Atasi Defisit Neraca Perdagangan, Jokowi Minta Pertamina Caplok Perusahan Migas Asing

Sifi Masdi

Sunday, 25-08-2019 | 11:26 am

MDN
Gedung Pertamina [ist]

Jakarta, Inako

Pemerintah memiliki jurus baru untuk mengurangi defisit neraca perdagangan dan menekan impor migas. Salah satunya yakni dengan memberikan penugasan baru kepada Pertamina untuk mengakuisisi perusahaan-perusahaan minyak di luar negeri. Rencana tersebut tentu masih dalam kajian. 

Dalam dokumen nota keuangan dan Rancangan Anggaran Pendapatan Belanja Negara (RAPBN) 2020, dituliskan, bahwa masih dibutuhkan upaya lebih keras lagi dalam meningkatkan kinerja ekspor nasional dan menekan impor khususnya impor migas.

Sehingga, diperlukan terobosan kebijakan yang esensinya mendukung kebijakan yang sudah ada dalam rangka mengakselerasi penurunan defisit transaksi berjalan baik dalam jangka panjang maupun jangka pendek.

Dari sisi kebijakan, satu terobosan bisa dilakukan adalah melalui kebijakan merger dan akuisisi (M&A) pada perusahaan-perusahaan minyak luar negeri baik lokal maupun multinasional. Pada prinsipnya, strategi M&A bisa dilakukan melalui dua model.

Pertama, dengan mengakuisisi secara mayoritas pada perusahaan multinasional yang sehat dan kemudian menjadi pemegang saham pengendali pada perusahaan tersebut sehingga Indonesia mempunyai wakil dalam struktur pengurus dan bisa ikut mengendalikan kebijakan perusahaan.

Kedua, strategi M&A dengan mengakuisisi perusahaan minyak yang secara finansial kurang sehat, namun memiliki cadangan minyak tinggi. Perusahaan ini bisa diakuisisi dengan harga murah dan tidak membebani APBN, yang kemudian disehatkan melalui kebijakan korporasi tertentu.

Terobosan kebijakan di atas diharapkan dapat mendukung peningkatan produksi migas sekaligus menekan angka impor BBM yang bermuara pada penciptaan surplus transaksi berjalan secara bertahap.

Untuk strategi investasi dan model bisnisnya, ada beberapa opsi kebijakan yang saat ini tengah dilakukan kajian oleh Pemerintah diantaranya memberikan penugasan baru kepada PT Pertamina (Persero) untuk mengakuisisi perusahaan-perusahaan minyak di luar negeri.

Kemudian, memberikan penugasan tambahan kepada Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI) melalui Program NIA-nya untuk melakukan akuisisi perusahaan-perusahaan minyak di luar negeri. Membentuk special mission vehicles (SMV) baru dengan penugasan khusus secara professional untuk mengakuisisi perusahaan-perusahaan minyak di luar negeri. Serta membentuk BLU baru dengan penugasan khusus untuk pengelolaan dana dalam rangka mendukung pelaksanaan akuisisi perusahaan-perusahaan minyak di luar negeri.

Menanggapi hal ini, Wakil Menteri ESDM Arcandra Tahar menyebutkan, akuisisi lapangan migas luar negeri adalah salah satu syarat jika memang Pertamina ingin melebarkan sayapnya dan menjadi perusahaan migas dunia. 

"Bagus itu, biar bisa menjadi world class company harus punya ladang minyak di luar," kata Arcandra, di Kementerian ESDM, Rabu (21/8/2019).

Namun, tantangan berat dipastikan akan menghadang Pertamina untuk bisa menjalankan amanat pencarian migas di luar negeri. Tentunya, kasus yang menimpa mantan Direktur Utama Pertamina Karen Agustiawan tidak bisa begitu saja dilupakan. Dirinya divonis bersalah atas akuisisi saham 10% yang dilakukan Pertamina pada Blok BMG di Australia pada 2009 dari Roc Oil Company Limited (ROC).

Karen dinyatakan bersalah oleh majelis hakim karena dianggap telah menyebabkan kerugian negara atas investasi Pertamina di sana yang tidak memenuhi target produksi.

Soal ini, Arcandra pun meminta agar kebijakan baru ini jangan dihubungkan dengan kasus yang menimpa Karen. "Janganlah dihubung-hubungkan dengan (kasus) Bu Karen," pungkasnya.

Di sisi lain, Direktur Eksekutif Asosiasi Perusahaan Migas Indonesia (IPA) Marjolijn Wajong menuturkan, pada dasarnya, IPA mendukung segala upaya pemerintah untuk meningkatkan produksi migas dalam negeri dan mengurangi defisit dan impor migas.

KOMENTAR