Harga Minyak Dunia Anjlok: Apa  Penyebabnya?

Sifi Masdi

Wednesday, 18-12-2024 | 09:21 am

MDN
Ilustrasi kilang minyak [ist]

 


 

 

Jakarta, Inakoran

Harga minyak dunia mengalami penurunan signifikan pada Selasa, 17 Desember 2024, dengan catatan penutupan terendah dalam seminggu terakhir. Penurunan ini mencapai sekitar 1%, dipicu oleh kekhawatiran terkait permintaan minyak menyusul rilis berita ekonomi negatif dari Jerman dan China. Para investor pun menunjukkan sikap hati-hati menjelang keputusan Federal Reserve (The Fed) mengenai suku bunga.

 

Dalam perdagangan di pasar minyak, harga minyak mentah jenis Brent untuk kontrak pengiriman Februari 2025 ditutup turun sebesar 72 sen, atau 1,0%, menjadi US$ 73,19 per barel. Sementara itu, harga minyak mentah jenis West Texas Intermediate (WTI) untuk kontrak pengiriman Januari 2025 melemah 63 sen, atau 0,9%, menjadi US$ 70,08 per barel.

 

Penutupan ini menandai level terendah untuk Brent sejak 10 Desember, yang juga mengakibatkan penurunan premi Brent atas WTI ke level terendah dalam 12 minggu terakhir, yaitu sebesar US$ 3,54 per barel.

 

Menurut para analis, ketika premi Brent turun di bawah US$ 4 per barel, hal ini bisa mengganggu keputusan perusahaan energi untuk mengekspor minyak mentah AS, sehingga berpotensi mengurangi volume ekspor dari negara tersebut.

 


BACA JUGA:

Rekomendasi Saham Pilihan: Rabu, 18 Desember 2024

Harga Minyak Dunia Melemah 0,8%: Dampak Berkurangnya Permintaan di China

Harga Minyak Dunia Kembali Turun: Investor Tunggu Keputusan The Fed Turunkan Suku Bunga

Nabung Emas Ala Anak Muda: Anti Ribet, Auto Cuan!


 

Dari sisi ekonomi, China, sebagai ekonomi terbesar kedua di dunia, mencatat pertumbuhan output industri yang sedikit meningkat pada bulan November. Namun, penjualan ritel yang mengecewakan mengundang seruan bagi pemerintah Beijing untuk meningkatkan stimulus yang berfokus pada konsumen. Hal ini menjadi semakin relevan mengingat potensi tarif perdagangan AS yang lebih tinggi setelah Presiden terpilih Donald Trump menjabat untuk kedua kalinya.

 

Sementara itu, di Jerman, sentimen bisnis memburuk lebih dari yang diperkirakan pada bulan Desember, menurut survei dari Ifo Institute. Penurunan ini diakibatkan oleh penilaian pesimistis perusahaan terhadap prospek bulan-bulan mendatang, yang dipengaruhi oleh ketidakpastian geopolitik dan kemerosotan industri di negara tersebut.

 

Seorang analis dari ING menyebutkan, "Indeks Ifo Jerman yang baru saja dirilis menunjukkan bahwa kita memasuki tahun yang akan tercatat sebagai tahun kedua berturut-turut stagnasi ekonomi."

 

Di sisi lain, ekonomi terbesar dunia, yaitu AS, menunjukkan peningkatan penjualan ritel yang lebih baik dari ekspektasi pada bulan November, didorong oleh lonjakan pembelian kendaraan bermotor dan transaksi daring. Namun, laporan ini tidak memengaruhi ekspektasi bahwa Fed akan kembali memangkas suku bunga pada hari Rabu, meskipun investor tetap mencermati sinyal dari pembuat kebijakan AS mengenai arah kebijakan moneter di tahun 2025.

 

Prospek Permintaan Minyak

Setelah menaikkan suku bunga secara agresif pada tahun 2022 dan 2023 untuk mengendalikan inflasi, Fed mulai menurunkan suku bunga pada bulan September. Penurunan suku bunga ini diharapkan dapat menurunkan biaya pinjaman, yang pada akhirnya dapat mendorong pertumbuhan ekonomi dan meningkatkan permintaan minyak.

 

Menjelang akhir tahun, data penyimpanan minyak akan dirilis oleh American Petroleum Institute dan Badan Informasi Energi AS. Analis memperkirakan bahwa perusahaan energi AS akan menarik sekitar 1,6 juta barel minyak mentah dari penyimpanan selama minggu yang berakhir pada 13 Desember. Jika prediksi ini akurat, maka ini akan menjadi kali pertama perusahaan menarik minyak selama empat minggu berturut-turut sejak Agustus, dan angka ini akan dibandingkan dengan peningkatan 2,9 juta barel pada minggu yang sama tahun lalu.

 

Di Kazakhstan, salah satu anggota OPEC+, produksi kondensat minyak dan gas juga diperkirakan turun menjadi 87,8 juta metrik ton pada tahun 2024, dari sebelumnya diperkirakan lebih dari 88 juta ton.

 

Selain itu, Uni Eropa telah mengadopsi paket sanksi ke-15 terhadap Rusia terkait invasinya ke Ukraina, yang mencakup tindakan lebih keras terhadap entitas Tiongkok dan pengurangan armada bayangan Moskow.

 

 

KOMENTAR