H. Syaefudin dan Restu Politik Agung Laksono dalam Pilkada Indramayu 2024

Aril Suhardi

Thursday, 11-08-2022 | 10:41 am

MDN
H. Adlan Daie-Pemerhati politik dan sosial.keagamaan

 

 

Indramayu, Inako

Bagaimana kita membaca peluang H. Syaefudin dan tantangannya dalam kontestasi pilkada Indramayu 2024?

Inilah pertanyaan yang didiskusikan salah seorang kawan anggota DPRD Indramayu sekaligus salah satu ketua partai politik bersama penulis terkait "restu" Agung Laksono ketua Dewan pakar DPP partai Golkar kepada H. Syaefudin untuk maju sebagai calon bupati Indramayu saat Agung Laksono berkunjung secara "resmi" ke DPD partai Golkar Indramayu, (31/7/2022).


Baca juga: Bebankan APBN, Pemerintah Perlu Perbaiki Mekanisme Penyaluran Subsidi


Dalam pengamatan penulis, H. Syaefudin adalah kader partai Golkar pertama di Indramayu dalam sejarah partai Golkar Indramayu sejak Orde Reformasi (1999) - di luar jabatan eksekutif -  yang memegang dua posisi politik penting dalam waktu secara bersamaan sebagai ketua DPD partai Golkar Indramayu sekaligus ketua DPRD Indramayu.

Dalam konteks ini ia layak mendapat "restu" politik di atas dan akseptable dari sisi teori politik modern Prof Meriam Budiardjo tentang aksesibilitas dan fungsi kaderisasi partai politik

H. Syaefudin tipologi kader partai Golkar yang berproses merangkak, mendaki dan melewati beragam tikungan jalan terjal dan curam hingga sampai pada dua posisi politik di atas hari ini. 

Ia piawai bergaul dan aliansi taktis dengan aneka segmentasi sosial yang mengutip varian sosial politik Clifford Gertz  mulai segmentasi sosial santri, abangan hingga priyayi. Dari komunitas "kopiah hitam", para habaib bersorban putih hingga bergaul dengan anak anak muda berbaju "loreng." Dari kaum tani abangan hingga strata sosial para borjuasi kontraktor, birokrat dan teknokrat politik.

Itulah "competitive advantage", sebuah keunggulan kompetitif H. Syaefudin sebagai kader partai Golkar, yakni partai yang menurut Dr. Amir Santoso dan Dr. Riswanda Himawan berwatak "melting pot party" di mana ragam anasir politik dari yang agak "kanan" hingga agak "kiri" relatif tertampung tanpa resisten secara keras dari sisi ideologi politik.

Partai yang sulit di stigma "sekuler" dan "anti agama" serta pada saat yang sama mustahil dituding anti kebhinnekaan. Pendek kata gestur politik partai Golkar kompatable (cocok) dengan gestur politik personal H. Syaefudin.

Problem dan tantangannya rejim politik elektoral dengan prinsip "one man one vote one  value," tidak selamanya figur dengan posisi politik ketua partai pararel dengan tingkat penerimaan elektoral publik.

Terlalu sering kita membaca hasil survey dimana elektabilitas partai yang dipimpinnya relatif "bermagnet" tetapi dalam konteks figur ketua partai justru mangkrak secara elektoral. Ini pula yang harus ditelaah H. Syaefudin dalam membaca peluang dan tantangannya menghadapi pilkada 2024.

Dalam temuan riset dan studi politik mutakhir, pencitraan politik secara "lebay" di ruang publik tidak memadai lagi untuk mendongkak elektoral figur politik. Misalnya seorang pengusaha "berkelas" tiba tiba berpura pura menjadi "pedagang somay", seorang figur politik bekerja minim tetapi "diganjar" penghargaan bertubi tubi dan tiada hari tanpa puja-puji yang melimpah ruah di ruang iklan dan reklame.

Penggunaan kekuasaan dengan arogansi atau berposisi "playing victim" dan pura pura "terdzolimi justru mulai "ditolak" oleh akal sehat publik.

Oleh karena itu, dalam kerangka menjawab "restu" politik Agung Laksono di atas dalam konteks memenangkan kotestasi pilkada  2024,  H. Syaefudin penting merancang soliditas internal partai secara produktif dalam kerja politik terukur dengan parameter indikatif yang tercermin kelak dalam jumlah raihan kursi DPRD dan kemungkinan desain koalisi politiknya berbasis riset prilaku pemilih yang menggambarkan mayoritas harapan publik untuk dinarasikan secara kuat di ruang publik. Dari situ magnet elektoral akan bertumbuh secara kokoh dan tidak bersifat "pesona" mengambang.

Perspektif penulis  tentang H. Syaefudin di atas dari sisi bacaan elektoral politik tentu dapat ditimbang pula oleh para figur politik yang hendak mengikuti kontestasi pilkada Indramayu 2024 yang masih tersisa dua tahun lagi.

Poin penting dari tulisan singkat ini bahwa kontestasi pilkada adalah kontestasi gagasan para figur politik untuk menawarkan harapan jalan peradaban masa depan kepada publik dan bukan "aksi tipu-tipu" pencitraan artifisial yang menindih sesak dada ruang kebatinan publik.

 

(Oleh : H. Adlan Daie-Pemerhati politik dan sosial keagamaan)

 

KOMENTAR