78 Tahun Megawati Soekano Puteri, Martir Demokrasi Perlu Dibela

Hila Bame

Tuesday, 04-02-2025 | 11:14 am

MDN


Oleh : H. Adlan Daie
Analis politik dan sosial keagamaan 

 

JAKARTA, INAKORAN

Kita boleh berbeda pandangan politik dengan Megawati Soekarno Puteri, Ketua Umum PDI Perjuangan tetapi hingga di usianya ke 78 tahun (23/1/2025) Megawati sebagai pemimpin politik - suka tidak suka -  kokoh dan konsisten menjaga suluh demokrasi.

Bahkan dalam konteks pemilu 2024 harus diakui Megawati dan PDI Perjuangan - partai yang dipimpinnya adalah "martir" demokrasi perlu dibela, terlepas dengan segala perbedaan perspektif ideologis terhadap Megawati dan PDI Perjuangan.

Megawati adalah personifikasi utuh dari ideologi PDI Perjuangan dan PDI Perjuangan adalah instrument politik dari pandangan ideologis dan tindakan politik Megawati dalam menjaga spirit demokrasi dan  meneguhkan moralitas konstitusi.

Megawati dalam usianya ke 78 dengan kesadaran spiritualitas konstitusi memilih berjuang di jalan "menderita" demi menjaga suluh demokrasi di Indonesia, bahkan "berdarah darah" secara politik menjadi tembok terakhir penjaga konstitusi.

Andai Megawati dan PDI Perjuangan tunduk pada kuasa politik untuk perpanjangan masa jabatan Presiden yang didesain oligarkhi politik dipastikan tidak akan lahir Presiden dan DPR RI /DPRD baru dalam proses pemilu  2024, lebih dari itu, ruh dan spirit demokrasi akan "mati".

Itulah sikap Megawati dan PDI Perjuangan meskipun ongkos politik yang ditanggungnya begitu mahal. Babak belur di pemilu legislatif dan pemilu Presiden, dikepung oleh koalisi besar dalam pilkada, ditekan dan dikriminalisasi sejumlah elite PDI Perjuangan lewat "tabungan" kasus yang sewaktu waktu dibuka kembali.

Dalam spirit itu kita perlu membela Megawati. Kekuatan moralitas politik Megawati tidak tunduk pada pragmatisme politik betapa pun menguntungkan partai yang dipimpinnya tidak ia lakukan jika harus menabrak sistem demokrasi dan "menekuk" moralitas  konstitusi.

Konstitusi bagi Megawati bukan alat transaksi tukar tambah kepentingan yang bisa "di utak utak" secara pragmatis demi sharing politik kekuasaan sekalipun menguntungkan partai yang dipimpinnya, PDI Perjuangan dalam jangka pendek. 

Sekali "jebol" pagar konstitusi oleh tukar tambah kepentingan dan "untung rugi" politik secara pragmatis, negara tidak memiliki pegangan bernegara yang kokoh dan  hampir pasti ancaman perpecahan selalu menghantui kehidupan berbangsa dan bernegara.

Dengan kata lain, 
sikap "keras" penolakan Megawati atas wacana Presiden tiga periode atau perpanjangan masa jabatan Presiden, sekali lagi, meskipun menguntungkan partai yang dipimpinnya justru itulah cara Megawati menyelamatkan kehidupan berbangsa dan bernegara, teguh berpegang pada kekuatan "spiritualitas" konstitusi.

Keteguhan sikap politik Megawati ini sangat mendasar bahwa konstitusi harus diletakkan sebagai "rule game" dalam kehidupan berbangsa dan bernegara untuk menjamin sirkulasi kepemimpinan politik periode lima.tahunan secara "ajeg" dan konsisten. 

Inilah keteguhan sikap politik Megawati Soekarno Puteri, Ketua Umum PDI Perjuangan, bukan sekedar anak biologis tapi melainkan sekaligus mewarisi pandangan ideologis Bung Karno,  Presiden RI pertama, peletak dasar dasar kebangsaan. Indonesia.

Sejarah politik yang telah dilaluinya telah membentuk karakter kepemimpinan Megawati tegak lurus pada konstitusi, berdaulat secara politik, kokoh secara ideologis dan berkepribadian kuat dalam kebudayaan. 

Sumber keyakinan politik Megawati tak lekang oleh waktu, tak luntur oleh godaan pragmatisme politik dan tak tergoyahkan di usianya ke 78.

Itulah yang disebut pemikir politik modern Francis Fukuyama sebagai jalan mulia dan beradab",  bertumpu pada kesadaran etik - bukan "utak Atik" konstitusi secara menjijikkan 

Selamat ulang tahun Hj Megawati Soekarno Puteri ke 78.

 

TAG#MEGAWATI SOEKARNO, #ADLAN

188667816

KOMENTAR