Faktor Geopolitik Picu Kenaikan Harga Minyak Dunia

Sifi Masdi

Sunday, 15-09-2019 | 23:26 pm

MDN
Ilustrasi harga minyak dunia [ist]

Jakarta, Inako

Situasi Timur Tengah kembali memanas lagi akibat serangan 10 drone ke perusahaan minyak milik Arab Saudi, Aramco, Sabtu (14/9). Akibatnya, produksi minyak di Arab Saudi anjlok 5,7 juta barel per hari atau sekitar 50% dari total produksi Negeri Raja Minyak tersebut.

Analis HFX Internasional Berjangka Ady Phangestu mengungkapkan situasi di Timur Tengah saat ini sedang labil. Ditambah lagi, Arab Saudi dinilai memiliki banyak musuh di sekelilingnya.

"Emas hitam menjadi incaran, siapa yang menguasai minyak akan menguasai perekonomian dunia, karena minyak merupakan darah bagi industri dan pabrikan," ungkap Ady kepada wartawan, Minggu (15/9).

Selain itu, Amerika Serikat (AS) masih terus menaikkan persediaan minyaknya dengan tujuan agar harga minyak Arab Saudi tetap rendah, sekaligus untuk mengeser posisi Arab Saudi. Ditambah lagi, China dan Korea Selatan (Korsel) justru membeli minyak dan gas dari Iran yang notabene mendapat sanksi embargo dari Negeri Paman Sam.

China dan Korsel memanfaatkan kesulitan Teheran, hal bertujuan agar kedua negara mampu bersaing dengan Amerika. Ady menekankan banyak kepentingan politik yang dilakukan beberapa negara saat ini dan membuat harga minyak menjadi korban bagi permusuhan.

Dengan kondisi saat ini menurut Ady sangat sulit menebak arah harga minyak akan ke mana, karena hal ini bukan dipengaruhi oleh kebutuhan utama. 

Sedangkan pada perdagangan Senin (16/9) diperkirakan bakal terjadi gejolak harga berupa gap.

Secara teknikal, harga minyak masih berada di bawah moving average (MA)200 hari. Sehingga, kisaran transaksi masih bergerak antara support pertama dan resistance pertama.

Sedangkan, untuk indikator RSI menunjukkan sentimen negatif atau berada di bawah level 50. Untuk indikator MACD berada pada level tengah mendekati nol dari penurunan histogram, atau lebih ke arah flat.

Adapun perkiraan HFX Internasional Berjangka untuk Senin (16/9) harga minyak bakal berada di level support US$ 52,75 per barel dan US$ 50,55 per barel. Sedangkan untuk level resistance berada di level US$ 56,70 per barel dan US$ 58,75 per barel. Hingga akhir tahun harga minyak diprediksi berada di level US$ 62 per barel.

Mengutip Bloomberg, pada Minggu (15/6) pukul 20.13 WIB tercatat harga minyak mentah WTI masih mencatatkan penurunan 0,44% di level US$ 54,85 per barel.

 

KOMENTAR