Beda Pandangan Faisal Basri dan Jokowi Soal Hilirisasi Nikel di Indonesia
Ekonomi senior Institute for Development of Economics and Finance (INDEF), Faisal Basri berbeda pandangan dengan Presiden Joko Widodo soal hilirisasi nikel di Indonesia.
Menurut Faisal, program itu hanya menguntungkan China. Fasisal menjelaskan, hilirisasi di Indonesia nyata-nyata mendukung industrialisasi di Cina. Dari hilirisasi itu, kita hanya dapat 10 persen, 90 persennya ke China.
Menurut Faisal, Cina menjadi pihak yang mengeruk keuntungan paling banyak dari kebijakan hiliralisasi karena mereka memiliki pabrik smelter nikel di Indonesia.
Faisal menambahkan, seharusnya Indonesia mengedepankan kebijakan industrialisasi yang akan menguatkan struktur perekonomian karena memberi nilai tambah ketimbang hilirisasi.
Sebaliknya, Presiden Jokowi menyatakan bahwa Indonesia mendapatkan banyak keuntungan karena hilirisasi tersebut. Jokowi mengajak Basri melihat nilai ekspor yang melonjak tajam dari Rp 17 triliun menjadi Rp 510 triliun.
Menjawab wartawan di Stasiun LRT Dukuh Atas, Jakarta Pusat, Kamis, 10 Agustus 2023, Jokowi menjelaskan, saat kita mengekspor bahan mentah, setahun kita hanya memperoleh Rp17 triliun. Setelah hilirisasi, kita mendapat Rp510 triliun. Besaran pajak dari Rp17 triliun jelas jauh lebih kecil dari Rp510 triliun.
Jokowi menambahkan, pemerintah akan mendapatkan beberapa jenis pajak, seperti Pajak Pertambahan Nilai (PPN), Pajak Penghasilan (PPh) badan, PPh karyawan, PPh perusahaan, royalti, bea ekspor, Penerimaan Negara Bukan Pajak dengan jumlah lebih besar dari proyek hilirisasi. Karena itu, eks Gubernur DKI Jakarta itu mengaku tidak mengerti logika yang dipakai Faisal Basri.
TAG#Hiliralisasi Nikel, #Jokowi, #Faisal Basri, #China
188642481
KOMENTAR