Copot Kapolres Mabar AKBP Bambang Hari Wibowo Karena Tidak Mengindahkan Budaya Orang Flores

Hila Bame

Saturday, 04-09-2021 | 14:43 pm

MDN
Dua Wanita Lebak dan Pria Baduy denga Parang terselip di Pinggang

 

JAKARTA, INAKORAN

Tindakan Polres Mangarai Barat menangkap dan menahan 21 (dua puluh satu) warga di Desa Golo Mori, Kecamatan Komodo, Kabupaten Mangarai Barat,  karena dugaan mengganggu ketertiban umum, hanya karena warga membawa parang di sekitar rumah atau jalan di Kampung/ Desanya, merupakan tindakan sewenang-wenang yang menginjak-injak kultur orang Flores, NTT, demikian catatatan tertulis Petrus Selestinus Koordinator TPDI/Ketum Kongres Rakyat Flores (KRF), yang diterima INAKORANCOM Sabtu (4/9/21).

 

Warga Baduy selalu membawa Parang kemana saja mereka pergi
Lebak 28/8/21

Foto: INAKORAN COM

 

Padahal perbuatan mambawa parang dan pisau bagi laki-laki Flores atau NNT pada umumnya adalah bagian dari tradisi budaya warisan leluhur yang melekat dalam kesatuan-satuan masyarakat hukum adat beserta hak tradisionalnya yang masih hidup, dimana negara mengakui karenanya wajib hukumnya untuk dihormati oleh siapapun juga, termasuk AKBP. Bambang Hari Wibowo, sebagai Kapolres yang adalah alat negara Penegak Hukum.


baca:  

Tahan dan Adili Segera Terduga Pelaku Penembakan Enam Anggota FPI

 


Tindakan AKBP. Bambang Hari Wibowo, Kapolres Manggarai Barat, menangkap 21 (dua puluh satu) warga di Desa Golo Muri, yang sedang membawa parang di sekitar kampung halamannya dengan alasan mengganggu ketertiban umum, justru AKBP. Bambang Hari Wibowo, telah menciptakan potensi mengganggu ketertiban umum, karena melarang dan menindak laki-laki Flores membawa parang di dalam lingkungan kerja dan rumah tinggal sehari-hari, bisa menyulut amarah laki-laki se- Manggarai Barat, karena dinilai sebagai telah menginjak-injak budaya orang Flores.

Dua Wanita Lebak  dan Pria Baduy denga Parang terselip di Pinggang " Maco" nya Nendang kata mereka
kepada Inakoran  Sabtu (28/8/21)
Foto: INAKORANCOM
 

 

Pelarangan dan penindakan terhadap 21 (dua puluh) satu orang dimaksud, sama saja dengan AKBP Bambang Hari Wibowo menginjak-injak tradisi budaya dan hak-hak tradisional masyarakat Manggarai Barat, padahal laki-laki Manggarai Barat yang membawa parang atau pisau dilindungi oleh pasal 18 UUD 1945, dan pasal 2 ayat (2) UU No. 12 Tahun 1951, yaitu, tidak termasuk barang yang nyata-nyata untuk dipergunakan dalam pertanian, atau pekerjaan rumah tangga atau nyata-nyata sebagai barang-barang pusaka tradisonal, sebagai bagian dari tradisi budaya.

COPOT KAPOLRES MANGGARAI BARAT.

Bagi orang Flores atau NTT pada umumnya, perbuatan laki-laki membawa parang atau pisau dalam kesehariannya di kampung, desa, kecamatan bahkan hingga antar kabupaten di Flores/NTT, itu simbol kebijakan dan kenyamanan yang melekat sebagai tradisi dalam sikap untuk menjaga ketertiban umum. 

Dengan membawa parang atau pisau, akan memastikan bahwa laki-laki Flores memenuhi kewajibannya untuk menjaga dan siaga melindungi keluarganya, kampung halamannya dan kepentingan umum di wilayahnya dari gangguan kemanan yang datang dari pihak lain yang berkehendak tidak baik. 

Oleh karena itu jika tindakan Kapolres AKBP. Bambang Heru Wibowo menindak 21 (dua puluh satu) laki-laki di Desa Golo Mori, didasarkan pada kehendak tidak baik dengan menyalahgunakan jabatannya, maka cepat atau lambat AKB. Bambang Heru Wibowo, akan berhadapan dengan laki-laki Manggarai Barat secara adat dan budaya dalam soal ini.

Kapolres Mangarai Barat, AKBP Bambang  Hari Wibowo, nyata-nyata tidak tahu adat, tidak menjunjung tinggi tradisi budaya orang Manggarai Barat, melanggar konstitusi dan pasal 2 ayat (2) UU Darurat No. 12 Tahun 1951, maka Kapolda NTT segera mencopot jabatan AKBP. Bambang Hari Wibowo selaku Kapolres Manggarai, tarik kembali dan pulangkan ke kampung halamannya untuk belajar bagaimana menghargai budaya orang lain.

Tindakan AKBP. Bambang Hari Wibowo, jelas merusak program dan visi Kapolri Jend Po. Listyo Sigit Prabowo, yaitu melalui penegakan hukum, merawat kebhinekaan menghormati dan mengayomi masyarakat, tentu saja berikut tradisi budaya dan hak-hak tradisonal yang melekat dalam setiap individu orang-orang Manggarai Barat. 

Ini Kapolres Manggarai Barat, sebagai orang kurang kerjaan bahkan memiliki motif tertentu di balik tindakannya yang destruktif, karena budaya adalah senjata untuk melawan radikalisme, jika merongrong budaya Manggarai Barat, akan memberi karpet merah buat radikalisme tumbuh subur di Manggarai Barat.

Karena itu, segera lepasakan dan hentikan penyidikan atas 21 (dua puluh satu) laki-laki di tahanan Rutan Polres Manggarai Barat, dan kepada Kapolda NTT dimohon supaya "copot dan tarik kembali dan/atau pulangkan saja ke kampung halamnnya AKBP. Bambang Hari Wibowo, berilah dia kesempatan untuk belajar kembali tentang bagaimana cara untuk menghargai, menghormati dan mengayomi masyarakat dan budaya setempat dimana dia berada". 

Ingat kata pepatah, "dimana bumi diinjak, di situ langit dijunjung tinggi".

(PETRUS SELESTINUS, KOORDINATOR TPDI & ADVOKAT PERADI)

 

TAG#PARANG, #BUDAYA FLORES

188718844

KOMENTAR