Yusril Nilai Kubu Prabowo-Sandiaga Tak Miliki Format Koalisi yang Jelas

Jakarta, Inako
Setelah bersedia menjadi kuasa hukum Jokowi-Ma’ruf di pilpres 2019, pengacara sekaligus Ketua Umum Partai Bulan Bintang Yusril Ihza Mahendra mulai bicara blak-blakan terkait ganjalan partainya untuk berkoalisi dengan kubu Prabowo-Sandiaga.
Yusril menilai, Prabowo-Sandiaga tak memiliki format koalisi yang jelas dan bisa menguntungkan partai-partai pendukung di pemilihan legislatif.
Yusril mengaku pernah diajak Sandiaga menjadi bagian tim pemenangan. Dia pun menanyai Sandiaga bagaimana agar sesama calon anggota legislatif dari partai koalisi tak saling berebut di lapangan. Yusril menyebut, dia sebagai caleg PBB bahkan bisa 'digergaji' oleh caleg Gerindra di daerah pemilihan yang sama.
"Pak Sandi kaget waktu saya tanya begitu. Dia bilang, kami enggak pernah terpikir apa yang disampaikan Pak Yusril ini," kata Yusril, Kamis (8/11/2018).
Yusril menuturkan, dia memberi tahu Sandiaga bahwa hal tersebut harus dia pikirkan bersama Prabowo sebagai pemimpin koalisi. Kata dia, Sandiaga berjanji akan membicarakan persoalan ini dengan Prabowo.
Mantan Menteri Hukum dan HAM ini mengatakan, sistem pemilu serentak 2019 ini memerlukan formula khusus yang harus dibahas partai-partai yang berkoalisi. Yusril meminta Prabowo dan Sandiaga mencari cara agar partai koalisi tak saling berebut suara di pileg. "Sehingga semua partai happy memperjuangkan Prabowo-Sandi," ujarnya.
Format yang adil dan proporsional, menurut Yusril, penting agar partai-partai pendukung juga memperoleh keuntungan dari koalisi. Terlebih calon presiden dan wakil presiden sama-sama berasal dari Partai Gerindra.
Yusril mengatakan, format yang adil dan proporsional itu juga menyangkut kesepakatan pembagian kursi di Dewan Perwakilan Rakyat setelah pemilu rampung. Dia berujar kursi di legislatif ini penting demi menyokong pemerintahan Prabowo-Sandiaga seumpama memenangi pilpres tahun depan.
Masalah format koalisi dan kerja sama di pileg ini juga tercantum dalam draf naskah Aliansi Partai Politik Keummatan dalam Rangka Pemenangan Pemilihan Presiden dan Legislatif 2019. Yusril mengatakan, draf itu disusun sejumlah tokoh di rumah ulama Gerakan Nasional Pengawal Fatwa Abdul Rasyid Syafi'i.
Yusril mengatakan, draf bertanggal 11 Oktober 2018 diserahkan kepada Prabowo dua hari setelah itu oleh juru bicara Front Pembela Islam Munarman. Draf juga disusun setelah Ketua Majelis Syuro PBB Malam Sabat Kaban (MS Kaban) dan Sekretaris Jenderal PBB Ferry Afriansyah Noer kembali dari menemui pimpinan FPI Rizieq Shihab di Mekkah.
Dalam poin pertama draf itu disebutkan bahwa aliansi memandang penting membantu setiap partai politik mendapatkan suara minimal empat persen sesuai ambang batas parlemen atau parliamentary threshold.
Berikutnya, di poin kedua, aliansi memandang perlunya dilakukan pemetaan potensi perolehan suara partai politik di setiap dapil. Tujuannya mengetahui secara lebih mikro jumlah suara yang dapat diraih dari partai pendukung Prabowo-Sandiaga, untuk kemudian menyusun strategi memperluas ceruk suara di dapil yang potensinya kecil.
Yusril mengatakan, perbincangan dengan Sandiaga beberapa waktu lalu tak ada kelanjutannya. Draf aliansi yang diajukan ke Prabowo, kata dia, juga tak mendapat respons. "Terus kalau begitu ditanya sama saya, apa saya mau masuk koalisi, ya ntar dulu dong," kata Yusril.
TAG#Pilpres 2019, #PBB, #Format Koalisi, #Yusril Ihza Mahendra
190215663
KOMENTAR