Harga Minyak Dunia Melonjak: Dipicu Ketegangan Geopolitik

Sifi Masdi

Wednesday, 04-06-2025 | 10:28 am

MDN
Ilustrasi kilang minyak [ist]

 

 

 

Jakarta, Inakoran

Harga minyak dunia kembali mencatat lonjakan signifikan, mencapai level tertinggi dalam dua pekan terakhir. Kenaikan ini didorong oleh kombinasi faktor geopolitik yang memanas serta gangguan pasokan dari salah satu wilayah produsen utama dunia.

 

Konflik yang terus berlangsung antara Rusia dan Ukraina menjadi penyumbang utama ketidakpastian di pasar energi global. Harapan terhadap negosiasi gencatan senjata yang sempat muncul kembali meredup setelah proses diplomatik tersendat. Rusia sendiri menyebut bahwa penyelesaian konflik ini sangat kompleks dan tidak bisa diharapkan selesai dalam waktu singkat. Mereka kini menunggu tanggapan resmi Ukraina atas proposal perdamaian yang telah diajukan.

 

Tak hanya itu, situasi juga diperburuk oleh kebuntuan dalam pembicaraan nuklir antara Amerika Serikat dan Iran. Penolakan Iran terhadap proposal terbaru dari Washington berpotensi menggagalkan pelonggaran sanksi yang selama ini membebani sektor energi Iran.

 

Kondisi ini menimbulkan lonjakan premi risiko di pasar minyak, menurut analis dari Ritterbusch and Associates. Investor global pun bersikap lebih hati-hati, mendorong harga minyak kembali naik.

 


BACA JUGA:

Rekomendasi Saham Pilihan: Rabu (4/6/2025)

Harga Emas Antam Turun Rp 16.000 : Rabu (4/6/2025)

JPMorgan Chase Khawatir utang Amerika Berdampak Terhadap pasar Obligasi


 

Mengutip laporan Reuters pada Rabu (4/6/2025), harga minyak mentah Brent naik US$1 atau sekitar 1,5% menjadi US$65,63 per barel. Sementara itu, West Texas Intermediate (WTI), patokan minyak asal AS, juga menguat 89 sen atau 1,4% ke posisi US$63,41 per barel.

 

Rusia, sebagai produsen minyak terbesar kedua dunia setelah AS pada 2024 dan anggota utama OPEC+, memainkan peran penting dalam stabilitas harga minyak. Begitu pula Iran, yang pada tahun lalu menempati posisi ketiga dalam daftar produsen minyak OPEC setelah Arab Saudi dan Irak.

 

Di luar konflik geopolitik, pasokan minyak dunia juga terganggu akibat bencana alam. Kebakaran hutan besar yang melanda Alberta, Kanada, memaksa penutupan fasilitas produksi minyak pasir. Diperkirakan, sekitar 344.000 barel per hari atau setara 7% dari total output minyak mentah Kanada terdampak, menambah kekhawatiran pasar akan keterbatasan pasokan jangka pendek.

 

Di sisi permintaan, sinyal positif datang dari Eropa. Inflasi zona Euro tercatat turun di bawah target Bank Sentral Eropa (ECB) pada Mei 2025, terutama karena penurunan tak terduga dalam biaya jasa. Data ini memperkuat ekspektasi bahwa ECB akan melanjutkan pelonggaran kebijakan moneter, termasuk potensi penurunan suku bunga lebih lanjut.

 

Jika suku bunga turun, aktivitas ekonomi biasanya akan meningkat, yang pada akhirnya akan mendongkrak konsumsi energi seperti minyak.

 

Namun, dari Amerika Serikat, terdapat peringatan baru. Gubernur Federal Reserve Chicago, Austan Goolsbee, menyebut bahwa kebijakan tarif impor yang mulai diterapkan dapat memicu inflasi dalam waktu dekat. Meski dampak terhadap perlambatan ekonomi diprediksi baru terasa dalam jangka menengah, kekhawatiran ini tetap menjadi sentimen negatif bagi pasar global.

 

 

KOMENTAR