Benar Kata Orang, Bagi Madrid Liga Champions itu Seperti Taman Bermain

Timoteus Duang

Wednesday, 13-04-2022 | 07:05 am

MDN
Para pemain Madrid merayakan gol Karim Benzema ke gawang Chelsea. Madrid berhasil lolos ke babak semifinal Liga Champions 2021/2022.

 

Jakarta, Inakoran

Modric hanya butuh satu detik untuk memantau situasi sebelum melepas umpan ke bagian kiri kotak gawang Chelsea. Di tengah kawalan dua pemain belakang lawan, Rodrygo berlari menyambut umpan itu dan meneruskannya ke dalam gawang. Dua puluh menit lagi waktu normal akan berakhir dan gol itu berhasil mengubah mood pertandingan, yang kemudian mengubah segalanya.

 

Tengah pekan kemarin Real Madrid meraih kemenangan 3-1 di Stamford Bridge. Hasil itu membuat mereka bermain sedikit lebih tenang di Bernabeu dini hari tadi. Akan tetapi, Chelsea dengan Thomas Tuchelnya yang hebat, membuat atmosfer Bernabeu hampir tidak bisa bernafas, terutama pada babak pertama dan di menit-menit awal babak kedua.

Mason Mount membawa Chelsea unggul cepat di menit ke lima belas. Gol pertama selalu punya nilai lebih untuk memicuh semangat dan Chelsea pun makin mendominasi. Mereka masih memiliki defisit dua gol, sehingga tidak ada pilihan lain selain terus menyerang. Tekanan terus diberikan sampai akhirnya berhasil menggandakan keunggulan pada awal babak kedua melalui Antonio Rudiger.

Marcos Alonso sempat membawa Chelsea menjauh sebelum akhirnya wasit menganulir gol itu karena bola terlebih dahulu menyentuh tangan sang pemain sebelum dilesakkan ke dalam gawang Courtois. Tapi akhirnya Chelsea menambah keunggulan juga melalui Timo Werner dan mereka menempatkan Real Madrid di ambang eliminasi.

 

Baca juga: Walaupun Peluangnya di Bernabeu Teramat Kecil, Thomas Tuchel Janjikan Perlawanan Maksimal

 

Akan tetapi, Madrid adalah Madrid. Pemain dan pelatih datang silih berganti, tapi semangatnya tetap sama. Di Liga Champions, tidak ada klub lain yang sehebat mereka—siapapun itu harus akui—sebab di ruang piala mereka ada tiga belas piala yang kupingnya lebar. Pengalaman, roh, dan juga, yang tidak kalah penting, atmosfer Bernabeu yang selalu luar biasa itu mengobarkan semangat skuad di lapangan.

Di tengah kesulitan menahan gempuran serangan Chelsea yang telah direncanakan dengan matang, mereka tetap berhasil mengkreasi peluang—dan memanfaatkannya dengan brilian. Sentuhan sisi luar kaki kanan Modric [sedikit terlihat ajaib, dengan campur tangan dewi keberuntungan] menjadi awal dari segalanya. Bola melambung indah ke titik berbahaya pertahanan Chelsea sebelum Rodrygo menyambarnya, bahkan sebelum si kulit bundar menyentuh tanah.

Gol!!!

Itu gol murni dan seluruh kota bersorak. Rasanya seperti gol kemenangan—mengingatkan kita pada sundulan Sergio Ramos ke gawang Courtois tahun 2014—tapi papan skor menunjukkan skor 1-3 untuk Chelsea. Namun itu cukup secara agregat, cukup untuk memaksa pertandingan dilanjutkan ke babak tambahan.

 

Baca juga: Tuchel Lempar Handuk, Ancelotti Percaya Filosofi Bola Bundar: Bagaimana Peluang Chelsea di Bernabeu?

 

Semua orang tahu, tim yang paling akhir mencetak gol selalu menjadi tim yang paling bersemangat pada detik-detik berikutnya. Madrid mendapatkan moment itu dan berhasil memanfaatkannya dengan sempurna. Benzema yang hampir di sepanjang babak kedua terlihat kesakitan, menyegel tiket ke babak semifinal melalui sundulannya pada awal babak pertama perpanjangan waktu.

Di pinggir lapangan, Carlo Ancelotti tampak tidak bereaksi apa-apa melihat gol itu. Tapi dunia tahu, kemenangan Madrid pagi ini lahir dari kecerdasannya merespon ketertinggalan. Tertinggal dengan spasi tiga tidak pernah gampang. Keputusan menarik keluar Casemiro dan Kroos untuk memberi tempat pada Rodrygo dan Camavinga, benar-benar perjudian yang berani.

Tidak seperti judi Dragon-Tiger yang memberi peluang untuk seri, pergantian pemain di tengah situasi yang memanas hampir selalu menghasilkan salah satu dari dua konsekuensi ekstreme ini: menang telak atau gagal total.

 

Baca juga: Percaya pada Filosofi Bola Bundar, Carlo Ancelotti Tidak Mau Berjumawa

 

Zinedine Zidane melakukannya tahun lalu, juga dalam pertandingan melawan Chelsea. Madrid yang diharuskan mencetak minimal satu gol, terpaksa harus tampil menyerang. Saat tertinggal 0-1, Zidane menarik keluar Casemiro dan memasukkan Rodrygo. Hasilnya, lini tengah menjadi tidak seimbang, Rodrygo gagal menambah ketajaman di depan dan Chelsea menambah satu gol.

Tapi kali ini, efek rotasi itu benar-benar berbeda. Rodrygo mencetak gol yang memungkinkan laga diperpanjang dan Camavinga mengkreasi peluang terciptanya gol kemenangan oleh Benzema. Di area pertahanan Chelsea, pemain Prancis itu mencuri bola dari dua pemain lawan dan mengubahnya menjadi umpan kunci yang dikirim ke Vini Jr yang bergerak tanpa kawalan di sisi kiri area serangan.

Dengan satu sontekan cantik, Vini mengirim umpan matang pada Benzema yang kemudian mengonversi bola itu menjadi gol. Papan skor menunjukkan angka 2-3 untuk kemenangan Chelsea. Tapi Madrid berhak lolos dengan agregat 5-4 setelah pada laga pertama menang 3-1 di Stamford Bridge.

***

Satu menit setelah kemenangan itu, saya mengunggah satu foto perayaan kemenangan para pemain Madrid di WhatsApp story. Seorang teman berkomentar: “Hampir.”

Teman saya itu benar. Madrid hampir tumbang. Tapi di Liga Champions, apalagi bagi Madrid, situasi “Hampir” selalu berarti peluang: perjuangan belum tuntas.

Lalu saya balas cuitan teman itu: “Bagi Madrid, Liga Champions itu seperti taman bermain.”

 

 

KOMENTAR