Harga Minyak Dunia Bergerak Stabil Setelah Alami Pelemahan

Jakarta, Inakoran
Harga minyak global bergerak stabil pada awal pekan ini setelah sempat mengalami pelemahan. Stabilitas tersebut terjadi di tengah kekhawatiran pasar atas perlambatan ekonomi global, menyusul langkah lembaga pemeringkat Moody’s Ratings yang menurunkan peringkat utang pemerintah Amerika Serikat.
Mengutip Reuters, Senin (19/5/2025), harga minyak mentah Brent sempat turun hingga 1,1% dan berada di bawah level US$65 per barel, sebelum kembali menguat. Sementara itu, minyak West Texas Intermediate (WTI) diperdagangkan mendekati US$62 per barel.
Penurunan peringkat kredit AS oleh Moody’s menjadi Aa1 dengan prospek negatif mencerminkan kekhawatiran terhadap beban utang nasional yang membengkak hingga mencapai US$36 triliun. Moody’s mencatat bahwa pemerintah dan Kongres AS gagal menyepakati langkah-langkah konkret untuk mengendalikan defisit fiskal tahunan yang terus meningkat, termasuk membengkaknya biaya bunga utang.
BACA JUGA:
IHSG Dibuka Menguat 0,14%: Saham ADRO dan ANTM Jadi Penggerak
Harga Emas Antam Naik Rp 23.000 Per Gram: Senin (19/5/2025)
Harga Minyak Dunia Naik 1% : Jumat (16/5/2025)
Sebagai lembaga terakhir dari tiga besar pemeringkat kredit global yang mengambil langkah tersebut, keputusan Moody’s semakin memperdalam kekhawatiran investor terhadap stabilitas ekonomi AS dan pasar obligasinya. Hal ini juga berisiko mengganggu rencana kebijakan Presiden Donald Trump, termasuk ambisinya untuk memangkas pajak.
Di sisi geopolitik, perhatian pasar juga tertuju pada perkembangan konflik Rusia–Ukraina. Presiden Trump dijadwalkan mengadakan pembicaraan dengan Presiden Rusia Vladimir Putin dan Presiden Ukraina Volodymyr Zelenskiy pada hari Senin, guna membahas kemungkinan kesepakatan damai. Jika perundingan membuahkan hasil, ekspor minyak Rusia—yang merupakan produsen terbesar ketiga dunia—berpotensi kembali mengalir ke pasar global, yang dapat memengaruhi keseimbangan pasokan.
Sebelumnya, harga minyak sempat menguat dalam dua pekan terakhir akibat ketidakpastian seputar negosiasi nuklir AS–Iran dan meningkatnya ketegangan di Timur Tengah, termasuk serangan Israel terhadap kelompok Houthi di Yaman. Namun secara keseluruhan, harga minyak masih terkoreksi lebih dari 10% sejak awal tahun.
Penurunan harga ini mencerminkan kekhawatiran pasar bahwa kebijakan perdagangan agresif yang dijalankan pemerintahan Trump dapat menekan permintaan energi global. Di sisi lain, OPEC+ mulai meningkatkan produksi, yang menambah tekanan pada pasar minyak yang diproyeksikan mengalami surplus pasokan menjelang akhir tahun.
KOMENTAR