Harga Minyak Anjlok 2% : Dampak Kekhawatiran Terhadap Melemahnya Permintaan Energi

Sifi Masdi

Wednesday, 30-04-2025 | 12:17 pm

MDN
Ilustrasi kilang minyak [ist]


 

 

Jakarta, Inakoran

Harga minyak dunia kembali tergelincir pada perdagangan Selasa (29/4/2025), dipicu oleh kekhawatiran investor terhadap meningkatnya produksi minyak global dan ketidakpastian akibat kebijakan tarif Presiden Amerika Serikat, Donald Trump. Kondisi ini menimbulkan kekhawatiran akan pelemahan permintaan energi secara global.

 

Menurut laporan Reuters, Rabu (30/4/2025), harga minyak mentah Brent ditutup turun sebesar US$1,61 atau 2,4% ke level US$64,25 per barel. Sementara itu, minyak West Texas Intermediate (WTI) AS merosot US$1,63 atau 2,6% menjadi US$60,42 per barel. Keduanya mencatatkan penutupan terendah sejak 10 April lalu.

 

Kebijakan tarif proteksionis yang agresif dari Presiden Trump dinilai memperbesar risiko resesi global tahun ini. Dalam survei yang dilakukan Reuters, mayoritas ekonom memperkirakan bahwa meningkatnya tensi dagang, terutama antara AS dan China, dapat memperburuk kondisi ekonomi dunia.

 

China, sebagai negara yang paling terdampak tarif, membalas dengan memberlakukan tarif balasan terhadap produk AS. Kondisi ini memperdalam konflik antara dua negara pengimpor minyak terbesar di dunia.

 

Direktur Energi Berjangka Mizuho, Bob Yawger, menyatakan bahwa perdagangan antara AS dan China kini melambat hingga mencapai titik seperti embargo parsial. “Setiap hari tanpa kesepakatan dagang besar membawa kita semakin dekat ke skenario kehancuran permintaan global,” ujarnya.

 


BACA JUGA:

IHSG Dibuka Melemah  0,23% ke Posisi 6.733,4

Harga Emas Antam Turun Rp 1.000 per Gram: Rabu (30/4/2025)

Harga Minyak Terkoreksi 0,4%:  Dampak Kekhawatiran Penurunan Permintaan Global


 

Ekonomi Global Melemah

Data terbaru turut memperkuat kekhawatiran pasar. Defisit perdagangan barang AS pada bulan Maret mencatat rekor tertinggi, seiring para pelaku usaha mempercepat impor sebelum tarif diberlakukan. Hal ini menunjukkan bahwa perdagangan menjadi beban signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi pada kuartal pertama 2025.

 

Perang dagang juga mulai memengaruhi sektor bisnis. Perusahaan logistik UPS mengumumkan pemutusan hubungan kerja terhadap 20.000 karyawan demi efisiensi. Di sisi lain, General Motors menunda konferensi investor hingga Kamis, menunggu kejelasan arah kebijakan perdagangan pemerintah.

 

Sementara itu, Presiden Trump dilaporkan tengah mempersiapkan perintah eksekutif untuk meringankan beban tarif pada sektor otomotif, melalui kombinasi insentif dan pembebasan tarif terhadap suku cadang serta material.

 

Sentimen negatif juga datang dari sisi suplai. Beberapa negara anggota OPEC+, termasuk Kazakhstan, menunjukkan kecenderungan meningkatkan produksi. Kazakhstan bahkan mencatat peningkatan ekspor minyak sebesar 7% pada kuartal I/2025, berkat pasokan tambahan melalui pipa Kaspia.

Rencana OPEC+ untuk mempercepat peningkatan produksi pada bulan Juni turut menambah tekanan terhadap pasar yang sudah rapuh.

 

Dari sisi korporasi, raksasa energi Inggris, BP, melaporkan penurunan laba bersih hingga 48% menjadi US$1,4 miliar. Kinerja yang lemah pada sektor kilang dan perdagangan gas menjadi faktor utama penurunan tersebut. Pasar kini menantikan laporan keuangan dari ExxonMobil dan Chevron yang dijadwalkan akan dirilis minggu ini.

 

Laporan mingguan dari American Petroleum Institute (API) dan Badan Informasi Energi AS (EIA) menjadi perhatian selanjutnya. Para analis memperkirakan stok minyak AS mengalami kenaikan sekitar 500.000 barel dalam sepekan terakhir, mencatatkan kenaikan lima minggu berturut-turut. Sebagai perbandingan, pada periode yang sama tahun lalu terjadi lonjakan sebesar 7,3 juta barel, jauh di atas rata-rata lima tahun sebesar 3,2 juta barel.

 

 

 

KOMENTAR