Kampanye Metal Ganjar Mahfud di GBK, Politik Pembeda Megawati

Timoteus Duang

Monday, 05-02-2024 | 11:24 am

MDN
H. Adlan Daie [Pemerhati politik dan sosial keagamaan]

 

JAKARTA, INAKORAN.COM 

Oleh: H. Adlan Daie [Pemerhati politik dan sosial keagamaan]

 

Kampanye "Akbar" Paslon Ganjar-Mahfud di Gelora Bung Karno (GBK) Sabtu, 3/1/2024, yang dihadiri langsung Megawati menandai betapa kokohnya kepemimpinan politik ideologis Megawati di hadapan ratusan ribu massa mayoritas kader struktural organik PDIP.

Kepemimpinan politik Megawati mewarisi Ayahandanya, Bung Karno.

Dalam kategori Herbiet Fiet, profesor ilmu politik Australia, Bung Karno disebut "solidarity maker", yakni pemimpin politik yang bertumpu pada kekuatan solidaritas dalam spirit ideologi perjuangan politik.

Itulah politik "pembeda" Megawati dari kecenderungan umum para elite politik nasional saat ini di era rejim politik elektoral berbasis kapitalisme politik modern di mana politik hanya dimaknai soal menang dan kalah secara elektoral, miskin moral, nihil perjuangan ideologis dan menabrak-nabrak konstitusi.

Baca juga: Gibran Akan Ketemu SBY dan AHY Hari Ini, Minta Saran dan Nasihat

Dalam konteks pilpres 2024, kepemimpinan ideologis Megawati di atas menghadapi tantangan besar.

Profesor Ikrar Nusa bakti menyebut tantangannya jauh lebih "kejam" dan "menyakitkan" dibanding tantangan politik yang dihadapi Megawati di era rejim politik Orde Baru.

Pasalnya justru karena tekanan politik yang dihadapi Megawati  saat ini datang dari rejim politik Jokowi, tokoh politik yang  dibesarkan dalam "ayunan" politik ideologis PDIP.

Keteguhan Megawati pada ideologi perjuangan politik dan "imun" terhadap deal-deal politik pragmatis menyebabkan "pisah jalan" dengan Jokowi dalam pilpres 2024.

Baca juga: Cegah Mahasiswa Terjerat Pinjol, Ganjar: Hentikan Liberalisasi Pendidikan

Jokowi memilih jalan "deal-deal" pragmatisme politik dengan membentuk koalisi baru non-ideologis tanpa PDIP, di-back up oligarki politik dan oligarki ekonomi berkelindan dengan proses menuju otoritarianisme negara.

Dalam konstruksi itulah pidato politik Megawati dalam kampanye "Akbar"  Paslon Ganjar-Mahfud di GBK di atas bukan sekadar kampanye perebutan kontestasi politik elektoral biasa untuk "menang total" (Metal).

Lebih dari itu, dalam konteks Megawati adalah sebuah perlawanan "politik rakyat" terhadap "politik konglomerat" dan perjuangan "demokrasi" atas "politik dinasti" dalam koridor konstitusi.

Perjuangan politik ideologis inilah menurut Megawati meskipun tentu sangat berat berhadapan dengan "kuasa" politik oligarkhis harus dihayati sebagai pelaksanaan prinsip keyakinan ideologis dan pencapaian idealisme secara manifes.

Baca juga: CEO Polmark Indonesia: Besar Peluang Pilpres Dua Putaran, 25 Persen Pemilih Belum Tentukan Pilihan

Dengan kata lain, daya tumpu ideologis menjadi kekuatan pemantik perjuangan untuk memenangkan Paslon Ganjar-Mahfud.

Kemenangan dengan cara "palsu" mengutip judul buku Soeroso Soegiarto hanyalah ibarat "menabur angin" pasti akan "menuai badai".

Demikianlah  "sunnatullah politik", akan selalu terjadi kapan dan dimana saja. Soeharto adalah pelajaran dipuja-puji lalu begitu cepat dibanting gerakan reformasi rakyat.

Wassalam.

 

KOMENTAR