan lokal dari bumi nusantara.

" Vera harus membiasakan diri makan sagu" ujar Dr. Aartje, Pakar Hukum Agraria sekaligus Dosen Pascasarjana UKI dalam webinar tersebut.

Aartje, menjawab Vera, salah seorang peserta webinar dari Provinsi Maluku.

Pemerintah telah mensosialisasikan Kebijakan pangan berbasis kearifan lokal  yaitu sumber pangan yang berada di daerah seluruh Indonesia.  terang Aartje.

Sagu merupakan makanan pokok orang Maluku, dan bahan pangan ini merupakan salah satu cara mengatasi krisis pangan yang dialami masyarakat Indonesia terutama saat Pandemi merebak.

Aartje menganjurkan agar kebijakan pemda mendorong masyarakat setempat kembali mengkonsumsi makanan lokal berbasis sagu dan sosialisasi secara terus menerus perlu dilakukan secara bersama oleh masyarakat dan pemerintah. pungkas Aartje. 

 

TAG#UKI

190215862

KOMENTAR