KRAS Hadapi Gempuran Baja China, Adakah Perlindungan Pemerintah?

Hila Bame

Wednesday, 31-07-2019 | 09:05 am

MDN
Pembangunan Infrastruktur di Jalan Gatot Subroto DKI dan baja merupakan salah satu bahan utama (foto inakoran.com/inaTV)

Jakarta, Inako

Industri baja dalam negeri dinilai sudah terdampak baja impor jauh sebelum terjadinya perang dagang Amerika Serikat (AS) dan China berkecamuk, ujar Silmy Karim, Direktur Utama Krakatau Steel. 

Sisi lain Orde Baru, sangat konsern pada perlindungan industri dalam negeri, layaknya baja dari Krakatau Steel (KS). Ketika  suatu waktu mendapat proyek pemerintah, harus beli baja dari KS, kata Ginandjar Kartasasmita, Menko Ekonomi dan Keuangan ketika itu atau dikenal dengan Menko Ekoin. Memang urusan teknis seperti itu bukan  urusan pak Harto, Presiden urus yang makro saja,  kapan industri dalam negeri bangkit kalau bukan beleid yang dikeluarkan oleh Pemerintah tegas Ginandjar, ujar seorang pejabat Orde Baru dengan inakoran.com terkait penderitaan tak kunjung usai, dari indutri baja dalam negeri,  di bilangan Kebayoran Baru Jakarta Selatan Kamis (10/7/2019).

China memproduksi baja hingga 1 miliar ton per tahun, sementara produksi Indonesia sekitar 7 juta. Selain itu, dengan pasokan dalam negeri yang berlebih (over supply), China memang menerapkan beberapa trik dagang untuk memenangkan pasar baja. 

Sementara Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) menyebut PT Karakatau Steel Tbk (KRAS) menghadapi persaingan yang ketat di industri baja di tengah gempuran impor produk baja asal China dan dihimbau segera ambil langkah penyelamatan korporasi. 

Data yang dirilis South East Asia Iron and Steel Insitutue (SEAISI) pada 2018 menunjukkan bahwa konsumsi baja nasional pada 2017 mencapai 13,59 juta ton.

Angka tersebut naik 7,26% jika dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Meski konsumsinya meningkat, pangsa pasarnya masih dikuasai oleh produk impor yang mencapai 52%, sedangkan sisanya dari produk dalam negeri yaitu sebesar 48%.

Direktur Eksekutif Asosiasi Industri Besi dan Baja Indonesia (IISIA) Yerry Idroes mengatakan, hingga kuartal I/2019 importasi besi dan baja masih membanjiri pasar dalam negeri. Dengan mengutip data yang dirilis Badan Pusat Statistik (BPS), dia menyebutkan bahwa impor besi dan baja mencapai 2,7 juta ton.

“Terjadi peningkatan jumlah importasi sebesar 14,65% jika dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya,” ujarnya.

Gempuran impor produk baja asal China ditengarai menjadi faktor utama yang membuat pincangnya industri baja nasional. Namun, dengan kondisi yang tertatih-tatih, perusahaan baja dalam negeri tetap dituntut untuk bisa memenuhi kebutuhan baja nasional, sekaligus meningkatkan daya saingnya agar bisa berkompetisi dengan produsen baja dunia.

 

 

KOMENTAR