Manajemen Koperasi Berbasis pada Nilai

Sifi Masdi

Sunday, 05-01-2020 | 12:14 pm

MDN
Suroto CEO  Induk Koperasi Usaha Rakyat (INKUR) [dok:pribadi]

Oleh Suroto, CEO  Induk Koperasi Usaha Rakyat (INKUR)

Sintang, Inako

Manajemen secara umum berbicara tentang perencanaan, pengorganisasian, kontrol, evaluasi dan sebagainya. Namun kalau manajemen itu dikaitkan dengan koperasi maka menjadi sesuatu yang berbeda karena koperasi itu syarat dengan nilai-nilai. Inilah yang membedakan koperasi dan korporasi kapitalis.

Sebagai organisasi  koperasi tidaklah bebas nilai. Karena koperasi mengakui nilai-nilai keadilan, demokrasi, persamaan, solidaritas, kebebasan, kemandirian, kebersamaan, serta nilai etis seperti kejujuran, kepedulian.

Oleh karena itu, untuk mempratekan  nilai-nilai  koperasi maka  dibutuhkan orang-orang yang memahami koperasi. Koperasi tidak bisa berjalan tanpa orang yang memahami nilai koperasi. Mereka yang mengakui nilai-nilai tersebut harus berkomitmen untuk merealisasikanya dalam manajemen keseharian koperasi.

Mereka harus mampu menerjemahkan nilai keadilan, demokrasi, kejujuran dalam  menjalankan koperasi. Nilai-nilai tersebut tidak hanya tinggal dalam tataran teori, tapi mesti dikonkretkan dalam cara kerja koperasi.  Nilai-nilai tersebut sifatnya inheren, melekat di dalam sistem, bukan hanya dijadikan sebagai kode etik.

Dalam pembagian keuntungan, misalnya,  harus adil dan demokratis. Artinya, keuntungan tidak hanya untuk kepentingan penyetor modal, namun juga bagi pekerja, termasuk juga konsumen dan produsen produk/jasa koperasi. Semua memiliki porsi yang sama untuk mendapatkan keuntungan secara adil.

Sebuah usaha toko koperasi konsumen misalnya, ada dua faktor penting yang dihitung yakni nilai modal yang disetor dan jumlah pembelian barang kebutuhan sehari-hari di koperasi. Dalam pembagian keuntungan nanti, maka yang dihitung adalah selain besaran investasi atau jumlah molda yang disetor, tetapi juga nilai dari transaksi pembelianya.

Dalam konteks koperasi, semua pihak, entah sebagai produsen, pekerja atau  konsumen, merupakan pemilik koperasi. Oleh karena itu dalam pembagian keuntungan nanti, harus memperhitungkan semuanya. Baik produsen, konsumen, maupun pekerja, berhak mendapat bagian dari keuntungan  secara adil berdasarkan kesepakatan bersama.

Contohnya misalnya koperasi platform audio visual. Para  developer,  content creatornya seperti artisnya, atau konsumenya seperti listener dan viewer,  semua diberikan kompensasi yang sama dan duduk sama rendah dalam sistem koperasi.

Dalam praktek demokrasi koperasi, misalnya, struktur manajemen koperasi adalah struktur kerja yang flat, orang-orang datang dalam sistem kerja yang equal, sama. Jabatan hanyalah fungsi-fungsi yang dibentuk untuk mengatur sirkulasi tugas. Tapi sesungguhnya pekerja adalah orang-orang yang independen yang tidak boleh dalam posisi terhegomoni, ditindas atau diperas.

Dalam praktek, koperasi-koperasi pekerja (worker co-op) adalah orang-orang yang bekerja dalam satu perusahaan koperasi yang juga pemilik dari koperasi. Mereka adalah pekerja-pemilik yang dijamin hak-haknya dalam proses penguasaan perusahaan secara sama.

Praktek nilai ini mendasar karena nilai-nilai koperasi merupakan pembentuk dari alasan adanya (raison d'etre) dari koperasi. Tanpa praktek nilai tersebut maka sebuah organisasi yang menyebut koperasi tidak layak untuk disebut sebagai koperasi. Bahkan dapat disimpulkan, koperasi itu ada karena koperasi itu berbeda.

 

KOMENTAR