Hubungan Badan Pangan Nasional dan Kementerian Pertanian
Oleh: Dian Novita Susanto, M.Sos (Ketua Umum Perempuan Tani HKTI)
JAKARTA, INAKORAN
Tanggal 29 Juli 2021 menjadi sangat bermakna bagi pembangunan dan tata kelola pangan nasional.
Pembentukan Peraturan Presiden No. 66 Tahun 2021 tentang Badan Pangan Nasional, selanjutnya disebut BPN yang merupakan tindak lanjut Pasal 129 Undang-Undang No. 18 Tahun 2012 tentang Pangan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang No. 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja.
Perpres ini bukan tanmpa kritik. Banyak pihak yang meragukan efektifitas lembaga tersebut dalam menyelesaikan atau mengurangi permasalahan pangan.
Ada yang menilai bahwa BPN bukan jawaban untuk menyelesaikan sengkarut dan/atau impor pangan kita. Merka melihat jika kementerian teknis seperti Kementerian Pertanian bekerja dengan mengoptimalkan fungsi-fungsinya, maka swasembada pangan bisa diwujudkan.
BACA:
IMF: Pembaruan Outlook Ekonomi Dunia, Juli 2021: Garis Kesalahan Melebar dalam Pemulihan Global
Hal lain, Perpres ini tidak menjelaskan posisi BPS dalam lalu lintas data pangan seperti apa.
Padahal, ketersediaan data yang valid (satu sumber) dan presisi/akurat sangat dibutuhkan untuk menetapkan kebijakan dan program pangan. Disinilah seharusnya BPS menjadi satu-satunya pemegang data.
Tak kalah pentingnya adalah kementerian keuangan harus mengkonsolidasikan kembali anggaran untuk memastikan apakah ditengah pandemi covid-19 keuangan negara memungkinkan dan bisa memfasilitas segala kebutuhan lembaga tersebut.
Keberadaan BPN juga memangkas sebagian kewenangan kementerian terkait. Persoalan sekarang adalah sebagian kewenangan itu masih di kementerian teknis.
Ini akan menjadi ujian dan tantangan para pimpinan kita, apakah masih akan mementingkan ego sektoral—ego antar kementerian atau secara ikhlas meruntuhkan egonya. Harus dipahami bahwa lembaga ini bisa efektfi dan optimal jika ada sinergitas-kolaborasi multipihak.
BACA:
Hutang Meningkat? Ini Ini Perlu diketahui
Persamaan dan Perbedaan Badan Pangan Nasional - Kementrian Pertanian
Dari sisi regulasi, baik BPN maupun kemeterian pertanian sama-sama berlandaskan Peraturan Presiden (Perpres). Aturan BPN adalah Perpres No. 66 Tahun 2021 sedangkan Kementrian Pertanian adalah Perpres No. 45 Tahun 2015. Sementera dari sisi tanggung jawab, sama-sama bertanggung jawab langsung kepada Presiden.
Tugas dasar keduanya jelas berbeda. BPN bertugas di bidang pangan, sedangkan Kementan di bidang pertanian.
Begitu juga dengan pimpinannya, BPN akan dipimpin oleh seorang kepala dan sebaiknya memiliki pemahaman persoalan pangan, memiliki networking luas dalam dan luar negeri dan harus mampu bekerjasama dengan berbagai pemangku kepentingan bahkan bersahabat dengan pengusaha dan pedagang (biasanya dari professional-akademisi), sedangkan Kementan oleh menteri yang merupakan jabatan politik (biasanya dari unsur partai politik) seperti saat ini.
Dari segi tugas dan fungsi, Kementan memiliki tugas merumuskan, menetapkan kebijakan, pelaksanaan, memberikan bimbingan teknis di bidang penyediaan prasarana dan sarana pertanian.
Sama halnya peningkatan produksi padi, jagung, kedelai, tebu, daging, dan lain-lain, serta meningkatkan nilai tambah, daya saing, mutu, dan pemasaran hasil pertanian.
Selain itu, Kementan juga bertugas untuk melakukan penelitian dan inovasi serta penyelenggaraan penyuluhan dan pengembangan sumber daya manusia di bidang pertanian.
Kementan juga bertugas untuk melakukan karantina pertanian, pengawasan keamanan hayati, pengelolaan barang milik negara yang menjadi tanggung jawab kementerian, dan pengawasan atas pelaksanaan tugas di lingkungan kementerian.
Bagaimana dengan BPN?
Dalam Perpres No. 66 disebutkan bahwa BPN menyelenggarakan fungsi koordinasi, perumusan, penetapan, dan pelaksana kebijakan ketersediaan pangan, stabilisasi pasokan dan harga pangan, kerawanan pangan dan gizi, penganekaragaman konsumsi pangan, dan keamanan pangan; pelaksanaan pengadaan, pengelolaan, dan penyaluran cadangan pangan pemerintah melalui BUMN bidang pangan; pelaksanaan pengendalian kerawanan pangan dan pengawasan pemenuhan persyaratan dan gizi pangan; pelaksanaan bimbingan teknis dan supervisi atas pelaksanaan urusan pangan; pengembangan sistem informasi pangan, dan lain-lain (lihat, Pasal 3).
Adapun pangan yang menjadi lingkup pemantauan, tugas dan fungsi BPN (untuk sementara) adalah beras, jagung, kedelai, gula konsumsi, bawang, telur unggas, daging ruminansia, daging unggas, dan cabai. Kedepan apabila ada penambahan komoditas maka menjadi kewenangan Presiden untuk memutuskannya.
Dari penjelasan diatas, terlihat ada beberapa irisan tugas antara kedua lembaga ini seperti diversifikasi dan ketahanan pangan.
Namun, tugas mengkoordinasikan dan merumuskan kebijakan di bidang peningkatan diversifikasi dan pemantapan ketahanan pangan yang selama ini dilaksanakan oleh Badan Ketahanan Pangan Kementrian Pertanian kemungkinan akan dialihkan ke BPN.
Saat ini Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo sedang melakukan pengkajian untuk itu, apakah Badan Ketahanan Pangan bakal menjadi embrio BPN, artinya dapat diintegrasikan menjadi tugas dan fungsi BPN.
Hal ini dipertegas dalam Pasal 46 (ayat 1) bahwa pegawai negeri sipil yang melaksanakan tugas dan fungsi koordinasi dan perumusan kebijakan di bidang peningkatan diversifikasi dan pemantapan ketahanan pangan dilingkungan Badan Ketahanan Pangan Kementerian Pertanian dapat menjadi pegawai negeri sipil di lingkungan BPN. Pengalihan pegawai BKP dapat dilakukan paling lambat dalam satu tahun sejak Perpres diundangkan.
Bila keputusan akhir BKP berubah menjadi BPN (tahun ini juga), maka BPN akan beroperasi dengan anggaran BKP yang mana tahun 2021 sebesar Rp.553 miliar.
Jumlah ini sesuai dengan pagu anggaran yang didapat BKP sesuai persetujuan pemerintah pusat dan DPR. Namun belum diketahui dengan pasti apakah pendanaan BPN hanya sebesar dari peralihan BKP saja atau tidak.
Sebab, dalam Perpres disebutkan bahwa pendanaan berasal dari APBN dan/atau sumber pendanaan lain yang sah dan tidak mengikat sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan (Pasal 42).
KOMENTAR