Indramayu , Warning KPK dan Wabah Covid 19

Hila Bame

Monday, 06-04-2020 | 20:20 pm

MDN

 

Oleh.  : Adlan Daie

Wakil.Sekretaris PWNU Jawa Barat

 

Jakarta, Inako

 

Melalui surat edarannya no. 8 tahun 2020 yang di tandatangani Ketua KPK, Firli Bahuri, tanggal 2 April tahun 2020, tentang pengadaan barang dan jasa (PBJ) terkait percepatan penanganan Covid 19  yang ditujukan kepada ketua pelaksana gugus tugas Nasional, Provinsi,. Kabupaten dan Kota di seluruh Indonesia,

 

BACA JUGA: Surat Terbuka Untuk H. Supendi (Menghapus jejak angan politik)

 

KPK mengirim warning agar dalam seluruh tahapan pelaksanaan pengadaan barang dan jasa di atas selalu menghindari perbuatan yang dikategorikan tindak pidana korupsi, yaitu :

Pertama, tidak melakukan persekongkolan/kolusi dengan penyedia barang/jasa. Yakni, penyenggara negara/ASN tidak mengatur harga barang/jasa bersama dengan penyedia, atau mengatur pemenang di antara penyedia.

Kedua,  penyelenggara negara/ASN tidak menerima kickback dari penyedia. Dalam konteks ini, penyelenggara negara/ASN atas nama apapun tidak menerima fee atau bagian dari jumlah kontrak pengadaan barang/ jasa dari penyedia.

Ketiga, tidak mengandung unsur penyuapan di mana penyelenggara negara/ASN menerima suatu  pemberian dengan maksud melakukan sesuatu atau tidak melalukan sesuatu yang menjadi kewenangannya, atau karena pengaruh atau wewenang yang dimilikinya.

 

BACA JUGA: H. Dedi Wahidi Dan panggilan Ibu Pertiwi (Bag. II)

 

Keempat, tidak mengandung unsur gratifikasi, yakni segala bentuk pemberian dari pihak pihak yang mempunyai hubungan dengan jabatan serta berlawanan dengan tugas dan kewajibannya selaku penyelenggara negara/ASN.

Kelima, tidak mengandung unsur adanya benturan kepentingan dalam pengadaan. Perlu dimigitasi kemungkinan potensi hubungan kekerabatan dan pertemanan antara penyelenggara/ASN penangungjawab pengadaan barang dan jasa dengan calon penyedia.

Keenam, tidak mengandung unsur manipulasi dan atau mal-administrasi, yakni tindakan memanipulasi administrasi pengadaan barang dan jasa yang melibatkan pihak penyedia maupun pejabat berwenang.

Ketujuh, tidak berniat jahat dengan memanfaatkan kondisi darurat sehingga merugikan keuangan negara atau perekonomian negara.

Kedelapan, tidak membiarkan terjadinya tindak pidana korupsi padahal mengetahui dengan sadar akan ada akibat yang dapat menimbulkan kerugian negara.


Dalam konteks Indramayu penulis yakin sepenuhnya bahwa para pejabatnya dan aparatur sipil negara (ASN)  selaku  pelaksana teknis kegiatan, memahami implikasi dari warning KPK di atas. Kasus OTT KPK yang menjerat H. Supendi, mantan bupati Indramayu beserta dua pejabat pelaksana teknis dan seorang  broker swasta adalah pelajaran berharga untuk tidak diulangi lagi dengan cara cara muslihat birokrasi dalam percepatan pengadaan barang dan jasa dalam penanganan Covid 19.


Status kedaruratan.negara akibat.wabah cobid 19  yang mewabah nyaris sistemik di.negara kita tercinta, Indonesia tak.terkecuali Indramayu, hendaklah dijauhkan oleh para pejabat Indramayu untuk coba coba mensiasatinya dengan kemampuan menghindar dari delik hukum demi keuntungan politis, antara lain, mengindari prilaku koruptif sebagaimana waring KPK  di atas, tidak ditunggangi branding spanduk.dan iklan cara kerja musiman pejabat untuk kepentingan elektoral politiknya.


Kasus OTT KPK,  sekali.lagi, yang menjerat para pejabat Indramayu dan kini kita semua dalam keprihatinan akibat wabah pandemik Covid 19 adalah cara Tuhan mendidik kita untuk berhenti menipu diri dengan kecanggihan rekayasa politiknya. Yakni berhenti bermuslihat secara birokratis untuk keuntungan elektoral politiknya.


Jika hal di atas masih terjadi, terlebih di tengah penanganan wabah pandemik Covid 19, lalu mengutip lirik salah satu lagu Ebiet G. Ade, di manakah sirnanya nurani embun pagi? Atau kah kita pura pura akan bertanya pada rumput yang bergoyang saat nilai keadaban politik kita nyaris lebih primitif dari era sebelum peradaban kenabian hadir?


Semoga bermanfaat.

KOMENTAR