Industri Baja Nasional Kritis Banjirnya Produk Impor China

Hila Bame

Thursday, 05-07-2018 | 11:36 am

MDN

Jakarta, Inako

Kenaikan volume impor menjadi “pertanyaan” karena banyak produsen domestik beroperasi di negeri ini. Impor tidak boleh mematikan industri semcam, dalam negeri.

Produsen baja dalam negeri dalam kondisi kritis mengerikan. Kondisi ini akan terus berlanjut jika pemerintah tidak segera mengevaluasi impor baja asal Cina. Produsen baja dalam negeri masih tertekan oleh produk impor, terutama dari China. Oleh karena itu, mereka meminta kepada pemerintah untuk mengevaluasi aturan terkait impor baja.

Roy Maningkas, Komisaris PT Krakatau Steel (Persero) Tbk., mengatakan selama kuartal I/2018, volume impor baja paduan dari China tumbuh sebesar 59% secara tahunan. Peningkatan impor tersebut hanya terjadi pada Indonesia, sementara pada negara-negara besar Asia Tenggara lainnya, seperti Vietnam, Thailand, Singapura, Filipina, dan Malaysia, hal tersebut tidak terjadi.

Impor baja paduan China di 5 negara Asean mengalami penurunan volume impor yang cukup signifikan karena saat ini produsen Negeri Tirai Bambu tersebut melakukan pemangkasan kapasitas produksi.

Roy menyampaikan bahwa terjadinya peningkatan volume impor baja paduan merupakan suatu indikasi bahwa masih terjadi praktek circumvention (tipu) yang dilakukan oleh eksportir RRT.

“Selain itu, kebijakan pemerintah untuk menghapus ketentuan Pertimbangan Teknis melalui Permendag 22/2018 juga berdampak pada industri baja dalam negeri karena saat ini semakin mudah untuk melakukan impor baja," ujarnya, Senin (2/7/2018).

Adapun, produk baja impor China sebagian besar masuk ke Indonesia diduga dengan cara unfair trade, yang salah satunya adalah dengan cara penyalahgunaan kategori pos tarif baja paduan.

Roy menambahkan bahwa peningkatan impor dari China tersebut didominasi oleh produk baja berupa hot rolled coil (HRC), plate, cold rolled coil (CRC), section dan wire rod.

Dia menyebutkan pada produk section dan plate,terjadi penurunan volume impor baja paduan di semua negara Asean, kecuali Indonesia dan Malaysia.

Dalam kasus Malaysia, dapat dipahami bahwa kebutuhan negara tersebut atas produk baja impor memang tinggi karena salah satu produsen domestiknya sudah berhenti beroperasi sejak Agustus 2016. Namun, untuk Indonesia, kenaikan volume impor menjadi pertanyaan karena banyak produsen domestik beroperasi.

“Perlu dilakukan evaluasi kebijakan pemerintah terkait ketentuan impor baja, apakah sudah tepat?” ujar Roy.

TAG#Kemenperin, #Baja

188642840

KOMENTAR