Kontingen Pelantara 9 Saksikan Atraksi Lompat Batu Di Desa Bawomataluo Nias Selatan

Binsar

Friday, 13-09-2019 | 19:45 pm

MDN
Asisten Deputi Peningkatan Kapasitas Pemuda, IGP Raka Pariana, M.Si bersama Ibu Raka Pariana menyaksikan atraksi Lompat Batu di Desa Bawomataluo, Nias Selatan, Jumat (12/9) [Inakoran.com/Ina TV]

Nias Selatan, Inako

Hari keempat berada di Pulau Nias, kontingen Pelantara 9 tidak menyia-nyiakan kesempatan untuk mengunjungi salah satu kampung megalitikum di Desa Bawomataluo, di mana terdapat atraksi budaya lompat batu.

Simak Video lompat batu Nias jangan lupa "klik Subscribe and Like" Indonesia Hebat adalah kita.

 

 

Sejalan dengan sebutan kampung megalitikum, setiba di halaman kampung ini, kita akan menemukan banyak bebatuan besar di sepanjang halaman kampung.

 

Melestarikan kearifan lokal merupakan salah satu implementasi dari nilai Bela Negara yang pertama yakni Cinta Tanah Air [Inakoran.com/Ina TV] 

 

Akan tetapi, bukan hanya batu besar itu yang membuat para wisatwan tertarik datang ke desa itu, tetapi karena di kampung itu terdapat atraksi budaya yang menarik yakni lompat batu atau dalam bahasa setempat dikenal dengan sebutan hombo batu atau fahombo.

Karena tradisi itu unik dan khas, maka pemerintah telah menetapkan desa ini sebagai Kawasan Cagar Budaya Peringkat Nasional (CBPN) di Sumtaera Utara.

Bagi masyarakat Nias, budaya lompat batu begitu populer dan saking populernya, adegan seorang pria yang melompati batu ini pernah muncul dalam salah satu seri uang kertas Indonesia.

 

Panitan KPN berpose bersama kedua Pelompat Batu di Desa Bawomataluo [Inakoran.com/Ina TV]

 

Berangkat dari Lanal Teluk Dalam sekitar pukul 10.25 dengan menggunakan angkutan umum khas Nias Selatan.

Jalan menuju lokasi fahombo sangat terjal dan berkelok-kelok sehingga sang sopir harus ekstra hati-hati saat berkedanra menuju kampung itu.

Hujan rintik-rintik yang turun sejak subuh tidak menyurutkan semangat para peserta pelantara untuk mencapai lokasi itu.

Jarak kampung lompat batu hanya 12 kilo meter dari Lanal Teluk Dalam sehingga rombngan Pelantara 9 hanya membutuhkan waktu sekitar 45 menit untuk bisa tiba di kampung yang terletak di ketinggian sekitar 300-an meter di atas permukaan laut itu.

 

 

Tiba di lokasi, kontingen Pelantar 9 disambut dengan antusias dan ramah oleh warga kampung. Rupanya, mereka sudah terbiasa dengan wajah-wajah asing yang tiap minggu datang ke tempat itu.

Di tengah kampung terdapat batu yang sudah disusun setinggi 2 meter dengan ketebalan 40 sentimeter yang akan dilompati oleh semua pemuda Nias yang sudah dianggap dewasa.

Selain dipamerkan dalam beragam acara adat, fahombo menjadi daya tarik tersendiri bagi para turis hingga saat ini.

 

 

Dari beberapa literatur dijelaskan bahwa fahombo pertama kali muncul karena seringnya terjadi peperangan antarsuku di Tanah Nias. Situasi itulah yang mengharuskan setiap kampung memiliki bentengnya masing-masing.

Untuk memenangkan peperangan, setiap pasukan harus memiliki kemampuan untuk melompatinya. Karena itulah dibuat tumpukan batu sebagai sarana untuk berlatih ketangkasan para pemuda untuk melompat.

Meski tak lagi dilakukan untuk tujuan perang, fahombo masih tetap menjadi bagian tak terpisahkan dari budaya Nias. Tradisi lompat batu Nias kini menjadi semacam ritual untuk menunjukkan kedewasaan pemuda-pemuda di sana. Tradisi ini bahkan tak dilakukan oleh semua warga Nias, melainkan hanya di kampung-kampung tertentu saja.

 

Kolonel Luhkito Hadi Iswanto dan Letkol Rudi Setiawan berpose bersama sespuh adat di Desa Bawomataluo [Inakroan.com/Ina TV]

 

Bagi seorang pemuda Nias, melompati batu setinggi dua meter ini bukanlah hal mudah. Perlu latihan keras dan waktu yang cukup lama agar fahombo bisa berjalan lancar tanpa ada cedera. Tradisi ini juga sekaligus menjadi cara untuk membentuk karakter yang tangkas dan kuat dalam menjalani kehidupan.

Ketika seseorang memutuskan untuk melakukan lompat batu, biasanya warga akan berkumpul di tempat pelaksanaan. Para peserta akan mengenakan baju adat yang khusus digunakan oleh para pejuang. Sambil berbaris, mereka semua menunggu giliran.

 

 

Tanpa ancang-ancang yang terlalu jauh, para pemuda ini berlari kencang, menginjakkan kaki pada tumpuan batu kecil di bawah sebelum akhirnya melayang di udara, melampaui batu besar setinggi 2 meter dan mendarat dengan selamat. Selama proses melompat, tidak boleh ada bagian tubuh yang menyentuh permukaan batu. Jika tidak, maka sang peserta dinyatakan gagal.

Selain menonton atraksi lompat batu, kontingen Pelantara 9 juga mengabadikan kunjungan itu dengan berfoto, baik dengan teman mereka sendiri maupun dengan warga lokal yang sudah mengenakan pakaian adat khas Nias.

Ada pula yang menyerbu sovenir khas kampung itu untuk dibawah pulang sebagai kenang-kenangan dari Tanah Nias.

Kurnag lebih dua jam berada di kampung itu, rombongan pun memutuskan kembali ke Lanal Teluk Dalam, karena sore harinya masih ada acara persmian Monumen pelantara 9 di Panti Baloho Teluk Dalam.

KOMENTAR