Gus Muhaimin, Gus Yahya dan Gus Ipul

Timoteus Duang

Tuesday, 17-05-2022 | 10:41 am

MDN
H. Adlan Daie

 

Oleh: H. Adlan Daie

Pasca Muktamar NU ke 34 di Lampung akhir tahun 2021 para pengamat dan sejumlah media menggambarkan relasi "politik" Gus Muhaimin, Ketua Umum PKB dengan Gus Yahya dan Gus Ipul (H. Saefullah Yusuf) , Ketua Umum dan Sekretaris Jenderal PBNU dengan gambaran tunggal, yakni disharmonis dan konfliktual dengan judul berita sangat provokatif dan  membenturkan satu sama lain, misalnya, judul berita "Cak imin arogan pasca sentil ketum PBNU gak ngatuh" (Cnn Indonesia, 2 /5/2022),  "Ketegangan cak imin dengan PBNU, buyarkan konsolidasi PKB 2024" ( Warta kota, 5/6/2024,. "Konflik dengan PBNU, PKB berpotensi jeblok" (Fajar online, 5/4/2022).

Gus Muhaimin, Gus Yahya dan Gus Ipul adalah "dzurriyah", generasi keempat dari para "muassis", para pendiri jam iyah Nahdlatul Ulama (NU), dari generasi KH. Hasyim Asy ary, generasi KH. Abd Wahid Hasyim dan generasi KH. Abdurahman Wahid (Gusdur).

Ketiganya tersambung secara langsung dengan sanad politik Gusdur,  berinteraksi dengan ekosistem sosial politik dan jaringan politik Gusdur.

 


Baca juga

Viral, Pria Pakistan Bawa Rombongan Nikahi Gadis Jepara


 

Mewarisi "cara main" politik Gusdur yang zig zag, sulit diduga, kontroversial dan sebagaimana Gusdur mereka memiliki kemampuan "merumit-rumitkan masalah sederhana dan piawai pula menyederhanakan masalah yang rumit."

Sulit dipahami jangankan pengamat "luar", bahkan oleh sejumlah pengurus NU sendiri.

Gus Yahya dalam salah satu tulisan di blog pribadinya "Terong gosong" edisi 21 oktober 2021, dua bulan sebelum Muktamar NU ke 34 di Lampung 2021, menggambarkan persahabatan ketiganya dalam judul tulisan "orang orang NU kesayanganku", bahwa pergaulan mereka sejak muda tahun 90-an telah terbiasa terlibat intens secara dinamis, bahwa yang paling besar dalam keprihatinan jiwa raga mereka, tulis Gus Yahya,  di tengah segala jatuh bangun, saling pukul atau bergandeng tangan adalah NU.

Gus Yahya menutup akhir tulisannya dengan sebuah testimoni bahwa "Muhaimin sulit dimatikan sekencang apapun sejarah membanting bantingnya, dan Gus Ipul yang dikira mati selalu bisa bangkit kembali".

 


Baca juga

Tragis, Kecelakaan Maut Bus Pariwisata di Mojokerta Tewaskan 13 Orang


 

Konstruksi sederhana tentang dinamika relasi antara Gus Muhaimin dengan Gus Yahya dan Gus Ipul di atas yang kini ketiganya berada di pucuk tertinggi  piramida sosial politik NU dan bacaan-bacaan penulis tentang dinamika sejarah NU mengantarkan penulis untuk tidak menyimpulkan bahwa relasi politik ketiganya saat ini bersifat tunggal dan hitam putih,  yakni disharmonis dan konfliktual sebagaimana diframing secara sistemik oleh sejumlah media maintreim tentu dengan intensi dan kepentingan politik yang mengikutinya.

Para pengamat alpa membaca Gus Muhaimin, Gus Yahya dan Gus Ipul adalah generasi dari "trah" pendiri NU sebagaimana pendahulu mereka yang kaya dengan khazanah dictum-diktum "ushul fiqih" yang lentur, selalu mampu menyelesaikan masalah sebagaimana digambarkan Mitsua Nakamura tentang friksi panas dan ending Muktamar NU ke 26 tahun1979, atau sebagaimana kita saksikan bagaimana "panas"nya Muktamar NU ke 33 di Jombang dan Muktamar NU ke 34 di Lampung.

Betapa pun panasnya dan "ngeri ngeri sedap" akan tetapi berakhir secara "soft landing" dan melegakan.

Karena itu dalam perspektif penulis dinamika relasi PBNU dan PKB atau Gus Yahya dan Gus Ipul dengan Gus Muhaimin saat ini tidak perlu dirisaukan secara "baper" dan dibaca secara konfluktual. 

 


Baca juga 

Geger, Driver Taksi Online Dirampok Penumpangnya: Disetrum Listrik 12.000 Volt


 

Ketiganya bukan sekedar para "dzurriyah" pendiri NU dan mencintai NU lahir batin, tapi mereka juga adalah bagian yang sangat aktif dalam proses pendirian PKB awal reformasi tahun 1998, partai kanal aspirasi warga NU.

Dinamika relasi politik ketiganya saat ini sebuah varian dari cara mereka "menghidupkan gusdur", menancapkan pengaruh NU di ruang publik dan membesarkan PKB dengan "mendidik" PKB lebih mandiri dan matang dengan kerja keras agar tampil menjadi "leader" yang diperbincangkan dalam dinamika politik nasional.

Itulah cara mereka menghidup-hidupkan NU dan membesarkan PKB di ruang publik.

Mari kita tunggu "berkah" nya di perhelatan pemilu 2024 untuk maslahat NU, umat dan bangsa. Semoga.

Wallahu a'lamu bish showab

 

**) H. Adlan Daie, Penulis buku "Potret politik Gus Muhaimin"

 

KOMENTAR