Harga Minyak Dunia Melemah: Pasar Ragu Hasil Negosiasi Dagang AS-China

Sifi Masdi

Wednesday, 11-06-2025 | 11:25 am

MDN
Ilustrasi kilang minyak [ist]

 

 

Jakarta, Inakoran

Harga minyak dunia melemah di tengah meningkatnya keraguan investor terhadap keberhasilan perundingan dagang antara Amerika Serikat (AS) dan China. Ketidakpastian ini memicu kekhawatiran akan prospek permintaan energi global di tengah potensi perlambatan ekonomi.

 

Menurut laporan Reuters pada Rabu (11/6/2025), harga minyak mentah Brent tercatat turun 17 sen atau 0,3% menjadi US$66,87 per barel. Sementara itu, minyak mentah jenis West Texas Intermediate (WTI) turun 31 sen atau 0,5% menjadi US$64,98 per barel. Di pasar spot pada pukul 5.42 WIB, harga WTI melemah 0,4% menjadi US$64,72, sedangkan Brent turun 0,25% ke level US$66,87.

 

Koreksi harga ini terjadi setelah pada perdagangan Senin (9/6/2025), kedua acuan harga minyak tersebut sempat menyentuh level tertingginya sejak awal April.

 

Analis menilai bahwa keberhasilan kesepakatan dagang antara AS dan China dapat menjadi katalis positif bagi pasar minyak, seiring dengan potensi meningkatnya aktivitas ekonomi global dan permintaan energi. Namun hingga saat ini, hasil perundingan tersebut masih jauh dari kepastian.

 

Negosiasi yang berlangsung intensif selama dua hari di London masih menyisakan banyak perbedaan pendapat, terutama terkait kontrol ekspor dan kebijakan tarif. Menteri Perdagangan AS, Howard Lutnick, menyebut bahwa pembicaraan berjalan "cukup baik" dan optimistis dapat selesai pada Selasa malam, meski tidak menutup kemungkinan akan berlanjut hingga Rabu.

 


BACA JUGA:

Harga Emas Antam Naik Tipis Rp 1.000 per Gram: Rabu  11 Juni 2025

Harga Minyak Dunia Menguat 0,9%: Pasar Menanti Kesepakatan Dagang  AS dan China

Rekomendasi Saham Pilihan : Rabu (11/6/2025)


 

Namun, ketidakpastian tersebut justru menambah kekhawatiran pasar. Terlebih, Bank Dunia baru saja memangkas proyeksi pertumbuhan ekonomi global tahun 2025 menjadi 2,3%, turun 0,4 poin persentase dari estimasi sebelumnya. Peningkatan tarif dan gejolak geopolitik disebut sebagai hambatan utama.

 

Dari sisi pasokan, pasar juga mencermati perkembangan dari negara-negara produsen utama. Saudi Aramco, perusahaan minyak nasional Arab Saudi, berencana mengirim sekitar 47 juta barel minyak ke China pada bulan Juli—turun 1 juta barel dari alokasi bulan Juni. Penurunan ini menimbulkan spekulasi bahwa rencana penghentian pemangkasan produksi oleh OPEC+ belum tentu langsung berdampak pada lonjakan pasokan

 

Menurut Harry Tchilinguirian dari Onyx Capital, alokasi Saudi yang lebih rendah bisa jadi merupakan sinyal awal bahwa pasokan tambahan tidak akan signifikan. Sementara itu, Daniel Hynes dari ANZ menilai pasar tetap dibayangi prospek peningkatan pasokan OPEC yang belum pasti.
 

OPEC+, yang menyumbang hampir 50% produksi minyak dunia, telah mengajukan rencana peningkatan produksi sebesar 411.000 barel per hari untuk Juli 2025. Namun survei Reuters menunjukkan bahwa pada Mei lalu, peningkatan produksi di antara anggota OPEC masih terbatas. Irak bahkan memompa di bawah kuota sebagai kompensasi kelebihan produksi sebelumnya, dan Arab Saudi serta Uni Emirat Arab mencatat peningkatan yang lebih kecil dari target.

 

Situasi geopolitik turut memperkeruh suasana. Iran, sebagai produsen minyak OPEC terbesar ketiga, menyatakan akan segera mengajukan usulan balasan atas proposal nuklir dari AS yang dianggap tidak bisa diterima. Presiden AS Donald Trump menegaskan bahwa isu utama yang masih diperdebatkan adalah hak Iran untuk memperkaya uranium di wilayahnya sendiri.

 

Jika sanksi terhadap Iran dilonggarkan, maka potensi peningkatan ekspor minyak Iran bisa menambah tekanan pada harga global. Sebaliknya, Komisi Eropa mengusulkan paket sanksi ke-18 terhadap Rusia yang ditujukan pada sektor energi, perbankan, dan industri militer. Rusia, yang merupakan produsen minyak terbesar kedua setelah AS pada 2024, bisa kehilangan akses ekspor ke pasar global jika sanksi semakin ketat—yang pada gilirannya justru dapat menopang harga minyak.

 


 

KOMENTAR