Harga Minyak Dunia Melambung: Dampak Serangan Israel ke Iran

Jakarta, Inakoran
Harga minyak dunia melonjak tajam pada Jumat, 14 Juni 2025, menyusul serangan militer Israel terhadap Iran. Ketegangan geopolitik yang meningkat di kawasan Timur Tengah ini kembali memicu kekhawatiran pasar global akan terganggunya pasokan energi, terutama minyak mentah yang menjadi komoditas strategis dunia.
Mengutip laporan Reuters, harga minyak mentah berjangka Brent naik signifikan sebesar 11,66% atau US$8,09 menjadi US$77,45 per barel pada pukul 10.03 WIB — level tertinggi sejak Februari 2025. Sementara itu, minyak jenis West Texas Intermediate (WTI) juga mencatat kenaikan tajam sebesar 12,45% atau US$8,47 menjadi US$76,51 per barel.
Lonjakan ini menjadi sinyal jelas bahwa pelaku pasar memperhitungkan skenario terburuk: gangguan serius terhadap pasokan minyak global jika konflik memanas.
Pemicu utama reli harga ini adalah serangan militer Israel yang terjadi pada Jumat dini hari waktu setempat. Serangan tersebut diklaim menyasar fasilitas nuklir Iran, pabrik rudal balistik, serta sejumlah aset militer utama di Teheran. Media lokal Iran juga melaporkan adanya ledakan besar di ibu kota, menambah dramatis eskalasi konflik.
BACA JUGA:
Harga Emas Antam Naik Rp 23.000 per Gram: Jumat (13/6/2025)
IHSG Anjlok 0,39% di Akhir Pekan
Harga Minyak Dunia Melemah: Pasar Ragu Hasil Negosiasi Dagang AS-China
Menurut Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu, langkah ini adalah bagian dari upaya untuk menghentikan program nuklir Iran yang dinilai berbahaya. Di sisi lain, Amerika Serikat melalui Menteri Luar Negeri Marco Rubio menyebut serangan tersebut sebagai tindakan sepihak Israel dan menegaskan bahwa Washington tidak terlibat secara langsung, meskipun tetap memperingatkan Iran agar tidak menyasar kepentingan AS di kawasan.
Menurut Saul Kavonic, analis energi senior di MST Marquee, ketegangan ini telah menambah "premi risiko" di pasar minyak. Namun, menurutnya, efek nyata terhadap pasokan baru akan terasa jika Iran membalas dengan menyerang infrastruktur energi atau menutup jalur pelayaran minyak melalui Selat Hormuz — jalur strategis yang dilalui sekitar 20 juta barel minyak setiap hari.
Priyanka Sachdeva dari Phillip Nova menambahkan bahwa Iran kini telah menetapkan status darurat dan kemungkinan sedang mempersiapkan aksi balasan. Kondisi ini dinilai tidak hanya mengancam produksi Iran, tetapi juga kestabilan negara-negara penghasil minyak di sekitarnya, seperti Arab Saudi dan Uni Emirat Arab.
Tak hanya memicu gejolak di pasar energi, konflik ini juga mengguncang pasar keuangan global. Indeks saham berjangka Amerika Serikat dilaporkan anjlok, sedangkan bursa saham Asia mengalami tekanan jual yang kuat. Para investor pun mulai mengalihkan dana ke aset-aset aman seperti emas dan mata uang Swiss franc.
Analis pasar dari IG, Tony Sycamore, menyebut bahwa konflik ini menjadi pukulan berat terhadap sentimen risiko global. “Sementara pasar menanti respons dari Iran, pelaku keuangan tampaknya memilih untuk menghindari risiko menjelang akhir pekan,” ujarnya.
KOMENTAR