Ini Respon Kemenkeu Terkait Kritik Rizal Ramli Soal Utang

Inakoran

Monday, 09-04-2018 | 23:18 pm

MDN
Ilustrasi ratio utang Indonesia [ist]

ong>Jakarta, Inako

Mantan Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman Rizal Ramli meminta pemerintah untuk hati-hati dalam mengelola utang karena sudah tembus Rp 4.034 triliun. Ia mengingatkan ini sudah masuk dalam kategori lampu kuning, sehingga perlu dibenahi dengan hati-hati.

[caption id="attachment_24641" align="alignright" width="515"] Rizal Ramli [ist][/caption]Kepala Biro Komunikasi dan Layanan Informasi Kementerian Keuangan (Kemenkeu) Nufransa Wira Sakti langsung menanggapi peringatan ekonom senior itu. Menurut Nufransa, utang Indonesia sangat aman. Hal ini mengacu pada pemeringkatan dari lembaga pemeringkat dunia seperti Moody's, Fitch, S&P, JCRA dan Rating & Investment yang menyatakan bahwa Indonesia telah masih dalam kategori investment grade.

Ia menambahkan bahwa pemeringkatan tersebut menggunakan standar perbandingan antar negara-negara di dunia. Indonesia memiliki rasio utang terhadap PDB dan defisit APBN yang relatif kecil dan hati-hati. "Mengapa menolak menggunakan indikator yang digunakan untuk membandingkan antara negara?" jelas Nufransa, di Jakarta, Senin (9/4/2018).

Seperti diketahui, sebelumnya Rizal Ramli mengatakan bahwa pemerintah menggunakan metode gali lubang tutup jurang. Pernyataan Rizal ini langsung dibantah pemerintah.

Menurut Kemenkeu, pemerintah justru terus melakukan penurunan defisit APBN dan primary balance. Sejak tahun 2012, pemerintah sudah mengalami defisit keseimbangan primer. Nufransa pun menjabarkan dalam 5 tahun terakhir, tahun 2013 Rp -98,6 triliun, 2014 Rp -93,3 triliun , tahun 2015 Rp -142,5 triliun, 2016 Rp - 125,6 triliun, tahun 2017 Rp - 121,5 triliun.

Sejak pertengahan 2016, Menteri Keuangan Sri Mulyani mulai mengendalikan arah negatif tersebut secara hati-hari agar tidak mengganggu pemulihan ekonomi. Dengan demikian dalam beberapa tahun ke depan diproyeksikan defisit akan makin mengecil dan primary balance akan makin seimbang atau bahkan mencapai surplus.

Selain itu, yield surat utang pemerintah pada 2016-2017 justru menurun sewaktu US Fed Rate meningkat tiga kali.

Selanjutnya mengenai Debt to Service Ratio (DSR) yang merupakan rasio pembayaran pokok dan bunga utang luar negeri terhadap penerimaan hasil ekspor suatu negara. Dalam lima tahun terakhir juga terjaga.

Debt Service Ratio tahun 2013 sebesar 19 persen, tahun 2014 sebesar 23,9 persen , tahun 2015 sebesar 25,3 persen, tahun 2016 sebesar 32,5 persen dan tahun 2017 sebesar 34,2  persen. Peningkatan DSR bukan karena biaya bunga yang tinggi , tapi lebih kepada cicilan pokok utang jatuh tempo yang agak besar pada 2018.

"Pemerintah berupaya menurunkan beban bunga utang dengan mengembangkan instrumen utang jangka pendek dalam negeri - untuk mengurangi resiko potensi meningkatnya suku bunga global karena normalisasi oleh The Fed," jelas Nufransa.

Langkah itupun dilakukan dengan hati-hati dengan menjaga rata-rata jatuh tempo utang agar tidak menurun secara drastis.

KOMENTAR