Jumlah Es yang Mencair di Pegunungan Himalaya Capai 8 Miliar Ton Setiap Tahun

Sifi Masdi

Tuesday, 25-06-2019 | 09:07 am

MDN
Kondisi gletser di Pegunungan Himalaya yang mencair  [ist]

Jakarta, Inako

Foto-foto dari sejumlah satelit mata-mata Amerika Serikat mengungkap bahwa mencairnya es di pegunungan Himalaya telah mencapai luasan yang dramatis.

Dengan membandingkan foto-foto yang diabadikan program pengintaian AS era Perang Dingin dan pemantauan pesawat antariksa baru-baru ini, para ilmuwan menemukan proses pencairan es di Himalaya meningkat dua kali lipat selama 40 tahun terakhir.

Kajian menunjukkan bahwa sejak 2000, ketinggian gletser di kawasan itu rata-rata telah menciut 0,5 meter setiap tahun. Para peneliti mengatakan perubahan iklim adalah penyebab utamanya.

"Dari kajian ini, kami benar-benar melihat gambaran jelas bagaimana gletser-gletser Himalaya telah berubah," kata Joshua Maurer, dari Lembaga Pemantauan Bumi Lamont-Doherty yang berafiliasi dengan Universitas Columbia, kepada BBC.

Kajian yang dimaksud Maurer dapat dilihat dalam jurnal Science Advances.

Dalam kurun 1970an dan 1980an, program pengintaian AS yang diberi kode nama Hexagon meluncurkan 20 satelit ke orbit guna mengambil foto-foto Bumi secara rahasia.

Foto-foto itu disimpan ke dalam rol film yang kemudian dijatuhkan oleh satelit ke atmosfer. Saat melayang di angkasa, rol film itu diambil pesawat militer.

Rangkaian foto-foto tak lagi dirahasiakan pada 2011 dan dialihrupakan menjadi bentuk digital oleh lembaga Survei Geologi AS untuk digunakan para ilmuwan.

Di antara foto-foto itu terdapat foto pegunungan Himalaya, kawasan yang data historisnya jarang.

Dengan membandingkan foto-foto tersebut dengan data satelit NASA dan badan antariksa Jepang (Jaxa), para peneliti mampu melihat seberapa jauh perubahan kawasan Himalaya.

Tim Universitas Columbia telah meninjau 650 gletser di Himalaya yang membentang sepanjang 2.000 km.

Mereka menemukan bahwa antara 1975 sampai 2000, rata-rata sebanyak empat miliar ton es menghilang setiap tahun.

Namun, antara 2000 hingga 2016, pencairan gletser hampir dua kali lebih cepat. Jumlah es yang menghilang rata-rata mencapai delapan miliar ton saban tahun.

"Bila digambarkan dengan skala, delapan miliar ton es cukup mengisi 3,2 juta kolam renang ukuran kolam renang untuk (pertandingan di) Olimpiade setiap tahun," kata Maurer.

Pencairan es itu, tambahnya, tidak seragam.

"Gletser paling banyak kehilangan es pada bagian kemiringan rendah dan di situlah sebagian besar penipisan berpusat. Beberapa zona tersebut telah menipis lima meter per tahun."

Soal penyebabnya, ada perdebatan di antara kalangan ilmuwan. Perubahan curah hujan di kawasan itu dan jelaga dari polutan industri diperkirakan mempercepat pelelehan itu.

Namun, tim Universitas Columbia mengatakan faktor-faktor itu memang berkontribusi, tapi peningkatan suhu di Himalaya adalah penyebabnya.

"Fakta bahwa kita melihat pola kehilangan es yang serupa di begitu banyak gletser di kawasan besar dan kompleks iklimnya, menunjukkan ada semacam pendorong yang secara keseluruhan mempengaruhi semua gletser," ujarnya.

Para ilmuwan mengatakan pencairan es bakal berdampak besar.

Dalam jangka pendek, es yang mencair dalam jumlah banyak dapat menimbulkan banjir.

Secara jangka panjang, jutaan orang di kawasan itu yang bergantung pada air lelehan gletser selama tahun-tahun kekeringan bisa mengalami kesulitan tinggi.

Menanggapi riset ini, Dr Hamish Pritchard dari lembaga Survei Antartika Inggris, mengatakan: "Yang baru di sini adalah kita bisa melihat betapa melelehnya gletser di sepanjang pegunungan Himalaya telah meningkat akibat perubahan iklim."

"Sepanjang satu generasi, pelelehan berlipat ganda dan gletser-gletser ini menciut secara cepat.

"Mengapa ini penting? Karena ketika es habis, beberapa sungai penting di Asia akan kehilangan pasokan air. Padahal tadinya sungai-sungai tersebut terus mengalir sepanjang musim kemarau, manakala air sangat berharga.

"Tanpa gletser di pegunungan, musim kemarau akan sangat buruk bagi jutaan orang yang membutuhkan air di hilir."

 

 

 

KOMENTAR