Kriteria UMKM Naik Kelas Dapat Dilihat dari 3 Pendekatan

Sifi Masdi

Tuesday, 24-10-2023 | 10:07 am

MDN
SesKemenKopUKM Arif Rahman Hakim (ke-3 dari kiri) bersama dengan pelaku UMKM di di Ternate, Maluku Utara [kemenkop]

 

 

 

Ternate, Inako

Ada tiga pendekatan untuk mendeteksinya upaya UMKM mewujudkan naik kelas yaitu  produktivitas, aksesibilitas, dan intervensi. Hal ini disampaikan Sekretaris Kementerian Koperasi dan UKM (SesKemenKopUKM) Arif Rahman Hakim saat mengunjung Ternate, Maluku Utara.

“Pertama, sisi pendekatan produktivitas ditekankan dari peningkatan kapasitas usaha dan kinerja usaha. Kedua, pendekatan aksesibilitas terhadap permodalan dari perubahan sumber modal usaha menjadi semakin formal. Ketiga, pendekatan intervensi finansial pemerintah atau government intervention yaitu lulusnya UMKM dari program bantuan pemerintah,” kata Arif Rahman Hakim.

 

BACA JUGA:  Gibran Jadi Cawapres, Diuntungkan Oleh Situasi Terkini

Ia menambahkan, setiap negara memiliki model UMKM Naik Kelas tersendiri. "Belajar dari best practices berbagai negara, setiap negara memiliki kriteria masing-masing terkait definisi UMKM dan definisi UKM Naik Kelas," ulas Arif.

Menurut Arif, mayoritas UMKM di dunia merupakan perusahaan independen (independent firms) dengan jumlah pekerja kurang dari 50 orang dan ukuran ini berbeda di setiap negara.

 

 

 

"Banyak negara yang mengklasifikasikan UMKM dengan parameter atau kriteria jumlah tenaga kerja tidak melebihi 250 atau 200 orang. Khusus SMEs di AS, jumlah tenaga kerja tidak melebihi dari 500 orang," kata Arif.

Arif meyakini berbagai mitra pembina UMKM di Indonesia sudah memiliki perhatian terhadap kriteria UMKM Naik Kelas. Dalam pembinaan UMKM, dibuat klasifikasi kelas yang lebih kecil, bukan hanya berdasarkan aset dan omset tetapi juga indikator lainnya.

 

BACA JUGA: Dana Pekerja Migran Potensial Jadi Kekuatan Kapital Jika Dikelola dengan Baik

"Indikator tersebut diantaranya menurut Bank Indonesia adalah UMKM Digital, UMKM yang terhubung dengan akses pembiayaan, UMKM ekspor, dan UMKM Hijau," terang Arif.

Sedangkan menurut Pemerintah Daerah adalah indikator produktivitas, indikator akses permodalan, indikator intervensi pemerintah, dan indikator lingkungan usaha yang berkelanjutan (ekonomi hijau), dan melestarikan kearifan lokal.

Saat ini, lanjut Arif, kriteria UMKM naik kelas yang digunakan adalah kenaikan omset dan aset UMKM sebagaimana diklasifikasikan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 2021 tentang Kemudahan, Pelindungan, dan Pemberdayaan Koperasi dan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah.

 

 

 

BACA JUGA: ICCN Perkuat Jejaring Bisnis Lewat Festival Kota Kreatif 2023 di Banjarmasin

Namun demikian, kenaikan kelas UMKM tersebut dinilai terlalu sulit dicapai mengingat jauhnya rentang omset dan modal antar masing-masing klasifikasi usaha. "Akibatnya, dampak program pemberdayaan UMKM menjadi sulit untuk dipetakan dan kinerja pemerintah sulit dihitung secara kuantitatif," ungkap Arif.  

Untuk itu, Arif menekankan kolaborasi dengan berbagai stakeholder menjadi sangat penting dilakukan untuk menaikkan kelas UMKM. "Mitra pembina dan pendamping UMKM yang sudah memiliki tools untuk menilai kelas UMKM, dapat diajak bekerjasama agar tools tersebut dapat dimanfaatkan masing-masing pemerintah daerah," ujar Arif.

Sementara itu, Resmiguno yang mewakili Dinas Koperasi dan UKM Kalimantan Barat mengatakan, untuk membangun UMKM yang kuat memang perlu sinergi dan roadmap program dari hulu hingga hilir. Sehingga, tidak terkotak-kotak. "Juga, perlu ada kolaborasi antara koperasi dan pelaku UMKM," kata Resmiguno.

Oleh karena itu, lanjut Resmiguno, pihaknya menanti terbitnya indikator-indikator resmi itu sebagai panduan yang diberikan pemerintah pusat. "Sebaiknya, indikator-indikator itu diturunkan ke dalam Peraturan Menteri atau Peraturan Deputi sebagai pedoman bagi daerah menentukan UMKM naik kelas. Tetapi, dengan tetap mengacu pada PP Nomor 7," ujar Resmiguno.


 

 

KOMENTAR